15 Februari 2017
Gelegar petir bersahut-sahutan, membelah keadaan yang semula tenang tanpa gangguan. Fokus gadis itu terpecah begitu saja, dia tak bisa konsentrasi membaca soal ujian yang kala itu tengah berlangsung.
Seharusnya, di sekolah yang katanya termasuk di jajaran sekolah terbaik di Indonesia, memfasilitasi ruang kedap suara untuk mendukung konsentrasi belajar siswa-siswi mereka. Terutama ruang ujian seperti saat ini, walau mereka mengatakan sudah kedap suara, tetapi bagi gadis itu tak ada efeknya.
Matanya yang terbingkai dalam kacamata anti radiasi, menatap layar komputer hati-hati. Membaca satu persatu kata yang ada agar tak terjadi kesalahan dalam memilih jawaban yang terpampang di sana. Sesekali tangannya mencoret kertas yang kini tampak penuh oleh rumus-rumus dan angka.
Matanya melirik keadaan sekitar, kemudian ke depan, melihat dua orang pengawas yang tampak tak menjalankan tugas. Kedua perempuan paruh baya tersebut tampak asyik berbincang, seperti kolega bisnis.
Gadis itu memicingkan mata tidak suka. Jelas keadaan sekitarnya sudah cukup menganggu konsentrasi, mereka seharusnya menenangkan, bukan ikut meramaikan keadaan.
"Maaf, suaranya bisa diperkecil, Bu? Saya kehilangan konsentrasi."
Suara lantang itu menginterupsi semua yang ada di sana. Mereka terkesiap mendengar kalimat tegas yang keluar dari seorang gadis berwajah manis. Alis yang menukik dengan garis wajah yang cukup menunjukkan bahwa dia merasa terganggu.
Para pengawas tersebut jadi terdiam, diam-diam mengendalikan emosi yang tampak tak bisa diredam. Siapa gadis kurang sopan tersebut?
Teman-teman satu ruangan gadis itu melirik dan mengatupkan bibirnya. Ada yang diam-diam mencibir tidak suka, akan tindakan yang barusan dia lakukan. Kaki yang semula tegak lurus berdiri, kini kembali tertekuk duduk. Gadis itu tak mengindahkan tatapan tak suka dari pengawas tersebut.
Itu salah mereka. Pikirnya.
Sudah terpampang jelas, tulisan di luar kelas, tak boleh ada yang menciptakan keributan ketika melintas. Dan kalimat yang dicetak besar di atas kertas yang tertempel selaras tersebut tentu cukup jelas. Orang yang melintas tak boleh menciptakan suasana ramai, apalagi di dalamnya, bukan?
Helaan nafas terdengar. Gadis itu melirik tajam pada mereka yang berusaha untuk melirik jawaban. Ke mana nilai moral yang selama ini diterapkan oleh guru agama? Tampaknya hanya sebatas melewati telinga, hingga membuat mereka lupa bahwa mencari jawaban juga termasuk ketidakjujuran dari seorang manusia.
Tangannya bergerak hati-hati, namun bergegas agar komputer ini tidak mati karena kehabisan masa. Gadis itu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya, masih ada lima belas menit sebelum bel berbunyi dan waktu pulang tiba.
Suara yang sedari tadi berdenging di telinga kini senyap. Hanya saja, gadis itu tak memiliki kekuatan super untuk menghentikan perkelahian antara gesekan kilat yang menyambar di udara, hingga menciptakan suara yang memekakkan telinga.
Sekali lagi, dia meneliti jawaban yang telah dia pilih. Bisa-bisa mati dia jika mendapat nilai di bawah rata-rata, walaupun itu tidak mungkin juga.