Suara detak jarum jam beradu dengan suara binatang malam seolah berlomba-lomba mengejek mereka yang justru dikumpulkan di ruang pertemuan tepat tengah malam. Lonceng peringatan berbunyi nyaring, merenggut sepenuhnya mimpi indah mereka. Diiringi suara Master Jason lewat mikrofon yang menginstruksikan kepada para siswa-siswi untuk segera berkumpul di ruang pertemuan.
Beberapa dari mereka memilih menenggelamkan penuh wajahnya di dalam lipatan kedua tangan di atas meja, mencuri-curi waktu untuk kembali tertidur. Selagi Master Jason belum muncul.
Sementara yang lainnya menatap kosong lilin berpendar yang ada di hadapan mereka sebagai penerangan ruang pertemuan yang gelap gulita. Nyawa mereka belum sepenuhnya terkumpul, masih di awang-awang.
Jari-jemari Alin memainkan jam pasir yang ada di hadapannya, mendistraksi rasa kantuk yang melanda. Tidak hentinya gadis itu menguap dan mengucek matanya. Memaksa kedua bola mata itu tetap terbuka, meski sebetulnya alam bawah sadarnya terus menarik Alin untuk kembali menutup mata.
“Ah, sial! Lama sekali!” Doni menguap, menggeliat.
“Mengapa Master Jason memanggil kita ke sini pada jam tengah malam seperti ini?” Mikayla mengerang sebal, dia mendongak menutup penuh seluruh wajahnya.
“Entah. Tapi aku rasa, ini bukan kabar baik.” Seluruh perhatian tertuju pada Ameta.
“Jangan bilang dia akan mengajari kita sesuatu lagi,” Yugo tersenyum hambar, geleng-geleng kepala.
Alin mencibir, mengangkat bahu.
Terdengar suara decit pintu terbuka diiringi langkah kaki mendekat. Refleks pandangan seluruh siswa-siswi terpusat ke sumber suara dan menampakkan Master Jason sendirian, tanpa Ms. Naomi.
Master Jason berdiri tepat di hadapan mereka, kedua tangannya dilipat di depan dada. Dengan sorot mata dingin, tidak seperti biasanya. “Saya mengerti kalian mungkin terkejut mengapa saya memanggil kalian ke ruang pertemuan pada jam ini.
“Saya memiliki sesuatu untuk diumumkan kepada kalian semua. Bahwa seorang siswa telah melanggar peraturan dan akan dihukum.”
Rasa kantuk yang semula menyerang seketika menghilang dan digantikan dengan kejutan tak terduga. Mereka terbelalak, yang semula malas-malasan dengan menidurkan kepalanya di atas meja. Refleks terduduk tegak, saling melemparkan tatapan.
Mereka betul-betul tidak mengerti, apa yang dimaksud Master Jason? Pelanggaran apa yang dilanggar dan ... siapa yang melanggar?
Evelyn mulai panik, menatap Doni yang juga terlihat tertekan. Sorot mata keduanya memberi isyarat penuh makna.
“Siapa itu, Master Jason?” tanya Yugo penasaran. “Siapa yang melanggar peraturan dan apa kesalahannya?”
“Orang itu melanggar peraturan karena tidak bertanggung jawab ...,” Master Jason menatap siswa-siswi satu per satu. Intonasi suaranya mendadak naik seoktaf. Tatapannya dingin sekaligus tajam. “Bersalah karena tidak peduli. Bersalah karena tidak memperhatikan dan menjaga apa yang saya tugaskan.”
Mereka terdiam, satu per satu melemparkan tatapan pada Doni dan Evelyn karena sudah sangat jelas, penjelasan dari Master Jason mengarah ke mereka berdua. Semua sudah tahu betul dan bukan lagi rahasia umum kalau Doni dan Evelyn justru menyerahkan seluruh tugas dan tanggung jawabnya pada Bayu.
Tidak lama dari itu, perhatian mereka teralihkan ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Dan menampakkan Mr. Lucky membawa kotak yang ditutup kain hitam. Disimpannya kotak itu di atas meja—tepat di hadapan Ameta dan Vicko. Begitu juga di hadapan Master Jason.