Keheningan mencuat menyelimuti ruang pertemuan, hanya detak jarum jam yang berhasil menembus kesunyian. Mereka duduk tegak dengan disuguhkan piring yang terhidang makanan di hadapan masing-masing lengkap dengan gelas air mineral.
Tidak ada yang berani menyentuhnya sebelum ada instruksi untuk dipersilakan menikmati. Meski perut memberi sinyal untuk segera melahap hidangan tanpa harus menunggu kapan perintah diluncurkan.
Hingga terdengar suara derap kaki menggema memasuki ruang pertemuan, memecah keheningan dan membuyarkan perhatian.
Mereka memusatkan seluruh atensi pada Ms. Naomi, Mr. Lucky dan Mr. Jarot yang kini berdiri di hadapan mereka.
Mr. Lucky menatap satu per satu murid, kedua tangannya di depan perut “Silakan menikmati sarapan spesial kalian.” Mr. Lucky membungkukkan setengah tubuhnya, bentuk penghormatan.
Mereka saling melemparkan lirikan, menunggu siapa yang lebih dulu menyantap hidangan.
Hidangan steak hamburger terbalur saus barbeque lengkap dengan potato wedges, brokoli, dan wortel rebus. Tertata rapi dengan harum semerbak menggugah selera.
Tidak bisa dipungkiri, kalau mereka bahagia. Air liur mereka sudah menggenang dan siap untuk menyantap hidangan. Saling menatap satu sama lain dengan senyuman lebar. Pasalnya, tidak biasanya Home School menghidangkan makanan mewah seperti ini.
Vicko menggesekkan kedua telapak tangannya, lidahnya menjulur, kedua bola matanya berbinar. Persis seperti monster yang kelaparan dan menemukan mangsa yang siap disantap.
“Apa istimewanya steak hamburg ini?” Fahira berpaling menatap Mr. Lucky setelah sekian lama menatap hidangan di hadapannya.
“Ada bahan khusus di dalam masakan ini dan dipersiapkan dengan hati-hati. Demi menjadi hadiah untuk kalian semua.” Yang menjawab justru Ms. Naomi, tertarik senyuman misterius menatap satu per satu murid.
Mereka menyunggingkan senyum, mengambil garpu dan pisau, mulai memotong daging itu.
Doni menyantapnya penuh penghayatan, dia mengunyah dengan mata terpejam, tertarik senyuman lebar ketika komponen rasa dalam daging meluber di dalam mulut.
Begitu juga dengan yang lain. Mereka menikmati hidangan itu dengan senyuman. Sungguh rasa yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya dengan ekspresi dari masing-masing wajah sudah bisa mendefinisikan bagaimana rasa hidangan itu.
Seolah terhipnotis, mereka tidak bisa berhenti untuk menjeda makanan masuk ke dalam mulutnya.
Fahira sampai menggoyangkan kepalanya dengan mata terpejam.
Sementara Ms. Naomi menyunggingkan senyum misterius, melihat siswa-siswi menikmati makanan itu dengan khidmat dan lahap. Ms. Naomi berpaling menatap Mr. Jarot dan Mr. Lucky yang juga menatapnya dengan senyuman yang sama.
Hingga saat Fahira memotong kembali daging steak itu. Terdapat sebuah kertas kecil berbahan PVC yang diselipkan di tengah-tengah daging. Dia mengernyit heran dan dengan terpaksa menghentikan suapan kenikmatan. Gadis itu menarik kertas dan tertera sebuah nama di sana...
Fahira.
Namun, dia tidak mengerti mengapa ada kertas itu di makanan selezat ini.
Tapi tunggu!
Seperti tidak asing. Fahira menatap langit-langit, mengingat sesuatu tentang kertas dan tulisan namanya ini. Sepertinya dia sering melihat, tapi ... di mana?
Hingga ingatannya kembali dan refleks Fahira melempar kertas beserta garpu dan pisau yang dia genggam. Kontan dirinya menjadi pusat perhatian. “I—ini ikan kita!”
Semua refleks terdiam membatu.
Vicko yang mangap dan hendak menyuap kini terjeda dan berpaling menatap hidangan di atas piringnya.
Evelyn melempar garpu dan pisaunya.
Alin dan Mikayla yang sedang mengunyah refleks berhenti dan memusatkan perhatian mereka pada daging yang sedang mereka potong.
Sementara yang lain mengecek hidangan masing-masing dan benar saja, mereka menemukan apa yang Fahira temukan.
Nama mereka masing-masing tertera di kertas itu.
Refleks Mikayla dan Alin memuntahkan daging yang semula sedang mereka kunyah.
Yugo mendadak mual.
Doni meneguk gelas air hingga habis tak tersisa.
Mereka saling menatap satu sama lain, dan dengan saksama berpaling menatap para petinggi Home School yang tersenyum menyeringai. Meminta penjelasan dengan apa yang mereka temukan.
“Ms. Naomi ... kenapa label nama ikan kita diletakkan di sini?” Ameta bertanya penasaran.
Ms. Naomi mengangkat alis. Menatap Ameta. “Karena steak hamburg yang kalian makan—” Ms. Naomi berpaling menatap mereka satu per satu. “—dibuat dari ikan peliharaan kalian.”
Mereka terbelalak. Kenikmatan yang semula tercipta seolah mendadak hilang dan digantikan dengan rasa mual yang menyerang tiba-tiba.
“Shit!” Vicko melempar garpu dan pisau yang dia genggam, menjauhkan piring hidangan itu. “Aku makan ikan Koi!”
Yugo menutup mulut. Dia bertambah mual namun sebisa mungkin dia tahan untuk tidak menyembur keluar.
“Ms. Naomi ... bukankah ini sudah sangat keterlaluan?!” Alin protes—emosinya tersulut. Dia pikir pihak Home School betul-betul memberi mereka hadiah sebagai bentuk pengabdian mereka di sana. Namun, justru mereka tidak menyangka akan disuguhkan kenyataan yang tidak pernah mereka duga.
Suasana yang semula menggembirakan, secepat kilat berubah menegangkan. Penuh dengan amarah dan tanda tanya besar yang membutuhkan jawaban.
“Mengapa kalian harus berbuat sejauh ini pada kami?” tanya Ameta dengan intonasi suara meninggi.
“Karena ini hukuman untuk kalian semua!” bentak Ms. Naomi dengan tatapan tajam.
“Hukuman?” Segaris kernyitan tipis terbentuk di kening Vicky ketika mendengar perkataan Ms. Naomi. “Mengapa kami dihukum? Kami melakukan kesalahan apa?”
“Benar!” timpal Vicko. “Beritahu kami sekarang, apa kesalahan kami?!”
“Berhentilah bertanya ...,” Ms. Naomi menarik senyuman menyeringai. “Kalian sebaiknya mulai makan lagi sekarang. Karena hari ini adalah hari pertama semester pelajaran akademik. Datanglah ke kelas tepat waktu!”
“Tapi—”