2 Juni 2015
Pagi ini Sandy bangun kesiangan seperti halnya hari-hari libur lainnya. Jam dinding dikamarnya menunjukkan angka sepuluh yang berarti ia melewatkan waktu sarapan normal mamanya. Tapi itu lebih baik karena di hari pertama libura inia ia ingin bebas dari pertanyaan-pertanyaan di meja makan mengenaiujian kemaren yang hasilnya saja bahkan belum diumumkan dan mungkin juga pembahasan mengenai skripsi yang sangat ingin ia hindari akhir-akhir ini jika mama menelponnya. Setelah itu yang ia ingat hanya satu, bahwa hari ini dan seterusnya adalah hari bersenang-senang bersama sahabatnya sewaktu sekolah tiga tahun yang lalu, termasuk didalamnya reuni akbar teman seangkatan Sandy yang diadakan pada akhir bulan depan nanti.
Dengan jarak yang memisahkan mereka selama ini, keempat sahabat ini belum pernah berkumpul bersama-sama kembali. Dua tahun lalu Sandy hanya sempat bertemu dengan Joshua karena sama-sama berada di Jakarta dan itu pun tidak lama karena waktu itu Joshua sedang ditimpa banyak masalah, sedangkan Kevan mengambil semester pendek dan Anwar membantu pakdenya merenovasi rumah di Malang, atau mungkin juga karena Farah tidak pulang ke Jakarta sehingga ia rela tidak menghabiskan liburan semester di Jakarta. Anwar hanya pulang selama tiga hari karena rindu dengan ibunya, dan hari-harinya di Jakarta tidak cukup untuk bertemu dengan Sandy.
Sedangkan satu tahun yang lalu giliran Sandy yang mengambil semester pendek, sehingga tidak bisa kembali ke Jakarta. Tetapi beda dengan Kevan, Sandy mengambil semester pendek bukan untuk mengambil mata kuliah baru agar lebih cepat menyelesaikan kuliah melainkan untuk mengulang mata kuliah yang mendapatkan nilai D atau C, sedangkan Kevan selama dua kali liburan semester mengambil semester pendek untuk mempercepat masa kuliahnya sehingga bisa lulus dengan cepat. Dan lagi-lagi itu berdasarkan keinginan ayahnya bukan keinginan Kevan sendiri. Tetapi khusus liburan semester ini Kevan menolak keinginan ayahnya untuk mengambil semester pendek, bahkan skripsi yang beberapa bulan lalu dipertanyakan ayahnya sudah ia hiraukan.
Dengan mata sayu dan langkah gontai Sandy berjalan menuju ruang makan. Ketika ia melihat meja makan kosong tak berisi apapun, tiba-tiba ia kaget dengan suara seorang wanita dibelakangnya.
“Pagi mas, baru bangun jam segini,” sapa seorang gadis mungil, berbadan kurus, berambut sedikit ikal yang masih berpakaian piyama yang sedang berdiri dibelakang Sandy dan membuat bola matanya terbuka lebar. ”Mas mau sarapan apa?” tanya gadis itu melanjutkan kalimatnya. Awalnya Sandy mengira gadis itu pembantu yang baru dipekerjakan oleh mama, tetapi tidak mungkin ada pembantu semanis dan semungil ini ditambah lesung pipit yang menghiasi kedua pipinya, karena hidup Sandy bukan seperti cerita sinetron di televisi dimana majikan dan pembantu mempunyai paras yang sama cantiknya.
Dan hanya satu nama yang terpikirkan. “Natasya?” akhirnya Sandy berusaha mengingat memori dua minggu yang lalu mengenai ucapan mamanya. “Udah berapa lama kamu disini?” tanyanya penasaran. Sekilas rambut Natasya juga mengingatkan Sandy pada mantan pacarnya Lala, hanya saja rambut Lala lebih panjang daripada sepupunya Natasya.
“Udah dari pagi, tunggu mas Sandy bangun. Kata bude kalau nanti mas bangun, disuruh tanya mau sarapan pakai apa, nanti aku buatin.” jawabnya cukup riang. Randy mencoba duduk dikursi makan dengan banyak pertanyaan, ia melihat Natasya seperti bukan dirinya yang dulu, mungkin dalam beberapa tahun terakhir banyak yang telah dilaluinya, ternyata waktu memang bisa mengubah sifat seseorang.
“Bukan udah disininya, maksud gue... eh aku, udah berapa hari tinggal di Jakarta?” ralat Sandy segera agar lebih sopan.
“Oh, udah satu minggu kira-kira,” jawab Natasya sambil mengangkat jari telunjuknya. ”Jadi mas Sandy mau makan apa pagi ini? Nasi goreng, sandwich, telor mata sapi atau...”
“Enggak usah dibuatin,” jawab Sandy memotong kalimat Natasya. ”Selama ngekos aku udah terbiasa kok ngurus makan sendiri,” mendengar jawaban Sandy akhirnya Natasya dengan wajah lesu berbalik badan dan pergi meninggalkan Sandy yang sedang mengambil roti dan selai yang ada di atasmeja makan. Tapi itu hanya beberapa detik saja, karena tiba-tiba Natasya kembali lagi ke dapur.
“Terus aku ngapain dong kalau mas nggak mau dibuatin sarapan?” tanya Natasya bingung sendiri.
“Nonton tv, dengerin musik atau baca buku kan bisa,” saran Sandy dengan tatapan yang aneh.