HOMECOMING

Lucky
Chapter #3

BAB #3

3 Juni 2015

Pagi ini sekitar pukul jam tujuh pagi, Sandy membuka matanya sedikit demi sedikit ketika pintu kamarnya diketuk oleh seseorang dan berteriak ‘sarapan’ dengan suara lantang, tetapi karena matanya belum mau berkompromi maka ia kembali terlelap tidur. Sejam kemudian samar-samar ia mendengar kembali teriakan sepupunya Natasya mengatakan ‘kebakaran’ tetapi karena dia tidak melihat tanda-tanda kebakaran sedikitpun maka ia pun kembali menarik selimut dan tertidur. 

Tak lama akhirnya Sandy terbangun pada pukul sembilan pagi, tetapi ia terlalu malas untuk keluar kamar dikarenakan sepupunya Natasya pasti akan mengganggunya kembali dengan ulahnya yang tidak bisa ditebak, maka ia mengambil gitar dan memainkannya.

Hari ini sebenarnya Sandy berencana bertemu dengan Joshua, tempatnya memang belum dipastikan maka dari itu sambil menunggu pesan singkat dari Joshua, Sandy bermain gitar dikamarnya dan sesekali diiringi oleh suara musik dari CD player. Tetapi ketika matanya sudah terbiasa dengan cahaya terang maka ia memutuskan untuk membuka jendela kamar agar udara pagi masuk ke kamarnya, namun baru saja Sandy membuka gorden jendela, ia terkejut melihat wajah Natasya sudah nangkring didepan jendela kamarnya.

Dengan wajah kaget sekaligus kesal Sandy lalu membuka jendela. “Lu ngintipin gue ya?” kata Sandy menuduh Natasya sembarangan.

“Enggak kok,” jawab Natasya. ”Habis dari tadi dibangunin nggak bangun-bangun dikirain kenapa-kenapa. Makanya langsung cek ke kamar mas Sandy,” bantah Natasya berusaha mengungkapkan alasan serealistis mungkin. “Emang salah?” ujarnya bertolak pinggang.

“Ya jelas salah, inikan kamar orang, gimana kalau ada tetangga lewat terus kamu disangka maling, kamu mau digebukin sama warga sini?” kamar Sandy memang menghadap teras dan pagar depan rumah, jelas sekali akan mengundang perhatian warga yang lewat jika ada hal aneh terjadi.

Tapi Natasya tidak terpengaruh ucapan Sandy. “Enggak mungkin, mana ada maling pagi-pagi dengan tampang secantik ini,” dengan percaya diri Natasya menyangkal perkataan Sandy. “Kok diam aja enggak disuruh masuk nih ceritanya?”

“Bilang aja kamu mau gangguin aku lagi,” tebak Sandy, tetapi tiba-tiba perut Sandy berbunyi dan kebetulan ada Natasya disini, dan inilah kesempatannya. ”Lu boleh kok masuk kesini dengan satu syarat?” tampang Sandy menyiratkan sebuah ide bagus.

“Apa?” tanya Natasya semangat.

“Sekalian bawain gue sarapan,” akhirnya dengan wajah cemberut Natasya mengiyakan dan Sandy hanya bisa tersenyum puas.

Sebelum Sandy kembali keatas kasurnya, sekilas ia melihat Januar sedang mencuci motor didepan rumahnya. Dia adalah tetangga Sandy, ibunya kenal dengan mamanya, dan kadang suka mengobrol ketika berpapasan pulang dari kantor. Mereka cukup akrab mungkin karena sama-sama seorang single parent yang sibuk berkarir diluar rumah. Namun Sandy selalu merasa tidak suka jika mamanya membanding-bandingkan Januar dengannya, masalahnya dia seumuran dengan Sandy namun beda sekolah saat SMA, itu yang disyukuri oleh Sandy karena kalau mereka satu SMA pasti dia selalu kalah saing dengannya.

Tak lama Natasya datang membawakan sarapan, selagi makan untungnya Natasya tidak lagi memperhatikan cara makan Sandy yang kini sedang makan ayam goreng. Sandy selalu menyisakan lauk yang menurutnya paling enak untuk dimakan terakhir apalagi kalau bukan kulit ayam goreng kesukaannya dan sekarang ia bisa makan dengan tenang. Ketika Sandy sudah selesai makan dia keluar kamar untuk mencuci bekas piringnya, sebenarnya dia ingin menyuruh Natasya tetapi ia sedang asyik memetik gitar Sandy dengan asal-asalan walaupun masih dengan gaya sok profesionalnya dan itu membuat Sandy geli sendiri.

Sewaktu Natasya menyadari dia sendirian dikamar Sandy, tiba-tiba saja handphone yang berada diatas tempat tidur Sandy bergetar dan ada panggilan dengan nama Jojo di layar hpnya, Natasya agak ragu mengangkatnya tetapi karena terus berdering akhirnya dia mengangkatnya karena mengira ini adalah telepon penting. “Halo?” jawabnya. Suara diseberang telepon Sandy masih menyala namun belum menjawabnya. “Haloo..., siapa ini?” Natasya mengulanginya karena masih tidak ada jawaban diujung telepon sana setelah beberapa detik dan anehnya teleponnya tidak ditutup juga.

Tetapi setelah cukup lama tanpa jawaban akhirnya ada suara yang menjawab. “Halo,” jawab si pemilik nama yang tertera dilayar hp Sandy dengan ragu. “Ini dengan siapa ya?” 

“Kan mas yang nelpon, kok mas yang malah nanya,” tanya Natasya balik sambil sedikit marah. Tetapi belum saja pertanyaan Natays dijawab, tiba-tiba handphone yang dipegangnya berpindah tangan.

Dan ketika Natasya menoleh kebelakang ternyata Sandy sudah berdiri didekat Natasya. “Ngapain telpon gue lu yang ngangkat, nggak sopan,” kata Sandy kesal. Natasya yang baru menyadari ketidaksopanannya berusaha merangkai kata. “Tadi cuma...” dan tanpa kata Sandy mendorong Natasya keluar dari kamar dan menutup pintu dengan keras. Tak lama kemudian Sandy segera berbicara dengan suara diujung teleponnya yang sudah berada digenggaman. Natasya bingung harus berkata dan melakukan apa, minta maaf pun ia merasa tidak bersalah seratus persen, karena apa salahnya mengangkat telepon yang berdering, akhirnya ia hanya tertunduk lesu dan berusaha melakukan apa yang bisa ia lakukan di rumah budenya.

*

Akhirnya jadwal hari ini yang sudah Sandy rencanakan untuk bertemu dengan Joshua batal, entah mengapa dia sedikit tidak mood setelah Joshua meledeknya di telepon kalau dia pikir Natasya yang mengangkat teleponnya tadi pagi itu dikira pacarnya yang menginap dirumah. Mana boleh mamanya mempersilahkan seorang perempuan menginap dirumahnya. Dan ketika makan malam, Sandy yang duduk diseberang Natasya tidak saling pandang dan hanya menatap piring didepannya masing-masing. Sandy masih kesal dengan kelakukan Natasya tadi pagi yang seenaknya mengintip dan mengangkat telepon miliknya tanpa izin. Dan itu yang membuat mamanya berpikir ada yang aneh dengan mereka.

“Kenapa pada diam, memangnya dari tadi kalian seharian di rumah tidak ngobrol?” tanya mama Sandy heran.

Tanpa dipersilahkan Natasya langsung menjawab. “Ngobrol kok bude, malah tadi Natasya sempat main ke kamar mas San...” belum sempat Natasya menyelesaikan kalimatnya, Sandy sudah menyanggahnya. ”Enggak ada yang nanya kamu,” kata Sandy kesal. Sandy masih belum melupakan ketidaksopanan Natasya tadi pagi. 

“Kan tadi mama yang nanya,” jawab mama Sandy membela Natasya.

“Tapi itukan pertanyaan yang memerlukan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ bukan penjelasan panjang lebar,” kata Sandy masih dengan nada protes.

Mama Sandy tidak mau kalah. “Apa salahnya Natasya menjelaskan, soalnya mama lihat kalian saling diam seperti orang yang tidak saling kenal.”

“Enggak kok bude tadi kita udah ngobrol. Oh ya bude disini ada TK atau PAUD nggak?” Natasya mencoba mengganti topik untuk menghindari kemarahan Sandy.

“Ada sih Tasya, kenapa memangnya?”

“Kali aja aku bisa jadi pengajar sementara. Biar ada kesibukan disini,” jawab Natasya sambil tersenyum, namun tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba Sandy tertawa kecil.

“Kamu memang cocok jadi guru anak kecil, pas sama ukuran badan kamu,” timpal Sandy.

Sandy sedang berusaha meledek Natasya tetapi Natasya seperti tidak sadar kalau dirinya sedang diledek. “Beneran aku cocok jadi guru?” jawab Natasya sumringah.

Lihat selengkapnya