5 Juni 2015
Hari ini Sandy dan Natasya bangun pagi-pagi sekali. Dikarenakan mereka berdua sepakat untuk membereskan rumah sampai sebersih-bersihnya, tentu semua itu usul dari Natasya, bahkan ketika mamanya menyuruh sarapan, mereka dengan kompak menjawab nanti dulu ma/bude lagi sibuk nih, biarpun mamanya Sandy sudah sering sarapan sendiri tetapi dalam hatinya yang paling dalam jika Sandy ada di rumah maka alangkah senangnya mereka bisa sarapan bersama-sama. Tetapi ia cukup senang melihat keakraban dan kekompakan Sandy dan Natasya, yang berarti ia memegang amanah dari adiknya Lusi untuk menjaga Natasya dengan baik.
Tetapi ketika melihat Natasya dengan seksama, hati mamanya Sandy merasa terrenyuh, melihat apa yang harus ia lalui di usia yang masih muda ini. Namun mamanya Sandy menaruh harapan besar pada diri Natasya kalau ia sanggup menghadapi semua yang sudah menimpanya. Dan ketika mama Sandy pergi ke kantor ia hanya berpesan bahwa Natasya jangan terlalu lelah, dikarenakan badannya yang terlihat ringkih dan kecil juga masih terlalu muda untuk mengangkat-angkat barang yang berat. Tetapi kalau soal semangat, tak usah ditanya, Sandy saja yang laki-laki dan lebih besar kalah dengan semangat yang dipunya Natasya.
Baru sekitar pukul sebelas akhirnya mereka beristirahat, itupun disebabkan tubuh Natasya yang kelihatan lelah sekali, walaupun bertolak belakang dengan semangatnya yang masih tersisa, terlihat dari usaha Natasya yang selalu berkata ‘semangat’ setiap mengangkat perabot yang akan dibersihkannya. Sampai-sampai Sandy berkata, ”Kamu cocok jadi orang Jepang,” yang selalu mengatakan Ganbate disetiap kali melakukan sesuatu yang berat. Dan tak lama Natasya mengambil selendang lalu mengikatnya diatas kepala dan berkata Ganbate berulang-ulang.
Melihat semangat dari Natasya, Sandy hanya bisa mengangkat topi dan rela membuatkan sarapan untuk mereka berdua.
“Oke, karena hari ini kamu banyak membantu, saya koki kelas satu versi anak kosan dengan senang hati akan membuatkan sarapan buat nona sok tahu dan sok semangat ini. Nona ingin sarapan apa?” tanya Sandy sambil membungkukkan badan tanda hormat layaknya kepada tuan putri.
Mau tidak mau Natasya tersipu malu. “Kok mas Sandy lama-lama kayak mas Anwar pintar merayu gitu.”
“Bedalah, gantengan aku daripada dia,” jawabnya tidak mau disamakan dengan Anwar.
“Tapi mas Anwar udah punya pacar, cantik lagi katanya, nah kalau mas Sandy punya apa yang enggak dipunya sama mas Anwar?”
Sandy berpikir sejenak dan mengatakan dengan lantang. “Aku punya kamu yang enggak dipunya sama Anwar.”
“Ih, maksudnya apa tuh?” kata Natasya dengan wajah yang mulai memerah.
“Memang benar, kamu itu ibarat adik cewek, sedangkan Anwar cuma punya adik cowok yang masih SMP. Sebenarnya dari dulu dia pengen banget punya adik atau kakak cewek, katanya biar bisa dilindungi sama dia gitu, tapi yang dia punya cuma si Tommy adik cowoknya. Walaupun dia tetap bangga sama adiknya sih, soalnya ternyata Tommy lebih jago ngegombal daripada dia,” jelas Sandy menceritakan perihal sahabatnya yang bernawa Anwar.
“Oh, ya. Keluarga mereka pasti lucu banget, mungkin bapaknya dulu raja gombal,” kata Natasya sambil cekikikan.
“Mungkin,” Sandy mengangkat bahu. Ditambah cerita bahwa bapak sama ibunya Anwar itu udah dekat dari SMP, terus ketika SMA mereka pacaran dan berlanjut sampai mereka menikah. Hal itulah yang memicu Anwar mengikuti jejak bapaknya untuk menjadi seorang lelaki yang setia dan memperlakukan wanita bak putri raja. Soalnya kata Anwar dia nggak pernah sekalipun melihat orangtuanya bertengkar, karena bapaknya banyak mengalah dan ibunya mempunyai sifat sabar lagi baik hati.
Sungguh keluarga yang harmonis, utuh dan bahagia, pikir Natasya. Andai ia mempunyai keluarga seperti itu. “Berarti mas Anwar adalah anak yang sangat beruntung mempunyai keluarga yang harmonis ditambah pacar yang setia dan cantik kayak Farah,” mendadak ada sedikit rasa iri dalam hati Natasya. Andai semua keluarga bisa seperti itu.
Sandy ikut merasakan hal yang sama, keluarga utuh dan harmonis. “Iya sih, kita bertiga aja pada iri sama dia, walaupun kadang dia sering ngeluh kalau uang jajannya paling sedikit, soalnya bapaknya cuma kerja di perusahaan swasta bagian stok gudang itupun cuma staf biasa.”
“Justru itu yang lebih beruntung, walaupun hidup sederhana tetapi ibunya mas Anwar ikhlas menerima keadaan suaminya apa adanya. Sosok seperti mereka yang jarang ditemui keluarga zaman sekarang.” melihat Natasya memuji keluarga Anwar, Sandy jadi teringat ibunya Natasya dan kejadian yang menimpa ayahnya, harusnya ia tak perlu melebih-lebihkan keluarga Anwar karena pasti akan menyakitkan, mengingat keluarga Natasya sendiri berantakan, harusnya tadi ia langsung mengganti topik lain. Tetapi Sandy juga berkaca pada keluarganya sendiri yang tak terlalu dekat dengan ibunya semenjak papanya meninggal.
Setelahnya Sandy melanjutkan membuatkan Natasya telor ceplok yang malah mirip telor dadar, lalu mereka akhirnya makan berdua di teras belakang rumah, itu dilakukan dengan sengaja karena ia malas kalau terlihat oleh Januar tetangganya. Ditengah sisa-sisa udara pagi yang masih segar mereka bercengkrama dengan akrab, hingga baru saja mereka menghabiskan sendok terakhir, terdengar bunyi telepon berdering didalam rumah. Sandy langsung masuk dan mengangkatnya. “Halo dengan Sandy disini,” jawabnya semangat.
“Halo, bisa bicara dengan sepupunya Natasya?” terdengar suara yang sudah dihafal oleh Sandy.
“Ada apa Van, jangan modus lu,” dibarengi suara tawa dari ujung telepon Sandy tapi tidak dengan wajahnya sendiri.
“Bercanda bro, sibuk nggak hari ini?” kata Kevan. ”Temenin gue ke toko buku ya. Bisa enggak?” pinta Kevan dengan sangat. ”Gue malas kalau kesana sendiri, nanti pulangnya gue traktir di restoran yang lu suka deh.”
Berpikir sejenak. “Sama siapa aja?”
“Kita berdua doang, Joshua mana mau maen ke toko buku. Kalau Anwar nggak bisa katanya ada janji sama Farah,” jelas Kevan. Awalnya Sandy ragu tetapi apa boleh buat selepas siang ini dia tidak ingin melakukan apapun dirumah.
“Oke, bisa sih tapi abis jumatan ya berangkatnya,” kata Sandy memastikan.
“Sip, deh, kalau Natasya mau ikut dengan senang hati gue seneng banget.”
Makin terlihat maksud dari Kevan untuk mendekati sepupunya, pikir Sandy dalam hati. “Enggak, nanti gue dikacangain lagi,” jawab Sandy menerawang apa yang akan terjadi jika ia mengajak Natasya, bukannya mereka bertiga asyik mencari-cari buku tetapi malah kepergok berdua-duaan di pojok. ”Lagian kenapa sih lu niat mau deketin anak SMA, kebangetan tahu,” umur mereka memang hanya terpaut tiga tahun namun bukan itu yang dipikirkan Sandy, melainkan akankah persahabatannya akan berakhir jika nanti mereka pacaran lalu putus secara tidak baik-baik. Tetapi khayalan itu segera dibuang jauh-jauh oleh Sandy.
“Emangnya nggak boleh,” protes Kevan. ”Yang pertama dia itu udah lulus jadi bukan anak SMA lagi, yang kedua cuma beda tiga tahun doang bro, nanti kalau gue udah umur dua sembilan dia udah umur dua enam tahun, pasangan yang ideal kan tuh. Dan yang ketiga kita bisa jadi saudara beneran bro,” khayalan Sandy kembali terbayang dibenaknya, tetapi langsung disingkirkan dalam sekejap.
Keinginan Kevan jelas-jelas tidak disetujui oleh Sandy. “Ngaco, pokoknya jam setengah dua di pertigaan dekat komplek gue seperti biasa oke,” setelahnya tanpa pikir panjang Sandy langsung mandi dan bersiap untuk jumatan kemudian menyiapkan baju serta barang yang akan dibawa nanti agar tidak telat dengan waktu janjian dengan Kevan. Sebenarnya dia ingin mengajak Natasya agar dia tak sendirian di rumah tetapi karena hanya Kevan yang pergi jadi dia urungan niatnya ditambah jika memang benar Kevan memiliki modus lain maka ini tak boleh dibiarkan, dan memang kebetulan sekali Natasya tidak ingin pergi karena ingin istirahat di rumah karena begitu lelah sehabis membereskan rumah.
*
Tak lama setelah Sandy pergi, sebenarnya Natasya ingin tidur siang tetapi karena Sandy membolehkan dia bermain dikamarnya maka ia memutuskan untuk menghabiskan waktu di kamar Sandy. Disana ia melihat foto-foto Sandy dengan teman-temannya, salah satunya bersama dengan Joshua, Kevan dan Anwar. Mereka semua berseragam sekolah putih abu-abu, masih terlihat sedikit tampang polos mereka. Bahkan Natasya tidak menyangka bahwa Joshua, yang paling tinggi diantara mereka serta mempunyai wajah rupawan juga cool, sampai sekarang masih bergulat dengan narkoba. Sesekali Natasya menyanyangkan tidak ada foto Sandy dengan seorang wanita satupun karena menurut Natasya, Sandy mempunyai modal untuk menggaet wanita manapun kecuali yang bertampang bak model tentunya.
Ketika Natasya baru sebentar saja memainkan gitar Sandy, tiba-tiba ada seseorang didepan rumah yang memanggil nama Sandy. Segera saja Natasya kedepan rumah membukakan pintu dan ternyata tidak lain dan tidak bukan adalah Joshua, orang yang tadi diperhatikan Natasya melalui foto milik Sandy.