22 Juni 2015
Setelah kemaren memantapkan rencana Natasya yang menurut Sandy cukup gokil, hari ini Sandy ingin memantapkan diri kembali melanjutkan membaca novel To Kill a Mockingbird, namun lagi-lagi Natasya mengganggunya dengan nyanyian yang tidak enak didengar sehingga lebih baik ia menunda menyelesaikan novelnya entah untuk yang keberapa kali, walaupun tanpa gangguan dari sepupunya itu, pada dasarnya Sandy memang malas membaca atau lebih tepatnya rajin kalau dalam keadaan deadline dan bisa ditebak ia baru bisa melanjutkan bacaannya ketika berada di bus sewaktu pulang ke Bandung nanti.
Hari ini Sandy malas keluar walau hanya sekedar membeli camilan ke minimarket terdekat, ditambah resiko bertemu dengan Januar. Sandy heran mengapa waktu liburan seperti ini dia sering terlihat dirumah, biasanya saat liburan pun dia sering berkunjung ke perpustakaan kampus, apalagi jarak Jakarta ke Depok tidak begitu jauh, dengan menggunakan kereta Jabodetabek maka tak membutuhkan waktu lama untuk sampai kesana, tetapi mengapa ini malah sebaliknya. Ataukah omongan sedang mengerjakan skripsi hanya sebuah alasan agar dia bisa dibanggakan oleh mamanya. Tiba-tiba saja Sandy bertekad sepulangnya ke Bandung akan berusaha menyusun bahan untuk dijadikan skripsi agar bisa lulus tak beda jauh dengan Januar, syukur-syukur ia bisa lulus lebih dulu dan membuat suatu keajaiban.
Ditengah kebosanan dikamar, Sandy ingin merapikan dan menyusun kembali koleksi cd dikamarnya hanya agar ada kesibukan, tetapi baru baris pertama ia perhatikan rak didepan kasurnya, iatertegun karena koleksi cd musiknya sepertinya berkurang beberapa. Sandy bisa menebak kalau koleksinya itu sudah berpindah ke ruangan lain. Dan hanya satu orang yang patut dicurigai. Pantas saja dari tadi Natasya berlagak menyanyi tidak jelas, pasti dia telah mengambil salah satu cd band rock miliknya.
Sandy menghampiri Natasya diruang keluarga yang tengah asyik bernyanyi bak diva dari negeri seberang, lalu menekan tombol off pada cd player yang ada dibufet.”Kok dimatiin,” protes Natasya. ”Lagi seru-serunya tahu,” tertunduk lesu melihat raut wajah Sandy.
“Seru ya pinjam kaset orang enggak bilang-bilang,” timpal Sandy.
“Tadinya pas mau mulangin baru bilang, kan tadi pagi mas Sandy masih tidur,” jawab Natasya melakukan klarifikasi.
“Tuh kan masuk kamar orang juga enggak ketuk pintu dulu, enggak sopan tahu. Gimana kalau gue lagi enggak pake-” Sandy menghentikan kalimatnya, ia takut Natasya tahu kalau kadang ia tidur hanya memakai celana dalam saja.
“Enggak pake apa?” tanya Natasya dengan tampang polos.
“Selimut,” jawab Sandy mengarang. ”Gue kalau tidur seluruh badan ditutup sampai ke muka, kalau enggak pake kan lu bisa lihat tampang gue lagi tidur.”
“Pasti mas Sandy kalau tidur ngiler ya, makanya malu,” ledek Natasya.
“Terserah lu deh, lagian lu ngapain pinjam cd gue kayak tahu aja lagunya, tadi gue perhatikan lirik lagu kemana lu nada kemana, enggak nyambung,” timpal Sandy.
“Biar aja yang penting seru, daripada mas molor melulu,” Natasya terlihat kecapekan dan langsung minum segelas air putih sampai habis tanpa jeda, Sandy hanya bisa menggeleng-geleng kepala melihatnya. ”Ngomong-ngomong aliran musik mas Sandy itu rock metal gitu ya, kayak anak-anak punk gitu, semua tampangnya seram-seram.”
“Jangan salah band-band punk itu simbol kebebasan, udah lah nanti dijelasin juga enggak ngerti,”
“Kirain mas Sandy suka yang melow-melow gitu, kayak musik pop atau folk.”
“Pada dasarnya gue suka semua jenis musik, dari dangdut, pop rock, blues cuma kalau musik rock metal aliran punk kayak gini, gue terpengaruh sama Joshua,” menunjukkan salah satu sampul depan album ‘Sex Pistols’ yang merupakan salah satu band kesayangan Joshua. ”Gue juga baru suka aliran kayak gini pas maen kerumah Joshua, lihat aja model baju sama tampangnya mirip sama dia kan,” Natasya hanya mengangguk-angguk saja.
Tiba-tiba terpikirkan sesuatu dibenak Sandy, kalau sampai sekarang nomor Joshua enggak bisa dihubungi sama sekali. Kemaren dia juga enggak ikut kerumahnya bersama Anwar dan Kevan. Sandy curiga dia sedang ada masalah dengan keluarganya. Sejak kenal dengan Joshua, Sandy paham dia bukan tipe teman yang selalu ada buat sahabatnya, tak jarang juga dia suka menghilang tak bisa dihubungi. Sandy paham karena Joshua mempunyai banyak teman dan tempat tongkrongannya tidak hanya dengan dirinya dkk lain, yang jelas teman-teman Joshua yang lain bukan tipe seperti Sandy dkk.
23 Juni 2015
Hari ini sudah memasuki hari ke tujuh sejak Sandy tidak bertemu dengan Joshua. Dia hanya ingin mengabarkan untuk mengajaknya menemani Anwar akhir minggu ini tetapi nomor Joshua selalu tidak aktif sekalipun aktif pasti suara operator yang menjawabnya. Kevan dan Anwar juga sudah berusaha menghubungi Joshua namun mengalami hambatan yang sama seperti Sandy. Pernah sekali yaitu dua hari yang lalu Sandy mencoba menelpon Joshua, tetapi yang mengangkat ayahnya dan Joshua sedang tidak ada di rumah. Dan hari ini Sandy akan mencoba datang kerumahnya hanya untuk memastikan sekaligus bersilaturrahim karena sudah lama tidak main kerumah Joshua. Semoga saja dia sedang ada dirumah.
Tepat sekitar jam satu siang Sandy sampai didepan rumah Joshua. Sudah lebih dari dua menit Sandy memanggil Joshua ataupun memberi salam namun tak ada jawaban dari dalam rumah Joshua. Jika dilihat dari luar memang pintu rumahnya tertutup tetapi pintu pagar terbuka begitu saja. Dan Sandy hafal sekali keluarga Joshua, yah bisa dikatakan tak ada yang beres dengan mereka, jika dibandingkan dengan ayah Natasya, entahlah mana diantara mereka yang lebih buruk.
Sandy berusaha menunggu, menunggu dan menunggu,sampai ketika panas semakin terik dan jam sudah hampir menyentuh angka dua siang, Sandy mulai pasrah dan bersiap untuk pulang, dan baru saja Sandy bangkit dari kursi teras rumah Joshua, berhenti sebuah mobil jeep besar diseberang rumah dan turunlah seseorang yaitu Joshua dari dalam mobil.
“Ntar malam ya Jo, kita jemput,” kata suara dari balik bangku supir dan Joshua melambaikan tangan kirinya sedang tangan yang satunya masih menempel sebatang rokok.
Ketika Joshua masuk kedalam rumah dan melihat Sandy berdiri di teras rumahnya, ada gerakan salah tingkah dari Joshua yang berusaha disembunyikan. Sandy melihat Joshua terlihat lusuh dengan baju belelnya dan rambutnya yang kusut namun masih sedikit terlihat ketampanannya, walaupun bibirnya terlihat pucat sekali dan sedikit batuk menyertai. Sandy menebak dia belum mandi dari dua hari yang lalu.
Sandy juga merasa tidak enak datang tiba-tiba tanpa bilang terlebih dahulu. ”Sorry ya gue datang enggak ngomong-ngomong.”
“Enggak perlu sorry kali,” Joshua bersikap salah tingkah.
“Kayaknya lu kelihatan capek banget, istirahat deh,” kata Sandy menyakinkan.
“Biasa gue mah, lu sendiri udah lama disini?” tanya Joshua pelan. ”Sorry bokap nyokap kayaknya lagi nggak ada di rumah juga.”
“Enggak kok gue baru sekitar lima menit disini tadi juga sebenarnya mau langsung pulang,” Sandy berpikir sejenak dan dia bingung harus berkata apa, andai saja ada Natasya yang pintar mengarang pasti ia tak merasa kesulitan. ”Sebenarnya tadi gue habis dari mall terus mampir kesini, dah lama aja nggak ke rumah lu.”