HOMECOMING

Lucky
Chapter #11

Bab #11

27 Juni 2015

Sandy hari ini terbangun dengan suara yang sangat sibuk dirumahnya, diyakini berasal dari dapur. Karena penasaran Sandy langsung melesat bangun dan melihat mamanya dan Natasya sedang sibuk di depan kompor dengan celemek masak serta bahan-bahan masakan terhampar didepannya. Sandy melihat Natasya sedang mengaduk-aduk panci sedangkan mamanya sedang berkutat dengan tepung. Ia melihat Natasya bersemangat sekali padahal malam ini mereka ingin pergi keluar. Ada sedikit kode yang dilontarkan Sandy ke arah Natasya, tetapi Natasya tidak menghiraukan karena harus membantu budenya.

Namun Natasya memberitahu Sandy bahwa ia sudah meminta izin keluar sehabis maghrib dan pagi ini Natasya hanya membantu budenya membuat camilan untuk teman-teman mamanya nanti sore. Dan Sandy pun lega karena mamanya mengizinkannya keluar bersama Natasya, entah karena ikhlas atau Joshua tidak ikut andil, atau juga karena kehadiran Sandy tidak dibutuhkan.

*

Tepat sehabis maghrib mereka berdua keluar rumah, setelah berpamitan dengan mama Sandy dan juga beberapa teman mamanya yang sudah datang. Sandy yang berpakaian sangat casual dengan hanya memakai kaos dan jeans tak lupa jaket tebal yang menempel dibahunya serta tak lupa juga cupcake yang hampir seharian mereka buat kemaren telah dihias dan dibungkus sangat rapih dengan box dan pita berwarna merah, sedangkan Natasya kali ini untuk ukuran seorang Natasya berpakaian cukup feminim. Kali ini ia memakai rok selutut berwarna pink dan baju berlengan panjang yang menempel ketat dibadannya yang mungil, tak lupa sedikit riasan bedak dan lipgloss dibibirnya yang tipis, tetapi yang menjadi perhatian Sandy tentu bando yang dikenakan Natasya dengan boneka telinga kelinci ditengahnya dimana mirip dengan simbol salah satu majalah porno. Sandy tidak tahu dimana Natasya membelinya ataupun tahu apa makna simbol itu.

Awalnya Sandy ingin menyeletuk mengenai bando yang dipakai Natasya tetapi karena ia takut terlambat datang ke tempat Farah maka ia urungkan niatnya. Di depan komplek mereka menunggu Kevan dan Anwar datang untuk menjemputnya. Dan ketika jam baru dua menit akhirnya Kevan dan Anwar pun tiba dengan mobil kakaknya Kevan. 

Ketika pertama kali melihat Natasya dengan make up, Anwar langsung memujinya. ”Wah cantiknya, nggak percuma saya memutuskan Farah ternyata Tuhan langsung mengirimkan penggantinya buat saya,” Sandy yang mendengarnya terlihat mau muntah.

“Makasih mas Anwar,” kata Natasya tersipu malu. ”Tuh mas Sandy kayak mas Anwar dong langsung memuji, ini mah boro-boro dari tadi bawaannya pengen langsung ngeledek aja kan,” Natasya cemberut kepada Sandy.

“Iya habis lihat tuh bando lu, kecentilan tahu enggak,” ledek Sandy.

“Kecentilan gimana, lucu tahu,” balas Natasya. ”Iya kan,” wajahnya mengarah pada Kevan dan Anwar untuk meminta persetujuan.

Namun sebelum Anwar menyetujui perkataan Natasya, suaranya sudah dipotong oleh Kevan. “Udah-udah, cepet naik kedalam, nanti telat lagi,” kata Kevan dari belakang stir mobil dan dengan terpaksa Sandy dan Natasya naik saling dorong-dorongan dan tak lama mereka segera meluncur ke tempat Farah. 

Sesampainya disana, Anwar sudah bersiap-siap seraya merapikan baju serta rambutnya didepan rumah Farah sedangkan Sandy, Kevan dan Natasya tak berada jauh dari mereka bersembunyi disela-sela tanaman sebelah rumah Farah yang secara kebetulan sedang kosong.

Setelah beberapa kali Anwar mengucapkan salam akhirnya Farah sendiri yang keluar membukakan pintu pagar rumah dengan wajah masam. ”Hei,” sapanya kaku. “Masuk, kita ngobrol di teras aja,” ada suasana tidak mengenakan menyelimuti keduanya terlihat dari canggunggnya sikap Anwar. Farah pun juga begitu, terlihat gelisah karena sebelumnya sudah mematahkan hati Anwar yang sudah setia menemaninya selama bertahun-tahun, tetapi dia siap menerima konsekuensinya, toh sebenarnya Farah sudah sangat ingin mengakhiri hubungan ini, namun tidak dengan Anwar.

Mereka saling diam sebentar tetapi tiba-tiba Anwar memasang wajah memelas dengan raut penyesalan serta rasa iba yang menurut Sandy sangat dibuat-buat, seperti halnya sinetron yang ada ditelevisi. ”Aku tahu hubungan kita udah berakhir, tapi aku cuma...,” Anwar berkata lirih. ”Aku sebenarnya sayang sekali sama kamu, melebihi apa yang aku punya di dunia ini,” kata-kata gombalnya serasa memenuhi pikiran Farah dengan rasa iba, pikirnya dengan sebuah rayuan hati Farah akan mendadak layu. ”Bahkan aku rela menukar semuanya yang aku miliki termasuk sahabatku sendiri demi kamu,” kata-kata yang terakhir sebenarnya tidak ada di skenario, itu hanyalah ungkapan hiperbola seorang Anwar.

Namun dari kejauhan masih terpantau oleh Sandy, ia bergumam. “Kurang ajar si Anwar, dia lebay banget. Dia lebih milih cewek kayak gitu daripada sahabat kayak kita gini,” Kevan segera menyikutnya. ”Sssst bisa diem enggak... nanti ketahuan.”

Farah mulai angkat suara. ”Gimana ya War, aku sebenarnya juga masih sayang sama kamu, tapi aku butuh waktu dan sekarang lebih baik kita break dulu,” terus jalan sama cowok lain gitu, kata Anwar dalam hati.

“Iya aku ngerti kamu butuh waktu, aku kesini cuma mau mengutarakan isi hatiku aja yang mungkin terlewat saat kamu mutusin aku di telepon kemaren,” jelas Anwar lirih.

“Oh ya itu juga, aku juga minta maaf karena udah mutusin kamu lewat telepon, seharusnya kita bisa ketemaun dulu,” kata Farah basa basi.

“Apa nggak ada cara lain selain berakhir kayak gini?” Anwar mulai memohon. “Aku minta maaf kalau selama ini aku kurang perhatian,” perasaan sudah lebih dari cukup aku berkorban. ”Aku nggak bisa memenuhi semua keinginan kamu,” itu karena kamu terlalu serakah jadi cewek. ”Dan setiap kita makan diluar, kamu selalu ngeluh kalau ditraktir di warung makan pinggir jalan,” aku cuma sanggupnya itu kamu mau apa. ”Dan setiap kamu ulang tahun, cuma kado murahan yang bisa aku kasih,” emang aku anak orang kaya apa bisa kasih kamu kado yang mahal dan spesial.

“Bukan begitu War. Aku terima kamu apa adanya kok, cuma...,” Farah berusaha mengarang sesuatu. Cuma apa, cuma ada cowok lain yang lebih tajir dan tampan daripada aku. ”Kamu terlalu baik buat aku, kamu nggak pantes buat aku,” Terbitlah omongan klise setiap cewek jika menolak seorang cowok.

Cukup sudah kepura-puraan ini. “Kalau kamu memang udah nggak bisa terima aku lagi, apakah kamu mau menerima persembahan terakhir ini dari aku,” Anwar menyerahkan sekotak cupcake yang telah dibuat oleh Natasya dan Sandy beserta hadiah berisi tas kepada Farah. “Sebagai hadiah karena telah menjadi bagian dari hidup aku selama enam tahun ini,” Farah menerimanya dengan wajah takjub dan antusias, mungkin baru kali ini menerima hadial spesial dari mantan kekasihnya itu.

Dan ketika Farah melihat isinya dia lebih terperangah lagi. ”Waduh bagus banget Anwar, ini kayaknya tas mahal,” jelas mahal aku nabung berbulan-bulan buat nyenengin kamu tapi kamu tega jalan sama cowok lain. ”Kuenya juga kayaknya kelihatan enak,” Anwar memandangi wajah Farah menunggu momen yang pas. ”Ini beneran buat aku?” tanya Farah seperti ada sesuatu maksud dibaliknya.

“Aku ikhlas dari lubuk hatiku yang terdalam,” jawab Anwar lugas. ”Karena sejak aku bertemu kamu, aku sudah merasa bahwa kamu adalah takdirku,” seketika wajah dan nada suara Anwar berubah. ”Tetapi setelah aku melihat kamu membohongiku dari belakang terus jalan sama cowok lain bahkan sebelum kita putus, kamu adalah cewek terJAHAT yang pernah aku kenal,” sesudahnya Anwar seperti sedang mencurahkan segala kekesalannya berdasarkan skenarion yang sudah disusun oleh teman-temannya selama beberapa hari ini.

“Dari dulu aku kurang baik apa sama kamu. Tugas udah dikerjain, pulang pergi sekolah sama kuliah dianter, kalau ada apa-apa minta temenin, tapi kamu selalu ngeluh, semua pemberian aku kamu nggak hargai, dan makin hari ke hari kamu selalu pamrih, terus kalau aku ajak jalan sama temanku selalu enggak mau, alasan inilah alasan itulah, semester pendek tahun kemaren aku enggak pulang ke Jakarta juga karena kamu yang minta ditemenin,” Anwar berhenti sejenak mengatur napas, wajahnya merah menahan amarah. ”Tetapi setelah dipikir-pikir omongan kamu ada benarnya, aku memang terlalu baik sama kamu, aku memang tidak pantas buat kamu tapi kamu lebih tidak pantas lagi buat aku.” 

Lihat selengkapnya