HOMECOMING

Lucky
Chapter #12

Bab #12

29 Juni 2015

Hari ini sebenarnya Sandy bangun pagi sekali tetapi ia menunggu mamanya berangkat kerja terlebih dahulu baru ia keluar dari kamarnya. Ia masih kesal dengan mamanya yang seakan-akan menyalahkannya karena berteman dengan Joshua, apa yang salah dengan sebuah persahabatan, jika teman dekat mamanya melakukan kesalahan pasti mamanya juga berada dipihaknya. 

Di teras belakang Sandy melihat Natasya sedang berdiri dengan satu kaki kanan sedangkan kaki kirinya dilipat ke lutut sebelah kanan, mungkin Natasya sedang mempratekkan ilmu dalam, pikirnya.

“Lagi ngapain lu?” kata Sandy agak sedikit kasar. ”Semedi,” Natasya diam saja. ”Semedi di goa bukan dibelakang rumah.”

Natasya menarik nafas dalam-dalam berdiri diam masih tak menjawab pertanyaan Sandy. ”Lagi yoga kan,” Sandy menyenggol bahu Natasya tetapi dia tetap diam. ”Ada kecoakkk,” teriak Sandy dan Natasya langsung menurunkan kaki kirinya dan mencari-cari dimana kecoaknya. “Mana...mana... kecoaknya,” Natasya sibuk melihat kesana kemari mencari keberadaan kecoak, hewan yang paling dibencinya, khususnya kecoak terbang.

Sandy tertawa. “Yang bener aja, mana ada kecoak di teras, di atas rumput lagi,” kata Sandy tertawa lebar sambil memegangi perutnya. ”Ada juga mereka seringnya di kamar mandi.”

“Gangguin orang aja nih mas Sandy, biarin aku sumpahin kecoaknya masuk ke kamar mas Sandy,” Natasya memasang wajah cemberut, baru saja akan mempraktekan hidup sehat dipagi hari sudah diganggu oleh sepupunya.

“Kamu tuh enggak cocok olahraga-olahraga beginian, lagian kan badan kamu udah bagus ngapain sok-sok an olahraga.” 

“Memangnya olahraga buat kecilin perut doang, tujuan utama olahraga itu untuk kesehatan, baik jiwa ataupun raga, jadi mas Sandy kalau mau sehar jasmani dan rohani olahraga tiap pagi.” 

“Kalau olahraga aja baik untuk jasmani dan rohani buat apa mama buka praktek psikolog, buat apa ada rumah sakit, sampai ramai-ramai orang buka pengobatan alternatif belum dukun-dukun buka praktek juga,” kata yang terakhir itu hanya bercandaan Sandy saja.

“Diajak bener kok ngeyel, kalau malas bilang aja malas,” keluh Natasya.

Walaupun kata-kata Sandy membantah ucapan Natasya toh nyatanya secara tidak sadar ia akhirnya melakukan gerekan seperti yang dilakukan Natasya. “Nanti mau ikut nggak ke rumah Joshua?” Sandy menarik napas dalam sambil menggerakkan tangannya.

Setelah berpikir agak lama Natasya berkata,” Nggak ah, aku lagi mau dirumah aja, lagian kayaknya nanti mau keluar juga.”

“Kemana? Jangan jawab mau tahu aja,” Sandy menirukan nada Natasya yang setiap kali ditanya jawabannya selalu sama, tetapi disebelahnya Natasya tertawa kecil karena memang kalimat itu yang bisa dia katakan, karena dia suka membuat Sandy penasaran. ”Lu selalu gue ajak kalau gue pergi, tapi giliran lu pergi enggak pernah ngajak, bilang aja enggak kemana,” mulut Sandy sudah seperti mulut perempuan yang sifatnya nyinyir.

“Kalau Natasya jawab mau ketemua sama teman-teman karang taruna pasti diledekin.”

“Enggak kok, asal...,” Sandy memikirkan satu alasan yang masuk akal.

“Asal apa,” desak Natasya.

“Ada cewek cantik yang bisa dikenalin,” Sandy tertawa kecil sedangkan Natasya menatapnya tajam

“Makanya mas bergaul jangan sama cowok melulu jadi enggak bisa kenalan kan sama cewek,” balas Natasya. ”Kuliah jauh-jauh ke Bandung tapi pergaulannya masih kurang.”

“Bergaul sama teman-teman satu kelurahan aja bangga,” timpal Sandy. ”Lagian jadi karang taruna bisa apa nanti, paling cuma jadi panitia pencoblosan pemilu terus kecipratan dana hibah dari parta deh.” 

“Sinis aja, enggak apa-apa cuma ngurusin penyelengaraan pemilu yang penting enggak ngurusin urusan orang lain,” jawa Natasya lugas dan jelas, kata-katanya membuat Sandy tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Lihat selengkapnya