Rania merasakan kebingunan yang mendalam. Dia berada di tempat yang berbeda dari sebelumnya. Ini bukanlah kamar yang ditempatinya sejam yang lalu. Tidak ada ranjang bersprei putih yang ditidurinya. Justru ruangan yang sekarang menyimpan Rania di dalamnya bukanlah ruangan yang akrab dengan Rania. Ini ruangan yang berbeda.
Rania berjalan maju mencari-cari petunjuk ruangan apa sebenarnya yang ia datangi saat ini. alasan apa yang menyeretnya ke tempat tidak berpenghuni ini? sekarang keadaan semakin menakutkan untuk Rania hadapi seorang diri.
“Halo? Ada orang di sana? Halo...”
Seruan Rania berbuntut sia-sia. Siapapun tidak menjawab panggilannya. Menyatakan dengan jelas hanya Rania saja yang ada di ruangan tersebut.
Ruangan itu di dominasi warna abu-abu. Sisi kiri dan kanan Rania dihiasi tembok terbuat dari batu bata. Lantai yang diinjaknya terasa dingin menyentuh permukaan telapak kaki Rania. Bahkan Rania baru menyadari ia bertelanjang kaki tanpa alas sehelai pun.
Di hadapannya hanya tersaji bayang-bayang berwarna putih. Semakin Rania melangkah ke depan ia semakin melihat lorong yang tak ada ujungnya. Seolah-olah Rania berada di tempat yang tak bernama.