Mulai dari sini pov akan berubah jadi lewat pandanganku, Zakka. Soalnya si author lagi bingung mau nulis gimana.
Aku terpaku melihat abang-abang itu, dia juga terpaku, entah karna apa—gak mungkin cuma gara-gara aku tabrak. Aku nunduk beresin buku-bukunya yang jadi korban kecelakaan antara kami.
Gak lama, dia tersadar—udah kayak abis kehipnotis toko roti Bu Via— dia ikut nunduk, ambil buku-bukunya yang udah semuanya ada di tanganku.
"Maaf ya Kak, ada yang luka nggak?" Ucapku sesopan mungkin.
Ia membenarkan posisi kacamatanya—yang sebenarnya tidak perlu di benarkan, seperti hanya gerakan refleks yang sudah menjadi kebiasaan.
"Gakpapa kok, santai aja.."
Bli Teguh langsung datang dengan langkah cepat, suaranya pun ramah banget.
Assek keknya Kakak ini gak inget aku pas di supermarket dengan kejadian snack, karna fokusnya udah bukan ke aku lagi.
(Makanya gausah kegeeran, lu gak sepenting itu di hidup orang lain Zak)
“Maaf Kak, saya yang bertanggung jawab di sini. Maafkan kelalaian staff kami. Kakak gak apa-apa? Buku-bukunya bagaimana?”
“Ehhh—nggak papa kok Mas, buku saya juga nggak kenapa-kenapa,” ucapnya ramah.
Aku merasakan tatapan tajam Bli Teguh seakan bisa membunuhku.
“Ini benar-benar di luar kendali kami. Untuk permohonan maaf, bagaimana kalau saya berikan voucher 3× minum gratis? Sekali lagi, mewakili manajemen, saya minta maaf sebesar-besarnya.”
"Tidak perlu Mas, saya dan buku saya tidak apa-apa" ucap si abang itu—makhluk macam apa yang menolak gratisan, dia pasti bukan manusia! Apa jangan-jangan dia siluman Labubu?
"Tolong di terima Kak, ini sebagai permohonan maaf atas kecerobohan salah satu staff kami"
Sial, benar saja terasa seperti membunuh—membunuh dompetku ternyata. Gajiku pasti bakal kepotong gara-gara ini.
Tapi ngeliat tatapan ramah Bli Teguh ke abang itu, aku nggak bisa protes, meski hati ini pengen banget komplain, karna sudah jelas itu kecerobohanku.
Lalu, seseorang pangeran tak berkuda pun datang. Siapa lagi kalau bukan Bang Jena.
Dia baru keluar buat ngambil beberapa barang keperluan toko. Tapi aku kaget… dia langsung menyapa manusia berkacamata itu.
“Lohh Calvin, kapan datengnya?”
Senyum Jena muncul, gingsul kanannya bikin jantungku hampir berhenti.