“Lama banget, sih!”
Suara omelan itu membuat Chiko yang sedang asyik duduk di ayunan teras rumahnya menoleh ke arah rumah di seberang. Sesosok anak cewek kecil berdiri di depan pagar sedang memarahi anak cowok yang baru muncul. Keduanya sama-sama membawa sepeda roda dua. Bedanya, sepeda milik anak cewek itu dipasangi roda bantu, sedangkan punya si anak cowok tidak.
“Maaf, Vel. Ketiduran tadi.”
Si anak cewek tadi masih cemberut, membuat Chiko mendengus. Dia tidak akan tahan bergaul dengan anak cewek itu dan sangat heran bagaimana si anak cowok bisa betah.
“Mas Chiko, mau makan sekarang?”
Anak itu menoleh ke arah wanita paruh baya yang bekerja sebagai ART sekaligus pengasuhnya. Dia belum lapar, tetapi kalau tidak makan tepat waktu lalu sakit, Mami pasti akan memarahinya.
“Bibi bawa ke sini aja, ya?”
Chiko hanya mengangguk. Bibi tersenyum kecil, lalu kembali masuk rumah untuk mengambil makanan sementara Chiko tetap di ayunan sambil memandang ke luar pagar. Kedua anak itu tampak beriringan mengayuh sepeda ke arah taman bermain di kompleks perumahan mereka. Chiko sendiri jarang bergabung dengan anak lain di sana. Menurut mereka, dia sombong. Padahal, bukan salahnya kalau apa yang dia punya lebih menarik daripada punya anak-anak lain. Dan, menurut Chiko wajar saja bila dia ingin anak-anak lain tahu bahwa dia punya mainan yang seru dan mengasyikkan.