Hong, Qilin, dan Dua Negeri

Petrus Setiawan
Chapter #21

Upacara Pemanggilan Arwah

Yung mati di rumah kami tidak lama setelah kerusuhan besar di Mantuong yang kuceritakan. Si tua itu akhirnya mati juga setelah begitu lama kencing manis menggerogotinya. Aku ingat beberapa hari sebelumnya, seorang kuliwo melaporkan, dia dalam kerabunan dan keterseokannya, menyeret diri keluar kamar dan melahap habis dua tiabia1 besar yang tercium dari kamar, padahal dia tahu dilarang keras oleh dokter untuk makan benda penuh lemak babi itu. Setelah itu dia naik kembali ke tempat tidur dengan tidak bersalahnya.

“Dasar orang tua bodoh! Kau tahu, tiabia itu hanya akan membuatmu lebih cepat mati!” omelku dengan marah, sesuatu yang amat kusesali saat dia benar-benar mati.

Tiabia apa? Aku sudah tujuh tahun tidak makan tiabia!” katanya berkilah.

Tjempaka kembali menampakkan diri dan menertawakanku di hari Yung mati.

“Suamimu, si tua perkasa itu bisa mati juga! Aku yang membuatnya makan kue daging babi itu! Aku yang membuatnya tidak berdaya dan menderita selama tahun-tahun masa tuanya. Seperti itu juga akan kubuat saat-saat terakhirmu nanti! Tunggu saja!” Sesudah itu dia menghilang dengan tawa mengejeknya.

Toko peti mati segera mengirimkan peti kayu besar berukir yang sudah dipesan lama. Hiolo kuningan baru juga sudah disiapkan. Benda itu berkuping di kiri kanannya dan bertuliskan huruf hsi yang artinya bahagia. Hiolo itu ditempatkan di atas meja bersama potret Yung dan sepasang lilin putih. Hiolo itu diisi dengan abu dari dapur agar hio bisa menancap di sana. Di samping peti mati disiapkan tempat untuk membakar kertas sembahyang.

Waktu peti ditutup adalah waktu yang kurasakan paling menyedihkanku. Selamanya aku tak akan melihatnya lagi. Doa pendeta dari vihara mengiringi setiap pemukulan paku di keempat sudut peti. Saat paku terakhir dipukul, seluruh keluargaku menangis paling sedih. Lengkap sudah perjalanannya setelah paku keempat itu. Pepatah mengatakan, seseorang hanya bisa dinilai baik atau buruknya setelah paku keempat dipukulkan di peti matinya. Paku keempat Yung sudah dipukulkan dan sudah tertancap. Aku tahu, dalam hidup dan sifatnya yang jauh dari sempurna, Yung tetaplah seorang yang baik. Begitu pun dia di mata semua orang yang hadir dalam hari-hari perkabungan itu.

Lihat selengkapnya