Hong, Qilin, dan Dua Negeri

Petrus Setiawan
Chapter #32

Akuh Giok

Dia sudah begitu sejak ingatan terjauhku. Katanya, dia mendengar suara-suara. Seringkali aku dengar dia bicara sendiri. Kadang dia tertawa kecil seperti baru saja mendengar lelucon konyol yang cuma dia yang tahu. Di lain waktu dia menangis. Kadang suaranya perlahan, kadang keras. Kadang dia teriak-teriak. Seringnya dia berteriak saat malam. Padahal, dia kan tidur bersama Amah.

Akuh paling sering marah pada Amah. Aku gak tahu kenapa bisa begitu, padahal kepadaku dan orang lain dia tidak begitu. Dia bahkan pernah memukul Amah waktu sedang kumat. Dia tidak pernah memukulku sekali pun.

Aku ingat waktu aku masih kecil, Akuh selalu memegang tanganku. Dia tidak pernah melepas, seperti takut aku hilang. Waktu itu aku takut. Setelah lebih besar, aku kira saat itu Akuh cuma sayang padaku. Mungkin aku salah. Sekarang aku tahu, dia yang sebenarnya ketakutan dan butuh pegangan.

"Akuh, mau makan?" tanyaku waktu aku masuk.

Akuh duduk di lantai, rambutnya acak-acakan. Dia menoleh ke arahku, matanya besar seperti orang yang baru bangun dari mimpi buruk. "Makan apa?" katanya dengan suara serak. "Makan apa, kalau semuanya sudah diambil?"

"Masih ada nasi dengan daging babi, tadi Mami masak," jawabku, heran dengan perkataannya, tapi malas bertanya siapa yang mengambil makanannya.

Akuh mendekat padaku, tatapannya tajam, curiga, seperti dia bisa melihat sesuatu yang aku tidak tahu. "Kamu dengar dia juga?" tanyanya. "Dia selalu datang malam-malam. Dia bicara, tapi tidak ada wajahnya. Hanya suara."

Aku menggeleng. "Enggak, Akuh. Nggak dengar apa-apa." Aku tidak mau berdebat dengannya soal ini. Lagipula, buat apa berdebat dengan orang yang bicara sama bayang-bayang?

Lihat selengkapnya