Hong, Qilin, dan Dua Negeri

Petrus Setiawan
Chapter #34

Naomi

Aku ingat saat pertama kali mulai dekat dengan Naomi. Dia duduk di bangku kayu di belakang sekolah, di bawah pohon besar yang selalu berderak pelan ketika angin sore datang. Rambutnya yang panjang dan lurus berkilau terkena cahaya matahari yang mulai meredup. Naomi tidak banyak bicara, tapi ketika ia berbicara, suaranya lembut, seperti suara daun pohon-pohon di Jalan Riau yang bergesekan dengan angin Bandung jam dua siang.

Saat itu aku sudah kelas 2 SMP. Sekolah sudah sepi. Aku sedang akan melangkah ke luar gedung. Saat itu aku melihat Naomi duduk sendirian di bangku panjang di depan kelas kami, kelas 2A. 

Aku sudah kenal Naomi sejak kami masih di SD. Kemiripan kami, kami sama-sama pendiam dan penyendiri, sama-sama introvert dan tentunya, sama-sama Tionghoa.

Naomi tidak cantik. Penampilannya amat sederhana. Dia masih memakai seragam kelas satu-nya, yang sudah kesempitan. Anak cewek seumuran SMP kan badannya cepat sekali bongsor. Kemeja putihnya sudah menguning, tapi tetap saja kelihatan di baliknya bahwa dia sudah pakai beha yang kedodoran, sementara teman-teman cewek lain banyak yang masih pakai kaus dalam. Roknya terlihat kependekan. Kalau dia duduk sering sembrono dan agak mengangkang. Temanku, Erwin si Cunihin sering pura-pura menjatuhkan penghapus agar bisa menikmati pemandangan di balik rok itu.

“Warnanya gak jelas. Coklat atau item,” kata Erwin menggambarkan pengamatannya dengan bangga. Gak tau malu memang manusia satu itu.

Sama seperti aku, Naomi langganan dipanggil Tata Usaha sekolah karena telat bayar uang sekolah. Naomi anak tunggal. Kudengar, orangtuanya bercerai. Naomi tinggal bersama Ibunya, yang kemudian harus bekerja di Jakarta, persis seperti Mami. Naomi tinggal bersama neneknya. Aku pernah ke rumahnya. Neneknya tidak pernah tersenyum dan hanya mengangguk saat teman-teman Naomi menyapa sopan. Sepertinya dia menanggung beban berat berantakannya keluarga anaknya. Ya, tidak beda jauh dengan Amah memandang situasi keluarga kami.

Ngapain, Naomi? Nunggu siapa?” tanyaku

Gapapa, ga nunggu siapa-siapa.”

Lihat selengkapnya