Hong, Qilin, dan Dua Negeri

Petrus Setiawan
Chapter #42

Tangan Dalam Gelap

Ini tentu terlalu berat untukku. Terlalu berat untuk siapa pun. Jika kau, setelah hidup delapan belas tahun, baru tahu bahwa seluruh cerita hidupmu hanyalah kepura-puraan dan kebohongan besar. Kau bukan anak orang-orang yang selama ini kau panggil ayah dan ibu. Ibumu yang sesungguhnya sudah mati, dan kau lahir dari peristiwa perkosaan brutal yang terjadi berulang-ulang, bertubi-tubi. Dan bahwa ayahmu – jika mahluk jahanam yang getah muncrat dari kontolnya mencapai telur ibumu duluan bisa disebut ayah - adalah satu dari iblis jahanam yang menjamah ibumu. Entah benih dari getah iblis mana yang kebetulan menang balapan mencapai telur ibumu tidaklah jelas. Terlalu banyak iblis. Dan kau anak iblis. Dengan seorang perempuan gila yang baru kau sadar dia ibumu setelah dia mati dalam kegilaannya.

Jika kau jadi aku dan baru tahu itu semua, kujamin kau pun akan terguncang. Apalagi saat kau sadari mahluk yang paling kau sayangi dan kau pikir paling peduli kepadamu tiba-tiba menjauh dan menganggap kau tidak pernah ada dalam hidupnya, dan kini menghilang seperti ditelan Cikapundung. Tapi, tentu saja. Apa yang bisa diharapkannya dari seorang anak iblis dan perempuan anggota PKI yang gila?

Ini terlalu berat bagi seorang anak delapan belas tahun. Sepertinya, terlalu berat bagi siapa pun. Baiklah, Naomi. Cerita kita bermula dengan sesuatu yang kucari dari Toko Riau. Mungkin baiknya kuakhiri juga dengan sesuatu yang kucari dari sana. Botol demi botol minuman keras tidak cukup membuatku lupa semuanya. Maka dalam keputusasaan, aku meraih kaleng berisi cairan yang tidak hanya bisa membunuh serangga. Mari akhiri semua ini.

Malam itu, aku masuk kamar dan mengunci pintu. Semua sudah rapi. Gelas sudah kuisi penuh. Kusiapkan dua surat. Satu untuk Mami, dan satu untuk Naomi – entah apakah akan pernah sampai padanya dan dibacanya. Apa peduliku?

Beginilah bunyi surat-surat yang sudah kusiapkan.

Mami,

Entah dari mana aku harus memulai surat ini. Rasanya, ada begitu banyak hal yang ingin aku katakan, tapi kata-katanya seolah tersangkut. Aku hanya ingin Ibu tahu betapa aku mencintaimu. Sebenarnya berat meninggalkanmu, meski aku tahu ini adalah langkah yang harus kuambil.

Terima kasih untuk semua kasih sayang yang selalu Mami berikan kepadaku. Terima kasih untuk setiap malam Mami terjaga hanya untuk memastikan aku baik-baik saja, dan untuk setiap nasihat yang selalu Mami berikan.

Maafkan aku jika selama ini aku banyak mengecewakanmu. Aku sadar sering kali aku keras kepala dan sulit untuk dinasihati. Mungkin ada saat-saat ketika aku membuatmu sedih atau marah, dan mungkin aku juga tidak cukup banyak menunjukkan betapa aku menghargai semua yang sudah Mami lakukan untukku.

Aku pamit, Mami. Mungkin kita akan ketemu lagi. Mungkin juga tidak. Aku sungguh tidak tahu.

Selamat tinggal, Mami. Sampaikan terima kasih dan maaf juga kepada Papi.

Love,

Ken.

Naomi,

Lihat selengkapnya