Hong, Qilin, dan Dua Negeri

Petrus Setiawan
Chapter #44

EPILOG

Pada awalnya, aku, seperti siapa pun, tidak bisa memilih lahir, hidup dan matiku. Aku tak pernah memilih lahir sebagai tonneng di Fuqing, Cungkuo dan mati di Mantuong, Yìnní. Aku tak memilih jodohku dan anak-anakku. Nippon, Mao Tse-tung, atau pun si Pemimpin Banyak Senyum tidaklah pernah kupilih untuk menjadi bagian dari perjalanan hidupku. Apalagi nugui dan si Tjempaka. Namun seperti kau tak bisa memilih lahirmu, kau tak bisa memilih jalan hidupmu.

Satu-satunya yang paling jelas kupilih untuk kulakukan seumur hidupku adalah untuk melindungi orang-orang yang kukasihi. Apakah aku berhasil? Aku tak tahu dengan jelas.

Aku teringat nyanyian Ken dulu sekali … Tuhan cinta semua bangsa di dunia. Putih, kuning dan coklat …

Namun tidak semua bangsa cinta pada semua bangsa. Jepang menjahati tonneng. Huangiang menjahati tonneng. Tonneng pun sering menjahati huangiang.

Suatu hari di bulan kelima di suatu tahun Macan1, para iblis tidak ada di neraka. Mereka semua ada di Pa-liang. Mereka berpesta menjahati, merenggut, merusak, mencelakakan, bahkan membunuh anak-anak gadis kami. Kapan lagi pesta amoy? Kata mereka, sambil tertawa-tawa dan bersorak sorai.

Lihat selengkapnya