•Kixey Acantha POV•
Setelah makan malam selesai gue berniat untuk menyusul Kixer yang berada kamarnya Sekarang. Rasa penasaran itu melunjak, ingin tau apa yang sedang dia sembunyikan.
Tok ... tok ... tok ...!
Gue mengetok pintu kamarnya. Cukup keras. Seperti ketukan yang dia lakukan di pintu kamar gue tadi.
Dia masih belum membuka pintu kamarnya. Oke, gue masih bisa sabar.
Tok ...! tok ...! tok ...!
Gue kembali mengetok, kali ini lebih keras. Gue masih bisa nunggu.
What! Dia gak ada niatan buat buka pintunya? Gak mungkinkan kalo sekarang dia udah tidur. Ini baru jam delapan.
Kali ini gue harus tendang pintunya.
Satu
Dua
Belum sempat kaki gue menghantap pintu, tiba-tiba pintu udah di buka sama dia. Bener-bener nyeselin, gue hampir jatuh gara-gara dia.
"Ke-kenapa pintu kamar gue mau ditendang? Pi-pintu gue gak berubah jadi bolakan dimata lo?" tanya dia gugup entah kenapa, padahal gue cuma mau nendang pintunya bukan dianya.
"Xer apa yang lo sembunyiin dari gue?" tanya gue to the poin.
Kixer menggeleng cepat, namun wajahnya tidak meyakinkan.
"Gue ini kembaran lo, jadi jangan kira gue gak tau apa sebenarnya yang terjadi. Lo sembunyikan sesuatukan dari gue," tebak gue. Gue bisa melihat ketegangan dari wajah Kixer.
Kixer masih terdiam sambil memegang ganggang pintu. Badan dia berusaha menutupi pemandangan kamarnya. Gue menoleh, tapi badan dia sengaja di geser supaya gue gak bisa liat kamarnya. Aneh.
"Kalo lo gak mau jujur, gue bilang ke mama kalo lo menyembunyikan cewek di dalam kamar lo," ancam gue membuat matanya membola.
"Enggak-enggak ... Gu-gue. Cukup kita aja yang tau." Dia menarik tangan gue ke dalam kamarnya dan menutup pintu. Sumpah gue kaget banget pas dia narik tangan gue secara tiba-tiba. Kaget bukan main.
"Apa?" tanya gue, tapi dia tidak mengubris. Dia langsung ke meja belajarnya dan Mengambil sebuah buku. What! Sebuah buku? sejak kapan adik gue rajin baca buku.
"Gu-gue ...." Dia masih gagap, ada sesuatu yang dia sembunyikan dari buku itu.
"Lo nyuri buku orang yah," tuduh gue, karena dia sampai gugup gitu megangnya.
"Enggak pe'a!" Dia menjitak kepala gue.
"Dasar adik durhaka," ketus gue sambil mengusap kepala yang terkena jitakkan.