Hope

Blahblahblah
Chapter #1

Prolog

Namaku adalah Aqilla Fany Aurelia, aku biasa dipanggil Aqilla. Umurku sekarang adalah 8 tahun. Kalau aku pergi memulung, aku selalu membawa adikku Adeena Fany Aurelia, bisa dipanggil Deena dan umurnya sekarang 7 tahun.

Hah, memulung?

Tenang, kalian tidak salah kok. Aku memang memulung.

Aku selalu pergi memulung supaya adikku bisa memakan sesuap nasi dari tuanku, Tuan Jeffers. Kalau aku dengar-dengar dari pembicaraan Tuan Jeffers dengan temannya, aku dan Adeena diculik oleh Tuan Jeffers disaat kami masih bayi. Oleh karena itu, kami sama sekali tidak mengenal orang tua kami.

Aku dan Adeena sebenarnya ingin melawan namun, kalau aku melawan kita tidak akan lagi mendapat makanan sisa Tuan Jeffers dan teman-temannya(ya, itu lebih baik dari sama sekali tidak memakan apapun) dan kita tidak akan lagi mendapat tempat tidur yang hangat dekat dengan rumah Tuan Jeffers(ya, kami tidur diluar dengan beralaskan kardus dan koran namun, kita sama sekali tidak mempermasalahkannya karena dinding Tuan Jeffers sudah cukup hangat untuk kami berdua).

Bukan aku saja yang menjadi budak Tuan Jeffers ... masih ada anak-anak lain yang nasibnya lebih buruk dari aku. Ada yang 2 hari sekali makan, tidur dengan tanah, dan(aku benci mengatakan ini) ada yang meninggal. Nasib kami memang buruk namun, kita harus mensyukurinya kan? Karena ada yang lebih tersiksa dari aku.

Dan kami berdua selalu berdoa kepada tuhan supaya mendapatkan orang tua asuh agar bisa lepas dari siksaan Tuan Jeffers. Walau aku tahu itu mustahil tapi aku yakin tidak ada yang mustahil di dunia ini.

Aku dan Adeena pun berjalan menyusuri taman yang penuh pohon cemara untuk mencari sampah daur ulang. Setelah kami mendapatkan beberapa, kami memutuskan untuk duduk sebentar di sebuah bangku taman. Dan tanpa basa-basi, kami langsung berdoa kepada tuhan lagi supaya mendapatkan orang tua asuh.

"Hiks...hiks"isak Adeena. Aku langsung mengakhiri doaku dan menoleh ke arah Adeena"Deen, ada apa? Kok kamu menangis?", Adeena langsung berusaha menghentikan tangisannya dan berkata."Aku ingin sekali bertemu dengan orang tua kita kak... aku capek hidup dengan Tuan Jeffers...",aku termenung sebentar dan berkata."aku tahu kok Deen, aku juga begitu kok. Tapi kadang kita harus melihat sisi positifnya Deen... tanpa Tuan Jeffers kita tidak akan bisa berjalan,dan berbicara seperti ini.." Adeena pun langsung terdiam namun aku sangat yakin ia masih menangis aku pun memutuskan untuk memeluknya."tenang Deen, tuhan tau kok kita sudah melakukan yang benar" Adeena pun mengangkat kepalanya, dan tersenyum."iya kak"

Setelah itu kami pun mencari sampah daur ulang lagi. Sampai tiba-tiba...

"Hoi!" Kami pun menoleh ke arah sumber suara, terdapat seorang laki-laki yang merupakan seorang pemulung juga, dan kantungnya masih kosong."BERIKAN SEMUA SAMPAH KALIAN, KALAU TIDAK GUA HAJAR KALIAN!"teriak laki-laki itu kencang. Aku dan Adeena pun ketakutan sambil melindungi kantung kami."ja...jangan kak..."ucap Adeena ketakutan. Laki-laki itu langsung mendekati kami dan merampas kantung kami." JANGAN KAK KAMI SUDAH BERUSAHA SEKUAT TENAGA!"ucapku sambil berusaha meraih kantongku. "LAH BODO! MAKASIH YE BUAT SAMPAHNYA!"ucap laki-laki itu sambil berlari pergi membawa kantung sampah kami. Kami berusaha untuk mengejar tapi kami tidak bisa dan aku pun tersungkur ke tanah.

"A...duh"ucapku meringis. "Ka...kakak! Kakak tidak apa-apa?"ucap adikku sambil membantuku berdiri. Adeena pun menuntunku ke sebuah bangku taman terdekat. Saat kami berdua sudah duduk, aku masih menatap kosong kakiku yang terluka saat ini aku sedang menahan tangis. "Ka...kak, sekarang kita tidak punya kantong sampah... bagaimana sekarang kita akan makan?...Tuan Jeffers tidak akan suka ini...kalau ia tahu kantong sampah kita dicuri ia akan sangat marah"ucap Adeena sedih.

Tiba-tiba langit pun mendung dan semakin lama turun hujan.

Kami berdua masih duduk di bangku taman dengan hujan mengguyur kami. Adeena masih menunggu tanggapanku. Aku pun menjawab sambil menahan air mataku."se...sekar...sekarang kita tidur disini dulu ya... aku masih ada sedikit uang, aku akan membelikanmu sesuatu...kamu duduk di kolong bangku dulu ya...biar tidak terlalu basah"ucapku berusaha ceria. Adeena menatapku lekat-lekat dan berkata."bagaimana dengan kakak?", "aku tidak lapar kok tenang saja tidak usah khawatirkan aku oke? Sekarang masuklah ke kolong bangku taman"ucapku sambil tersenyum kecut. Adeena menatapku sekali lagi dan masuk ke kolong bangku taman. Aku pun langsung berdiri dan berlari mencari sebuah mesin minuman atau jajanan. Selama aku berlari aku mengeluarkan semua tangisanku sambil sesekali terisak. Karena sekarang lagi hujan, maka tidak ada satupun orang yang mengetahui aku sedang sedih."maafin aku Adeena, aku belum bisa menjadi kakak yang baik untuk kamu"batinku.

Akhirnya aku menemukan sebuah kios sosis bakar. Aku langsung menghampiri kios tersebut. Di kios itu terdapat sebuah anak laki-laki yang mungkin seumuran denganku sedang membeli sosis.

"Anu, saya mau membeli 1 sosis kecil tolong cepat ya"ucapku pelan. "Maaf dik, mengantri yaa"ucap tukang sosis dengan lembut. Aku pun mengangguk sedih. "Tidak apa-apa pak, dahulukan saja gadis itu saya bisa menunggu"ucap anak laki-laki tersebut. "Eh, tidak apa-apa dik?" "Iya, tidak apa-apa"ucapnya sambil tersenyum tipis. Setelah itu ia melihat ke arahku. Aku bisa melihat rambut hitamnya yang sedikit keriting dengan mata cokelat teduhnya. Ia bertanya kepadaku."oi, kamu ngapain basah kuyup saat hujan begini? Lagi main hujan-hujanan ya?"tanyanya pelan. Aku pun menggeleng kuat."sama sekali tidak!, aku sedang terburu-buru untuk membelikan adikku sosis..."ucapku pelan. "Tetap saja terburu-buru bagaimana pun kamu harus memakai jas hujan! Dasar bodoh!"ucapnya mengejekku. "Tapi, aku nggak punya jas hujan..." ia pun memasang muka menyebalkannya."masa ga punya? Orang tua-" "aku tidak memiliki orang tua, aku seorang pemulung"ucapku dengan pelan dan sedih. Ucapanku tadi mampu membuat anak laki-laki dan tukang sosis itu kaget.

"Kamu pemulung dik?"tanya tukang sosis itu berusaha memastikan. Aku pun mengangguk dengan mantap. "Dik... kenapa kamu beli sosis? Kenapa kamu tidak membeli nasi saja?"ucapnya terheran-heran. "Iya, aku juga heran. Kenapa kamu tidak membeli nasi saja? Kan pastinya lebih ke-" "uangku tidak cukup" dan lagi-lagi perkataanku bisa membuat dua orang dihadapanku ini terdiam.

"Ck, gunakan ini!"ucap anak laki-laki itu sambil menyodorkan payungnya. "Eh, kenapa?"ucapku terheran-heran. "Kamu itu kehujanan bodoh!"ucapnya kesal sambil tetap menyodorkan payungnya."sudahlah, ambillah" aku pun enggan mengambilnya sambil berkata."eeh, nanti kamu pakai ap-" "mata kamu tidak jeli apa gimana sih?! Aku sudah memakai jas hujan! Ayahku sangat ribet karena menyuruhku membawa payung juga jadi aku kasih buat kamu aja" "tapi ayahmu-" "ia tidak akan kehilangan payung jelek ini, sudahlah ambil saja susah amat!"ucapnya sangat kesal sambil menghentak-hentakan kakinya. Mau tidak mau akupun menerima payung pemberiannya"terima kasih...?" "Andra." "Andra?" "Ya! Kamu harus ingat aku terus karena aku sudah berjasa memberikanmu payung tau!"ucapnya mengejek. Walaupun aku agak kesal aku tidak bisa marah kepadanya dan aku pun memilih untuk tersenyum."iya, makasih ya Andra!"ucapku sambil tersenyum. Entah kenapa, ucapan ku bisa membuat wajahnya berubah menjadi merah. Dan disaat itu pula, sosisku selesai namun...

"Anu pak, ini bukan pembelian saya!"ucapku kaget karena melihat ada 3 sosis besar isi keju di dalam plastikku. "Sudahlah terima saja, anggap saja ini hadiah dari saya... oh ya, kamu tidak usah segan-segan datang kesini lagi tanpa membawa uang...bawa juga adikmu ya!"ucap tukang sosis itu dengan lembut.

Aku tidak bisa menahan tangisku dan reflek memeluk tukang sosis tersebut."terima kasih tuan! Jasa tuan tidak akan terbalaskan!"ucapku sangat senang. Aku pun berkehendak kembali ke adikku namun."terima kasih lagi ya Andra! Jasa kamu juga tidak akan terlupakan!"ucapku sambil berusaha memeluk Andra. "Sudah tidak perlu."ucapnya dingin. Aku pun tidak menghiraukannya dan kembali ke adikku dengan perasaan gembira.

Walau aku tidak seperti Andra yang kakinya beralaskan sepatu boots namun kalau aku bahagia dengan sendal jepit biasa pun aku bisa berlari tanpa perlu terjatuh.

Aku pun tetap berlari sampai aku di bangku taman tempat Adeena bersembunyi di bawahnya.

Akhirnya aku pun sampai. Namun, aku tidak menemukan Adeena disana. Apa aku salah bangku? Tidak mungkin... aku sangat yakin ini bangku yang Adeena gunakan untuk tempat bersembunyi... nggak mungkin...

Aku pun duduk termenung di bangku taman tadi sambil menahan nangis lagi. Kantung sampah boleh hilang tapi adikku jangan sampai hilang!. Aku pun nangis dalam diam.

Sampai...

"Kak?"

Suara itu pun membangunkanku dari keterpurukanku. Adeena."Adeena?"

Aku melihat adikku jujur, sekarang aku sedang tercengang tidak percaya. Adikku sekarang tidak menggunakan pakaian lusuh kami tadi melainkan menggunakan sebuah kaos pink dengan rok biru. Darimana ia bisa mendapatkan baju mahal itu?

"Adeena darimana kamu mendapa-"

"Halo Aqila."ucap seorang wanita muda dengan lembut.

Tentu saja aku langsung beranjak panik namun Adeena menenangkanku."tenang kak dia orang baik, namanya Mrs.Mary"ucap Adeena sambil memegang tanganku.

"Ya Aqila aku adalah Mrs.Mary aku disini akan membantu kalian"

"Membantu?"

"Ya, aku akan memberimu kehidupan yang lebih baik dari yang sekarang kamu hadapi"ucap Mrs.Mary datar.

"Tapi, Tuan Jeffe-"

"Dia sudah ditangkap polisi dan kalian sudah bebas dari dia sekarang"

Tentu saja aku sangat terkejut mendengar berita ini.

Tuan Jeffer ditangkap?

Akhirnya cerita kelam Tuan Jeffers terungkap juga?

"Ayo, apa kamu mau mempercayaiku?"ucap Mrs.Mary sambil mengulurkan tangannya.

Aku sebenarnya masih ragu, namun karena melihat Adeena sangat mengharapkan aku untuk ikut dengannya aku tidak punya pilihan lain.

"Terima kasih Mrs.Mary"

"Ya, sekarang mari kita bersihkan dirimu di mobil"

Aku,Adeena,dan Mrs.Mary pun masuk ke dalam mobil. Didalam sana terdapat sebuah pakaian hangat yang dilengkapi dengan handuk bersih.

Bagaimana ia bisa tahu kami memerlukan ini?

Tapi... sudahlah mungkin ini bukan pertanyaan yang harus dijawab sekarang.

"Adeena, tolong bantu Aqila mengganti bajunya dengan baju baru namun sebelumnya tolong handuki kakakmu dulu"ucap Mrs.Mary lembut sambil tetap fokus menyetir.

"Baik"ucap Adeena sambil mengambil sebuah handuk kering.

"Eh, apa kita tidak malu? Kita bisa saja terlihat oleh orang lain!"

"Tidak akan, kaca mobil ini gelap kok"

"Ap-"

"Langsung saja mengganti pakaian kelihatannya susah sekali yaa~"ucap Mrs.Mary jengkel.

Karena aku takut membuatnya marah aku pun terdiam dan mulai mengganti bajuku.

Adeena pun mengganti pakaianku dan menaruh pakaianku disebuah plastik hitam yang dibarengi oleh pakaian lamanya.

Aku pun memegang tangan Adeena."Deena, kok kamu bisa tahu beginian sih?"

Adeena pun tersenyum kecil kearahku."tadi Mrs.Mary yang menjelaskannya kepadaku... aku awalnya juga bingung sama takut namun akhirnya aku juga bisa menerimanya kak!"

Adeena lalu meremas tanganku dengan lembut dan mengeluarkan senyum manisnya."akhirnya kita mempunyai orang tua angkat! Tuhan sudah mengabulkan doa kita!"

Aku hanya bisa tersenyum lalu memeluk pelan Adeena."iya"

Tiba-tiba aku pun teringat oleh sosis tadi."Ah, Adeena! Ini aku punya sosis buat kamu... sesuai janji tadi..."ucapku sambil menyodorkannya.

"Ah makasih kak!"ucapnya langsung mengambil sosis itu tanpa basa-basi.

"Eenwak!"

Aku pun hanya tertawa geli dengan tingkah lucu Adeena lalu aku melihat ke arah Mrs.Mary.

"Anu miss..."ucapku sambil mencoleknya perlahan.

"Hm?"

"Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih karena sudah mau memungut kami... ini adalah kejadian yang tidak mungkin bisa kami lupakan!"ucapku sambil tersenyum manis.

Mrs.Mary tersenyum."aku hanya melaksanakan tugasku sayang"

Walau aku tidak mendapat bagian sosis itu, hanya dengan melihat adikku memakannya dengan lahap aku sudah lebih dari kenyang.

Aku pun melihat ke arah luar jendela mobil, terlihat hujan sudah reda dan waktu menunjukkan sudah sore.

Dan aku pun memikirkannya.

"Andra... kira-kira kamu lagi ngapain ya?"batinku.

Lihat selengkapnya