Aku tak mau semua ini terjadi, tapi apa dayaku. Aku hanya bisa menuruti kata kedua orang tuaku. Jika aku menolak, mereka pasti akan kecewa. Tak apa-apa, belum tentu juga hal ini berjalan lancar. Tenang Vely, tenang, ini baru pertemuan awal, gumam Vely. Dia menatap bayangan dirinya di cermin meja rias itu.
Make up flawless dan gaun midi dress warna pink membuat tampilannya semakin anggun. Rambutnya yang panjang bergelombang diurai dengan tatanan yang apik. Hidungnya yang pesek menjadi terkesan mancung. Senyumnya yang manis semakin memesona akibat pulasan lipstick. Tatapan matanya yang kuat nan penuh pesona bertambah indah dengan make up itu. Riasan itu amat mendukung bola mata Vely yang berwarna coklat kehitaman.
"Gimana make up-nya udah beres belum?" terdengar suara seorang wanita.
Wanita itu masuk ke dalam kamar Vely. Vely nampak duduk tegak di meja riasnya. Dua orang Make Up Artist (MUA) dari salon langganannya.
"Duh, cantiknya anak Mama!" puji Mama. "Mbak, segera selesaikan, ya! Tamunya udah mau sampai!" ucap Nyonya Lina.
"Baik, Bu," sahut kedua MUA itu kompak.
"Nanti kalau udah dipanggil, kamu segera turun ke bawah ya, Nak," ucap Nyonya Lina. Vely hanya menggangguk pasrah.
"Sudah selesai, Kak. Gimana ada yang mau disempurnakan?" tanya salah satu MUA.
"Sudah, Mbak. Sudah bagus kok," sahut Vely singkat.
"Kami mohon undur diri ya, Kak," ucap kedua MUA itu. Vely hanya memggangguk. Dia mengambil smartphone-nya yang ada di atas meja. Kedua MUA itu pergi meninggalkannya seorang diri di dalam kamar. Vely menghela napas.
"Hal ini tak bisa kuhindari. Yan, kamu gimana, ya? Aku kepikiran kamu terus," ucap Vely sambil menatap layar smartphone-nya. "Eh, ada chat dari Brian!" wajah Vely langsung berubah cerah. Segera dibukanya pesan itu. Nampak sebuah pesan yang cukup panjang.
Pesan itu berbunyi:
Galep giluta bresandueng sndeu
Klabu slelau mngehmubs rdniu