"Kakek, Rey! Kakekmu kritis!" sahut Om Fajar. "Kakek kritis, Rey. Kita harus segera ke rumah sakit!" ucap Tuan Fajar. Nampak kedua orang tua Vely menyusul ke taman itu.
"Ayo, kita segera ke rumah sakit!" ucap Tuan Setyawan, ayah Vely.
"Ayo, Sayang. Kita juga ikut!" ucap Nyonya Lina, ibunda Vely.
Vely dan dan kedua orangtuanya turut ikut ke dalam mobil Om Fajar. Om Fajar ada di deretan kedua bersama istirinya. Rey ada di depan bersama sopir. Vely dan kedua orang tuanya ada di deretan ketiga mobil ini.
Vely hanya diam saja saat Mama dan Papanya terus mengoceh agar Tante Indah bisa tenang. Setelah perjalanan cukup lama, akhirnya mobil itu tiba di sebuah rumah sakit. Rumah sakit itu terlihat mewah. Dindingnya serba putih, gedungnya bertingkat-tingkat. Setelah menaiki lift akhirnya mereka tiba di kamar jenis VIP. Mereka segera masuk ke dalam ruangan itu.
Di kamar itu, terlihat seorang lelaki tua. Dia terbaring lemah di sebuah ranjang putih. Rambutnya sudah memutih dan hampir botak. Tubuhnya kurus kering. Alat bantu pernapasan dan peralatan medis lainnya terhubung ke tubuhnya.
"Rey ... Rey ...." terdengar suara lirih dari mulutnya. "Rey ... Rey ...." suara itu terus berlanjut. Dokter yang menjaga di kamar itu menyambut kami.
"Apakah Tuan Rey ada di sini? Tuan Hutama Prasetyo terus memanggil beliau," ucap Dokter itu.
"Saya Rey, Dokter!" sahut Rey. Dia langsung mendekati ke arah Tuan Hutama.
"Silahkan dekati dan berbicara dengan pasien agar kondisinya lebih tenang," Dokter itu menjauh ke belakang.