Rey langsung mendorong tubuh Vely agar menyingkir dari atas tubuhnya. Vely terbaring di samping Rey. Vely nampak menangis ketakutan.
"Takut! Takut!" ucap Vely. Dia menangis hingga sesengukan. Kehadiran Nyonya Indah tidak disadarinya akibat rasa takutnya.
"KALIAN NGAPAIN?" ujar Nyonya Indah lagi dengan suara meninggi.
Duh, Mama bisa mikir macam-macam, nih. Gawat! gumam Rey.
"Kamu mau macam-macam ya ke Vely? Kamu mau apain Vely, hah?!" desak Nyonya Indah.
"Nggak, Ma. Aku nggak ada maksud buat macam-macam ke Vely. Swear!" Rey membuat tanda swrar dengan kedua jari tangannya.
"Terus kenapa? Kok Vely nangis?" Nyonya Indah mendekay ke arah Vely. "Duh, Sayang. Kamu kenapa? Rey jahat, ya, sama kamu?" tanya Nyonya Indah sambil membenahi rambut Vely yang menutupi wajahnya.
"Takut, Tante. Vely takut!" sahut Vely sambil menangis. Nyonya Indah menatap ke arah Rey. Matanya menatap tajam Rey.
"Takut? Kenapa kamu takut? Rey mau macam-macam, ya, sama kamu! Jawab! Nggak usah takut, Mama di sini!" ujar Nyonya Indah.
"Rey, kamu apain Vely sampe nangis kayak gini? Cepet, jawab! Dia ini tunanganmu, tahu!" desak Nyonya Indah.
"Nggak, Ma. Aku nggak ada niat macam-macam ke Vely. Sumpah!" sahut Rey.
Duh, kok jadi Rey, sih, yang disalahin. Padahal kan aku nangis karena takut hewan jelek itu. Aku harus jelasin semuanya, gumam Vely.
"Bukan salah Rey, Tante." Vely mengusap air matanya. "Rey nggak salah kok."
"Terus kenapa kamu nangis?" tanya Nyonya Indah.
"Aku ta ... kut ci ... cak ...." sahut Vely lirih.
"Astaga! Aku kira ada apa tadi. Ya udah, yang penting kamu baik-baik aja. Cicaknya mana? Udah pergi belum?" tanya Nyonya Indah.
"Tenang, Ma. Ini cicaknya!" terdengar suara Rey. Dia menangkap cicak itu dengan tangan kosong. Rey nampak santai ketika memegang cicak itu.
"Astaga!" teriak Vely.