"Aku ...." Vely hendak menjawab pernyataan Rey. Tiba-tiba saja terdengar suara telepon berdering. "Bunyi HP siapa itu, Rey? Punyamu, ya? Punyaku kan ku-silent." Vely mengalihkan pembicaraan. Dia melepaskan genggaman tangan Rey.
Menyebalkan! Kenapa, sih, harus ada yang nelpon di momen penting kayak gini! Ganggu banget! gumam Rey.
"Iya, Vel. Itu suara HP-ku. Sebentar, ya. Aku jawab dulu, hehehe." Rey segera mengeluarkan smartphone dari saku celananya. Nampak kontak dengan nama 'Tante Lina' di layar smartphone itu. "Vel, mamamu yang nelpon!"
"Hah? Mamaku? Buat apa Mama nelpon? Aku kan udah bilang ke Bi Nani tadi. Lagipula perginya juga sama kamu, Rey. Buat apa Mama nyariin aku?" tanya Vely.
"Sebentar, aku jawab dulu teleponnya." Rey menekan tanda accept pada layar smartphone-nya. "Halo, Tante. Ini Rey. Iya, aku pergi sama Vely, Tante. Oh, Tante sama Om udah pulang ke rumah. Ini baru makan di restoran sama Vely. Hah? Pulang sekarang? APA?" teriak Rey. "Ada orang tuanya Brian nyariin Vely?" teriak Rey lagi.
"HAH? APA?! Orang tuanya Brian?" teriak Vely. Dia juga tak kalah terkejut.
Orang tuanya Brian? Mereka nyariin aku? Buat apa? Aku kan udah putus sama Brian. Orang tuanya Brian kan ada di luar kota. Aku belum pernah ketemu atau pun berkomunikasi. Buat apa mereka nyariin aku sampe ke rumah? gumam Vely.
"Iya, iya, Vely segera kuantar pulang, Tante." Rey menutup sambungan telepon itu. "Orang tuanya Brian datang ke rumahmu, Vel. Kita disuruh pulang secepatnya." Rey menatap ke arah Vely.
Ih, ngapain, sih, orang tuanya Si Brian ke rumahnya Vely. Vely kan udah dijodohin sama aku. Lagipula Brian juga udah mencampakkan Vely. Kecil kemungkinan dia datang buat melamar Vely, gumam Rey.
"Rey, buat apa orang tuanya Brian nyariin aku? Aku udah putus sama Brian. Dia udah mutusin hubungan kita sepihak gitu aja tanpa kasih penjelasan!" Vely terlihat tak suka.
"Aku nggak tahu, Vel. Mamamu nggak bilang apa-apa cuma nyuruh kita pulang secepatnya." Rey berdiri dari sofa itu. "Ayo, pulang!" Rey mengulurkan tangannya pada Vely. "Jangan khawatir, aku akan ada di sampingmu!" Rey tersenyum ke arah Vely. Matanya menatap dengan tatapan lembut.
"Makasih, Rey," sahut Vely. Dia meraih tangan kanan Rey. Keduanya segera berjalan menuju ke arah lift. Rey menggenggam erat tangan Vely.
Rey, kenapa, ya, aku suka jika kau ada di sampingku dan menggenggam erat tanganku seperti ini. Aku merasa tenang dan nyaman. Mungkinkah hatiku sudah terbuka untukmu? gumam Vely.
"Ayo, Vel!" Rey membukakan pintu mobil untuk Vely. Vely segera masuk ke dalam mobil. Rey segera memacu mobil itu menuruni perbukitan itu. Hari sudah malam, bintang-bintang nampak menghiasi langit malam. Mobil itu pun sampai di depan rumah Vely.
"Rey, aku takut. Mama dan papaku nggak tahu kalo aku pernah pacaran sama Brian. Aku takut kalo mereka ...." ujar Vely. Dia nampak ragu untuk turun dari mobil.
"Jangan takut. Aku ada di sampingmu, Vel. Katakan saja kau sudah putus dengan Brian. Lagipula selama ini kau sudah tak pernah lagi berkomunikasi dengan Brian kan?" Rey membuka pintu mobil. Dia keluar terlebih dahulu. Tangan kanan Rey mengulur ke arah Vely. "Ayo turun, Hime. Aku akan menemanimu menghadapi dunia!" ujar Rey sambil menatap ke arah Vely.
Rey, aku senang kau ada di sini, gumam Vely. Dia segera turun dari mobil. Tangan Rey digenggam dengan erat. Keduanya berjalan memasuki rumah itu. Di ruang tamu itu nampak orang tua Vely dan dua orang yang asing bagi Vely.