Horor family

angkaribut
Chapter #1

1.Hari-hari ceria di panti

Matahari bersinar cerah di atas Panti Asuhan Pelita Kasih, menerangi lapangan kecil di belakang gedung. Udara sore yang sejuk membuat suasana semakin nyaman untuk bermain di luar. Anak-anak panti asuhan yang berlarian di lapangan tampak riang gembira, tawa mereka terdengar di sepanjang jalan. Di antara mereka, Randy dan adiknya, Irfan, ikut larut dalam kegembiraan bermain sepak bola bersama teman-teman mereka.


Randy, yang bertubuh lebih tinggi dan gesit, berlari lincah mengejar bola. Irfan, dengan tubuhnya yang lebih kecil namun lincah, sudah bersiap di sisi lapangan menunggu operan dari kakaknya. Mata Irfan berbinar penuh semangat, sementara Randy berusaha menjaga kendali bola di bawah kakinya sambil menghindari beberapa anak lain yang mencoba merebut bola darinya.


"Oper, Kak! Aku di sini!" seru Irfan dengan suara nyaring, melambaikan tangannya ke arah Randy.


Randy melirik ke arah adiknya. Dengan satu gerakan cepat, ia mengoper bola ke Irfan, membuat bola meluncur mulus di atas rumput yang tak rata. Irfan menangkap bola itu dengan kakinya dan segera berlari ke arah gawang. Beberapa anak lainnya mencoba mengejar, tetapi Irfan terlalu cepat bagi mereka.


Anton, yang berperan sebagai kapten tim lawan, berteriak dari sisi lapangan. "Jangan biarkan dia menembak! Tahan dia!"


Namun, Irfan sudah terlalu dekat dengan gawang. Penjaga gawang, seorang anak bernama Budi, berdiri tegang di depan dua tiang bambu yang dijadikan gawang. Irfan melirik ke arah Budi, menimbang gerakannya dengan hati-hati. Lalu, dengan satu tendangan cepat, bola meluncur ke arah gawang. Budi berusaha melompat untuk menepis bola, namun bola itu meluncur melewati tangannya dan masuk ke dalam gawang.


**Gol!** Sorak-sorai meledak dari tim Irfan. Randy berlari ke arah adiknya sambil tertawa lebar. "Bagus sekali, Fan!" katanya sambil memeluk adiknya. "Tendanganmu luar biasa!"


Irfan tersenyum lebar, keringat mengalir di dahinya. "Aku cuma beruntung, Kak. Lagipula, tendangan itu hampir saja bisa ditepis Budi."


Randy menggeleng sambil tersenyum. "Enggak, itu bukan cuma keberuntungan. Kamu memang hebat."


Siska, gadis kecil berambut ikal yang ikut bermain dengan mereka, berlari menghampiri Irfan. "Tendanganmu keren banget, Fan! Aku juga mau belajar kayak kamu," katanya dengan mata berbinar.


Irfan tersenyum malu-malu sambil mengangguk. "Kapan-kapan kita latihan bareng, Sis."


Mereka semua tertawa bersama, menikmati kebersamaan yang hangat di bawah langit sore yang cerah. Anak-anak lainnya yang ikut bermain sepak bola bergabung, menepuk-nepuk punggung Irfan sambil bercanda tentang gol yang berhasil ia cetak. Suasana sore itu penuh dengan tawa dan canda, seolah-olah tidak ada hal buruk yang bisa menghampiri mereka.


Setelah hampir satu jam bermain sepak bola, akhirnya mereka semua mulai merasa lelah. Beberapa anak sudah duduk di tepi lapangan, sementara yang lain memilih berbaring di rumput, mengistirahatkan tubuh mereka yang basah oleh keringat. Keringat membasahi baju mereka, tetapi tak satu pun dari mereka yang mengeluh. Bagi mereka, ini adalah saat-saat paling menyenangkan dalam sehari—bermain bebas bersama teman-teman sebelum hari beranjak malam.


"Seru banget, ya!" kata Anton yang duduk di samping Randy. "Kayaknya tadi itu permainan terbaik kita minggu ini."

Lihat selengkapnya