Seseorang cowok sedang mengayuh sepedanya dengan santai dan menikmati udara segar di pagi hari, tak lupa dengan bersenandung kecil mengikuti nada suara musik yang tengah ia dengarkan dengan earphone yang terpasang ditelinga sebelah kanannya.
Tak lama kemudian, ada seorang cewek yang sedang berjalan lesu dan tak bersemangat untuk bersekolah hari ini, ia berjalan tepat di depan cowok yang sedang menaiki sepeda. Tanpa basa-basi cewek ini hanya dilewati begitu saja dengan si cowok dan ia tak ingin melihat ke belakang. Ia terus mengayuh sepedanya agar cepat sampai ke tempat tujuannya.
"Dasar manusia kulkas! Masa dia nggak lihat gue di sini? Apa dia udah buta?!" katanya dengan menendang kerikil-kerikil kecil yang ada di pinggir jalan. Dan ia melirik arloji tosca yang terpasang di tangan kirinya. Ia seketika membulatkan matanya.
"Baru jam 6?!" teriaknya sendiri. "Wah! Berarti gue dibohongi sama mama dong! Pantas saja masih mengantuk! Hooaam,"
Sementara cowok tadi sudah berada jauh di depan cewek ini. Ia melihatnya sekejap lalu mengembuskan napasnya dengan panjang.
"Argh!! Kenapa jauh sekali sih! Kenapa juga harus jalan kaki! Ah! Kau terlalu bodoh Widy!" cercaannya sendiri. Lalu ia melangkahkan kakinya dengan malas menuju sekolahnya.
Kenalin nama gue Widhyatama Senja Anjani. Gue sangat bersyukur dilahirkan di keluarga yang sangat harmonis dan sangat nyaman untuk siapapun yang sudah mengenal keluarga gue. Gue anak ke dua dan Abang gue kuliah di Prancis dan gue masih duduk di bangku SMK Negeri Batu Agung Jakarta Timur kelas dua. Dan cowok tadi adalah musuh bebuyutan gue kalau mau kenalan. Kenalan sendiri saja sana!
Setelah memarkirkan sepedanya di tempat favoritnya, ia langsung bergegas masuk ke dalam sekolahnya yang terlihat mewah dan luas indoor maupun outdoor. Ia melihat ke arloji hitam yang sedang ia pakai, waktu menunjukkan masih pukul 06.05 WIB.
"Masih pagi?" gumamnya dengan mengangkat sebelah alisnya.
Sekolah mewah ini masih sepi dan belum banyak siswa yang berjalan kesana-kemari. Ia berjalan santai dengan memasukkan tangan kirinya ke dalam saku celananya lalu mengarah ke kantin. Mumpung masih pagi juga ia akan sempatkan waktu itu untuk sarapan pagi.
Nama gue Khamdan Aryadiwangsa. Gue sering dipanggil Arya atau Khamdan. Bukannya gue dingin atau seperti yang orang-orang katakan, gue hanya malu jika harus berinteraksi dengan cewek mau itu lebih tua dari gue atau bahkan adik kelas gue, intinya gue malu kalau berkomunikasi sama lawan jenis. Jika di organisasi sudah beda lagi. Karena gue butuh bantuan mereka jadi gue terpaksa harus bertanya dan menjawab apa yang mereka tanyakan atau gue tanyakan.
Gue orangnya nggak banyak bicara tapi gue banyak bertindaknya. Dan gue juga punya tiga sahabat yang sudah akrab sejak awal masuk sekolah. Dan satu lagi gue paling ngga suka makan sayur-sayuran.
"Mang Udin! Bubur ayamnya satu nggak pake daun seledri dan bawang, ya! Sama sate ayamnya tiga tusuk! Teh angetnya satu!" teriak Khamdan dari meja yang ia tempati saat ini.
"Iya, Nak Khamdan. Tunggu sebentar, Mamang buatin dulu," sahutnya dengan semangat.
"Mang! Saya juga satu ya! Pake daun seledri dan bawang, sate ayamnya dua tusuk aja, Mang. Susu putih angetnya satu," teriak Widy dari pintu kantin lalu berjalan ke arah meja yang di tempati oleh Khamdan dengan napas ngos-ngosan.
Khamdan yang menyadari itu langsung memasang wajah yang sangat datar. Ia mengeluarkan benda pipihnya lalu memasangkan earphonenya lagi ke telinga dan tak menghiraukan cewek yang sudah duduk di hadapannya.
Karena menurut dia itu sudah hal biasa baginya, asalkan dia tidak menggangu ketenangannya saja. Jika dia mengganggu ketenangannya dia sudah tidak segan-segan akan menghukumnya.
"Huft! Capeknya!" lirih Widy dengan menelungkupkan kepalanya di atas meja. Ia memejamkan matanya sebentar menghilangkan rasa pusingnya. Sementara seseorang yang berada di depannya hanya menatapnya datar.
Beberapa menit kemudian Mang Udin datang membawa pesanan mereka berdua dengan senang hati.
"Ini pesanannya. Ini untuk Nak Khamdan tanpa sayur dan ini untuk Neng Widy yang memakai sayur," bebernya dengan menaruh mangkuk bubur ayam di depan Khamdan dan Widy.
"Terima kasih, Mang," ucap Khamdan dibalas dengan senyum semangat Mang Udin. Hanya Khamdan saja yang mengucapkan Widy? Masih dengan posisi yang sama.
"Wid?" panggil Khamdan. Sang punya nama hanya menjawab dengan berdehem.