Echa merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Dia juga merasa begah di perut karena efek dari alkohol yang dia minum cukup banyak. Matanya mengerjap, memandang langit-langit yang semula tampak samar tak begitu jelas, hingga dia menyadari ada yang aneh dengan kamarnya.
“Aku rasa kamarku tidak seperti ini.” Dia bergumam sendiri sambil bergumul di bawah selimut. “Sejak kapan kamarku menjadi semewah ini?” Dia setengah sadar saat tersenyum. Beberapa detik kemudian, Echa terbelalak saat mendengar suara derit pintu dari arah kamar mandi.
Echa segera beranjak duduk dengan cepat dan saat itu juga dia menjerit bak orang gila. Bagaimana tidak? Sosok pria asing keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk dan bagian tubuh atasnya masih mengalir air sisa mandi.
Sontak Echa merambah tubuhnya sendiri, mengecek pakaiannya masih utuh atau tidak. Sementara itu, Damien yang melihat kekacauan Echa hanya bisa menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala. Dia sudah menduga bahwa gadis itu pasti akan bereaksi demikian.
“Tenanglah, kau aman.” Damien mengucapkan kalimat tersebut dengan santai sambil menggosok rambut basahnya dengan handuk.
“Siapa kau?!” tanya Echa yang masih panik dengan nada membentak. Meski merasa lega karena pakaiannya masih utuh dan tidak kurang sedikit pun, tetap saja dia merasa tidak aman. Ini bukan kamarnya! Bagaimana bisa dia berakhir di tempat ini?
“Kau tidak mengenalku?” tanya Damien balik, ada warna kecewa di wajah tampan itu.
Berkat ucapan pria tersebut, Echa memperhatikan dengan saksama sosok itu dari atas hingga bawah. Namun, insting wanitanya mendadak aktif saat melihat bagian tertentu pada pria itu. Tanpa sadar Echa menelan ludah dengan susah payah.
Melihat reaksi gadis itu, Damien merasa tergelitik dan mendadak muncul ide untuk sedikit menggoda. “Sudah selesai mengagumi ‘atlet besarku’?”
Echa mengerjap kaget. Dia segera berpaling dan menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu. Merasa konyol dengan apa yang dia lakukan, dia berdehem dan kembali menatap nyalang pria itu. “Siapa kau dan apa yang sudah terjadi sebenarnya?!”
Damien membuang napas panjang. Dia mungkin sudah menduga akan reaksi panik Echa, tetapi tidak dengan gadis itu yang lupa tentang dirinya. “Tenang saja, tidak ada yang terjadi di antara kita. Sudah kubilang, kau aman.”
“Baiklah, anggap saja begitu. Lalu, bagaimana dengan aku yang bisa ada di sini?” Dia mengarahkan jari telunjuknya ke bawah. Dengan tegas dia bertanya untuk ke sekian kalinya. “Dan siapa dirimu sebenarnya?”
“Kau tidak ingat aku, juga tidak ingat bagaimana kau ada di sini tadi malam?” tanya Damien meyakinkan sekali lagi.
Dengan tegas Echa mengangguk mantap.
Ada tatapan kecewa yang begitu kentara di mata pria itu. “Baiklah. Wajar jika kau tidak ingat soal tadi malam karena kau sedang mabuk, tapi kau sungguh tidak tahu aku?” Dia menunjuk dirinya sendiri.