“Baiklah, aku terima” adalah jawaban gadis itu.
Di pikirannya saat ini hanyalah rasa marah, dendam dan kekecewaan yang mendalam terhadap kekasihnya, Denis. Rasa sakit akibat kekecewaan itu tidak bisa membuatnya berpikir jernih, hanya ada emosi yang menguasai.
Tidak peduli apa yang akan terjadi di masa depan, yang Echa butuhkan saat ini adalah lelaki di depannya itu. Dia membutuhkan Damien untuk membalas rasa sakit hatinya.
Di satu sisi, meskipun Damien tahu bahwa penerimaan Echa berdasarkan balas dendam, dia cukup puas. Lagi pula, dia juga sangat membenci pengkhianatan, dan meskipun Cindy bukanlah perempuan yang benar-benar dia cintai, seorang pengkhianat tetaplah pengkhianat.
“Bagus. Kau memilih jawaban yang tepat,” kata Damien dengan senyum tipis yang menghiasi wajah tampannya. Satu tangannya terulur dan mendarat di sisi kepalad Echa. Lelaki itu mengusap pelan rambut sang gadis. “Kau sudah memilih jawaban yang tepat, Echa,” ulangnya untuk menegaskan.
Echa sempat melamun cukup lama, sampai dia merasakan Damien tiba-tiba memeluknya. Di saat itu juga tangis gadis itu kembali pecah. Kali ini tangisan yang begitu dalam dan pedih.
“Tidak apa, menangislah.” Damien mengusap punggung Echa dengan lembut.
Ajakan Damien bukanlah tanpa alasan. Tidak ada orang yang benar-benar tulus di dunia ini, begitu juga dengan pria itu. Jangan lupa bahwa Damien adalah seorang pebisnis. Selalu ada take and give dalam hal apa pun yang dia lakukan. Hanya saja, yang membuat berbeda adalah dia menyimpan maksud dan tujuannya itu dengan sangat rapi.
Cukup lama Echa menangis dalam pelukan Damien. Gadis itu tidak peduli dengan harga dirinya, karena kali ini emosi buruk sedang menguasai akalnya.
.
.
.
Sementara itu, Cindy yang baru saja dari kamar Damien masih tampak kesal dengan apa yang terjadi. Ditolak mentah-mentah dan diabaikan begitu saja bukanlah gayanya.
“Dasar pria tua yang menyebalkan!” seru Cindy pelan, memaki Damien dengan sebutan ‘pria tua’ karena perbedaan usia mereka. “Inilah sebabnya aku tidak suka dengan pria matang. Diperlakukan seperti anak kecil, seenak jidat, seolah-olah dia tidak pernah menginginkanku.” Dia berdecih sinis. “Awas saja! Aku akan membalasmu nanti!”
Karena suasana hatinya yang benar-benar kacau saat ini, Cindy butuh sesuatu atau seseorang untuk menghiburnya. Jika di hari biasa, dia pasti akan menghabiskan waktu seharian untuk minum anggur, berbelanja atau bermalas-malasan di dalam kamar.