How Long Will I Love You?

Dian Y.
Chapter #11

Malaikat Hati

Gita hampir-hampir tidak dapat bangun dari tempat tidur selama dua hari, tubuhnya sakit semua saat disentuh terutama kedua betis hingga telapak kakinya, ia menyelimuti tubuhnya degan selimut tapi ia masih saja mengigil kedinginan dan saat harus pergi ke toilet atau ke dapur ia harus memaksakan dan mengerahkan setiap sisa tenaga yang masih dimilikinya. Gita merasa sengsara ditambah lagi Tosca sama sekali tidak turun untuk menengoknya, jangan-jangan laki-laki itu tidak tahu sama sekali bahwa tamunya ini sedang sakit berat. 

Pada saat kesengsaraanya tidak tertahan lagi Gita memberanikan dirinya untuk merangkak ke lantai atas. Jipeng menyambutnya dengan rupa kebingungan, andaikan dia seekor anjing ia pasti sudah menyalak-nyalak dan membangunkan tuannya. Tubuh Gita gemetar hebat, setiap anak tangga adalah percobaan bagi hidupnya. Itulah kali pertama ia menginjakan kakinya di lantai dua rumah tersebut, gendang telingnya yang ikut-ikutan sakit merasa mendengar suara guntur di kajauhan. Jipeng, kucing kurus itu malah lari ketakutan. Mata Gita yang berair dan tidak memakai kacamata kurang dapat menangkap pengelihatan sekelilingnya dengan baik, mungkin itu hanya khayalannya saja tapi ia melihat Tosca… Tosca yang dulu, yang selalu mengenakan kaos band kumal sedang berlari ke arahnya. 

Gita tidak ingat kapan terakhir kali ia diurus ketika jatuh sakit, mungkin waktu masih sekolah dasar dulu oleh pembantunya. Ia terbangun saat Tosca medorong pintu kamarnya, di atas nampan yang ia bawa ada mangkok dan gelas kaca, Gita kembali memejamkan matanya dan baru saat Tosca meletakan telapak tangannya yang besar dan dingin di keningnya ia membukanya kembali. 

“Maaf.” 

“Ada bubur, setelah makan minumlah obat penurun demam kalau nanti malam belum turun juga sebaiknya kau ke puskesmas, di sini rumah sakit jauh jaraknya.”

Gita menggeleng, “Aku yakin setelah minum obat penurun panas aku akan sembuh.”

Gita duduk dan meminta mangkok berisikan bubur nasi dengan potongan dada ayam di dalamnya. 

“Terima kasih.” 

“Aku akan kembali satu jam lagi.”

Dan Gita kembali sendirian. Gita makan dengan lambat dan sedikit, ia minum obat lantas ia kembali rebahan namun matanya menolak untuk kembali terpejam. Sejam lagi Tosca akan kembali. 

Tosca sungguh datang sejam kemudian, ia membawa cangkir berisi gelas lain yang berisi air hangat. 

“Terima kasih,” ulang Gita. “Ini pelayanan ekstra, tolong masukan ke dalam tagihan tambahan saat aku keluar dari rumah ini nanti.” Gita mencoba untuk berkelar. 

Candaan itu tidak mengena pada Tosca, ia tampak memperhatikan pasiennya dengan seksama. “Apa yang kau rasakan?”

“Sakit…, dingin…, sepi…,”

“Kau butuh apa?”

“Ceritakan sesuatu padaku Tosca.”

“Aku tidak memiliki cerita apa-apa.”

Lihat selengkapnya