How Long Will I Love You?

Dian Y.
Chapter #13

Penyakit Katastropik

Sebetulnya Gita sudah setengah sadar ketika ia mendengar suara orang memanggil-manggil nama Tosca di luar rumah tetapi ia masih ngantuk berat dan kembali jatuh tertidur. Saat ia mencium semerbak wangi butter baru ia tergerak untuk bangun dari ranjang namun saat melihat sekilas wajahnya di cermin, ia merasa sebelas dua belas dengan lutung. Sudah tiga hari ia tidak mandi. Bagaimana bisa ia menghadapi Tosca dengan wajah suram begitu. Gita membuka sedikit pintu kamarnya, saat melihat Tosca sibuk dan memunggungi pintu kamarnya ia buru-buru menyebrang ke kamar mandi dan mencoba memberikan pertolongan pertama untuk dirinya sendiri. 

Tosca sibuk mengeluarkan hasil pekerjaan tangannya dari oven. Satu rumah itu jadi sangat harum dengan aroma yang menggugah selera. 

“Wow, aku tidak pernah menyangka kamu sangat ahli di dapur.”

Basic life skill.”

“Apanya yang basic? Tidak semua orang bisa membuat cookies seperti ini! Kalau nasi itu baru benar-benar basic untuk ukuran orang Indonesia.” Gita sudah sembuh benar, cahaya kehidupan kembali terpancar dari wajahnya yang telah kembali menjadi manusia bukan lagi lutung selepas mandi. “Siapa yang mengajarimu membuat hal seperti ini?”

Tosca melepas sarung tangan anti panas dan menarik piring saji yang sudah disiapkan olehnya sebelumnya. Gita mengangkat Jipeng yang mengeong-ngeong dengan manja di kakinya. 

“Mamaku dulu suka membuatkannya untuk Tasia, ini makanan kesukaanya. Sudah sembuh?”

“Sudah jauh lebih baik kok. Dan kau belajar membuat ini karena kamu ingin membuatkannya untuk adikmu?”

Tosca terdiam, pikirannya menjangkau masa-masa paling suram dalam hidupnya namun ia sama sekali tidak ada niat sedikitpun berbagi kenangan itu dengan Gita. 

“Tidak juga.”

Gita tersenyum saja mendengarkan jawaban Tosca yang ia duga pasti menjawab seperti itu agar tidak membuat ia terlihat terlalu baik hati. 

“Tosca, kau ingat saat aku keserempet motor di depan gerbang kampus? Kau ingat? Aku ingat sekali peristiwa itu, karena itu pertama kalinya kamu memanggil namaku.”

Tosca menunduk sembari memindahkan kue-kue kering dari atas nampan pemanggang menuju piring saji. Sebenarnya itu bisa ia lalukan nanti saat kue-kue itu sudah agak dingin tidak panas seperti sekarang. 

“Tidak ingat. Apa itu penting?”

Lihat selengkapnya