How Long Will I Love You?

Dian Y.
Chapter #16

Banjir Besar

Gita terpaksa kembali ke rumah saat libur semesteran, dan Natal tahun ini ia lalui hanya seorang diri. Mami masih tinggal entah di mana dengan gigolo yang membuatnya lupa daratan, Papi tetap bekerja bahkan saat tanggal 25 Desember dan Gina entah dia sedang di mana dan melakukan apa. Gita merasa kesepian namun semua orang sibuk dengan kesibukan akhir tahun mereka termasuk Soraya yang pulang kapung dan baru akan kembali saat semester baru akan dimulai. Gita menghitung hari dengan tidak sabar menanti semester baru dimulai dan ia dapat kembali ke kampus dan juga barangkali akan ada lebih banyak kesempatan di mana ia bisa bersama juga berbincang dengan Tosca. Sejak peristiwa lensa kontak itu Tosca sering menyapanya dan mengajaknya berbicara meski bukan hal yang besar namun tetap saja momen berharga menurut Gita. Yang paling diingat Gita adalah seusuai pementasan teater, di backstage Tosca menepuk pundaknya memberinya pujian, meski singkat dan amat kaku tapi tetap saja ia senang.

Di suatu sore yang tenang di akhir bulan saat Gita sedang bersiap menata kopernya untuk kembali ke kosan, ia mendengar suara berisik dari lantai bawah. Ia tahu ayahnya belum akan pulang sebelum jam sepuluh malam lebih jadi ia penasaran dan ia menemukan Gina yang sedang mabuk di ruang tamu rumah mereka. 

“Hei Gita ambilkan aku air, mulutku kering!” 

Gina masih memakai bajunya saat pergi ke club semalam, riasanya amat berantakan dan rambutnya terlihat kusut dan mengerikan. Pembantu segera membawa air permintaan Gina tapi ia malah muntah di atas karpet dan membuat keributan yang tidak perlu menurut Gita andaikan kakaknya itu tidak pulang. 

Gita terpaksa membatu Gina bertukar pakaian dan meski malas ia membersihkan wajah Gina dan menyuruhnya tidur namun Gina malah menarik pergelangan tangan Gita saat ia hendak pergi. 

“Jangan pergi, aku kesepian temani aku. Sekali ini saja, kamu kan adikku.”

“Aku kan tidak pernah minta untuk jadi adikmu.”

“Jangan terlalu jahat padaku, setidaknya jagan hari ini.”

Tanpa di duga Gina mendorong kepalanya agar rebahan di atas pangkuan Gita lalu ia mulai merengek seperti anak kecil. 

“Aku benci sekali padanya.” Ucapnya di sela-sela tangisnya. “Aku benci sekali padanya Gita, lakukan sesuatu padanya!”

Gita tidak tahu siapa dan apa yang dimasud oleh Gina dan ia juga tidak tahu harus membalas sikap Gina dengan cara seperti apa, seumur hidup ia dan Gina tidak pernah dekat dan sepeduli itu antara satu sama lainnya. 

“Aku akan melaporkannya ke Papi nanti.” Jawab Gita asal. 

“Papi itu laki-laki bodoh, lihat saja ia membiarkan istrinya bermain serong dengan orang lain berkali-kali ketika akhirnya Mami bertemu dengan seseorang yang benar-benar membuatnya bahagia baru ia gigit jari dan apa yang ia lakukan? Bukannya berjuang ia malah meceraikannya, dia bodoh dan tidak berguna dan yang paling parah dia adalah pengecut.”

“Jangan jelek-jelekan Papi, biar begitu dia menyayangi dirimu.”

“Dia kan masih cinta pada Mami tapi dia terlalu bodoh dan pengecut.” Gita benci bau mulut Gina saat ia berbicara dan mendongak. “Kau tahu pada dasarnya wanita tidak bisa mengandalkan keberanian pria, banyak dari mereka yang hanya berlagak saja tapi aslinya pengecut, tidak jantan, tidak mau mengucapkan cinta mereka yang besar seperti Papi dan seperti…,” Gina kembali menangis kali ini ia juga meraung seperti beruang yang marah.

Lihat selengkapnya