How Long Will I Love You?

Dian Y.
Chapter #18

New Heaven

Gita menyuruh Soraya untuk menutup mulutnya rapat-rapat, ia pusing setiap kali nama Tosca disebut-sebut. Pria itu setelah berlagak bak pahlawan super tiba-tiba ia berlagak seperti orang yang sama sekali tidak mengenal Gita. 

“Itu karena kamu juga sering wara-wiri di kampus dengan sepupunya Siska sih, si Biru anak hukum itu jadi Bang Tosca mengira kalau kamu sudah pindah ke lain hati.”

Mendengar jawaban itu Gita malah semakin uring-uringan dan pergi dari kamar Soraya dengan marah. Di dalam kamar kosannya sendiri yang kini pindah ke lantai dua ia langsung memeluk guling, tubuhnya yang tengkurap tetap tidak bisa meredam panas dalam dadanya. Bukan salahnya kalau ia mau diajak kenalan dengan Biru, apalagi sepupu Siska itu juga lumayan mirip dengan Tosca. Tinggi badannya, postur tubuhnya, warna kulitnya, bentuk rambutnya, panjang wajahnya, kecuali bibir, hidung dan terkhususnya bola matanya sangat berbeda dengan Tosca tapi yang lainnya semua bisa mengingatkan Gita pada diri Tosca yang tidak jelas apa keinginannya. Alasan lainnya sebenarnya agak kekanakan, ia berharap saat Tosca melihat dirinya berjalan bersama Biru atau teman prianya yang lain di kampus, ia berharap pria itu segera sadar dan bergegas menyatakan perasaanya yang sudah sangat ditunggu-tunggu olehnya.

Gita teringat akan perkataan Gina ketika mabuk dulu itu, “Kau tahu pada dasarnya wanita tidak bisa mengandalkan keberanian pria, banyak dari mereka yang hanya berlagak saja tapi aslinya pengecut, tidak jantan, tidak mau mengucapkan cinta mereka…” Gita mengulangi perkataan Gina tanpa sadar. 

Tapi ia juga tidak memiliki keberaniaan sebesar itu juga untuk dapat mengungkapkan isi hatinya di depan pria yang dipuja sekaligus dinanti-nantikannya itu. 

Gita menopang kepalanya dengan tangan, ia tahu semester ini adalah semester terakhir Tosca di kampus dan setelah ini entah apa yang akan terjadi pada mereka atau lebih tepatnya apa yang akan terjadi pada dirinya. Biru baik dan memperlakukannya dengan sangat manis meskipun ia tidak seperti Tosca yang entah kenapa selalu ada di setiap kali ia benar-benar membutuhkannya namun Biru juga selalu perhatian padanya, selalu bertanya ini-itu padanya dan dengan Biru rasanya hidupnya tidak sepi-sepi amat. Dan baru dipikirkan begitu saja ponselnya berdering nyaring dan menampilkan nama Biru. Gita termenung, bahkan nomor ponsel Tosca pun ia tidak punya. 

Gita menggigit kuku-kuku jarinya dengan tegang, ia memang memuja Tosca dan menyimpan harapan besar padanya namun sebagai seorang wanita ia juga butuh kepastian. Apa salahnya ia mecoba bersama dengan seseorang yang benar-benar mengatakan rasa suka pada dirinya secara terang-terangan toh kalau Tosca sungguh menginginkan dirinya harusnya ia sudah mengatakannya sejak dulu, itu baru pria yang jantan, dan kapanpun Tosca berani mengungkapkan isi hatinya Gita selalu tahu jawaban apa yang akan diberinya secara pasti.

***

Pada hari ia diwisuda bukanya terlihat puas dan bahagia Tosca justru tampak seperti zombi yang mati enggan dan hidupun tidak ada harapan lagi. 

“Hei tersenyumlah! Kenapa tampangmu jelek sekali hari ini!” Theo merangkul bahu Tosca dan menunjuk juru foto yang disewa keluarganya. “Nanti akan aku bagi foto ini. Akan aku kirim ke rumahmu, terserah mau rumah yang ada si sini atau di sana, jangan khawatir.”

Tosca lesu saja menenggapi semangat Theo yang tak kunjung ada habisnya. “Ya, ya, terima kasih.”

“Baru kali ini aku melihat orang yang mau hijrah ke negri adidaya bukanya bahagia malah seperti orang yang mau dikirim ke medan perang saja. Kau masih memikirkan juniorku itu?” bisik Theo berhati-hati karena di dekat mereka ada orangtua Tosca. “Sudahlah Tos, lupakan dia. Gita sudah punya pacar sekarang. Pacarnya anak hukum, satu tahun lebih muda daripada kita. Tampangnya memang tidak setampan dirimu tapi boleh juga lah.”

“Aku tahu!” bentak Tosca dengan kasar membuat teman-teman lainnya yang berdiri di dekat mereka menoleh dan bertanya-tanya ada apa gerangan. “Tak perlu kau ingatkan aku akan hal itu.” Tambah Tosca dengan suara jauh lebih pelan. 

Lihat selengkapnya