Tosca sedang memastikan bahwa proyektor yang jarang digunakan itu benar-benar berfungsi dengan baik sementara Gita sibuk membuat berondong jagung. Jipeng entah pergi ke mana akhir-akhir ini ia suka menghilang selain bermalas-malasan.
“Aku tahu film ini tapi belum pernah menontonya.” Ucap Gita sambil memasukan sebuah berondong jagung ke dalam mulutnya.
“Orangtuaku sangat suka menonton film ini, dulu kami sekeluarga sesekali juga menyempatkan diri untuk menonton film ini saat berkumpul.”
Tosca tidak menyebutkan bahwa karena setelah menonton film Tootsie di bioskop hubungan Everly dan Riantiarno bekembang pesat.
“Aku selalu bertanya-tanya hal seperti apa yang kamu suka, aku kira kamu suka film action yang berdarah-darah begitu.”
“Aku bukan orang yang sadis.”
Tosca tidak berbohong, saat melihat kedua kaki Tasia harus diamputasi ia pingsan di tempat. Elijah yang waktu itu ikut mengantarnya ke Indonesia untung sigap menangkap tubuhnya yang raksasa.
“Lantas apa lagi yang kamu suka?”
“Hmm…,” Tosca menunda jemarinya untuk menekan tombol putar. “Aku suka hal-hal yang praktis, suka sepak bola, sesekali membaca buku berkaitan dengan sejarah, waktu muda aku banyak begadang untuk menonton pertandingan Bayern Munich, aku benci rasa durian…,”
“Apa? Apa kamu gila?”
“Ibuku juga sangat membencinya, mungkin itu ada di dalam DNA kami.’
“Aku justru sangat menyukainya!”
“Di sekitar sini ada wisata kebun durian, kalau kau mau ayo pergi ke sana. Mobilku besok sudah beres dan akan diantar jadi kamu tidak perlu berjalan kaki lagi dan tidak perlu jatuh sakit.”
“Benar?”
“Kalau kau mau.”
Tosca menekan tombol putar sehingga ia tidak benar-benar melihat betapa bersuka citanya Gita yang langsung disembunyikannya dengan pura-pura mengelap kacamatanya dengan kaos yang dikenakannya.
Mereka duduk di sofa yang sama tapi dipisahkan dengan jarak satu lengan orang dewasa dan masing-masing dari mereka memangku baskom berondong jagung di tengah jalannya film Gita tidak dapat menahan keluar isi pikirannya.
“Tosca apa kamu ingat sewaktu kita diwawancara stasiun televisi, saat kita demo memperingati dua belas Mei?”
“Ya, tentu aku ingat.”