“Ini adalah satu-satunya cara agar kau bisa selamat saat sedang sakit seperti sekarang ini. Aku bisa melawan semua orang di dunia ini kecuali keluargaku terutama ibuku. Dengan mengatakan bahwa kau adalah tunanganku, siapapun tidak bisa lagi menyentuhmu. Sabar saja dulu. Nanti kita bisa bicarakan lagi soal ini kalau kau sudah sembuh. Status bisa berubah kapan saja…”
Putri hanya bisa meringis saat teringat akan kata-kata Lionel beberapa saat setelah ibunya dan Nicholas pergi dengan kemarahan yang besar. Sejuta cacian terpaksa ia terima dari ibu Lionel dan seribu makian terpaksa harus Lionel dapatkan dari Nicholas, bahkan mereka hampir saja baku hantam kalau tidak dihalangi oleh banyak bodyguard dari kedua belah pihak. Kenapa mendadak hidupnya menjadi rumit begini? Padahal ia hanya berniat mencari sesuap nasi di sini untuk sekedar menyambung hidup….
Tak tahan lagi, ia menelpon seseorang melalui aplikasi di ponselnya dengan memanfaatkan sambungan internet gratis milik rumah sakit internasional tempatnya dirawat. Untunglah teleponnya cepat diangkat, hanya dalam dua deringan saja.
“Halo, Kakak, apa kabar? Sudah sampai di New York? Sudah makan, belum?”
Tangis Putri pecah saat mendengar suara ceria lelaki muda itu di seberang teleponnya.
“Kak? Ada apa?” suara itu langsung berubah menjadi panik. “Apa yang terjadi? Apa Nicholas Anderson berbuat yang tidak-tidak pada Kakak?”
“Suzaku… Aku mau pulang… Aku tidak sanggup lagi berada di New York… Aku mau pulang ke apartemenku di Jepang sana… Lalu kita bisa hidup berdampingan lagi dengan damai seperti dulu…”
“A… Apa yang terjadi di sana? Kenapa baru beberapa hari saja sudah seperti ini? Sekarang ada dimana?” Suzaku mencecar dengan pertanyaan yang banyak.
“Aku mau pulang… Seandainya saja kau bisa menjemputku di sini dengan sepeda motor merahmu itu seperti dulu… Aku mau pulang saja…” Putri malah meracau tak jelas.
“Tenang dulu… Tenang dulu… Katakan padaku apa yang terjadi! Aku perlu tahu untuk merencanakan langkah selanjutnya!”
“Bawa aku pergi dari sini! Aku sudah tidak kuat lagi! Aku sekarang sedang berada di rumah sakit…”
“Rumah sakit?!” Suzaku hampir memekik. “Apa kau terluka, Kak? Nicholas Anderson menyakitimu secara fisik, begitu?”
“Bukan dia, tapi ada…”
Sekonyong-konyong pintu terbuka, menampilkan Lionel yang sudah memakai baju casual bernuansa gelap. Maklum ini sudah jam delapan malam waktu New York, jadi sepertinya ia sudah pulang dari kantor.
Putri segera memutuskan sambungan teleponnya dan menyembunyikan ponselnya di balik selimut, lalu memalingkan wajahnya.
“Kau menelepon siapa?” tanya Lionel dengan nada tak suka. Putri tidak menjawab. Laki-laki muda itu lantas menjulurkan tangannya, hendak menghapus airmata Putri, namun langsung ditepis sebelum sempat mencapai pipi sang gadis cantik.
“Aku tanya sekali lagi, siapa yang kau telepon?”
“Bukan urusanmu!”
“Aku ini tunanganmu!”
“Sejak kapan, ya? Kan cuma .pura-pura!” gugat Putri. “Aku bebas berbicara dengan siapapun yang aku mau!”
“Jangan bersikap tak sopan seperti itu! Aku sudah menolongmu sejauh ini dan…”
“Oh, jadi kau ingin aku menerima semua perbuatanmu sebagai bentuk balas budi? Siapa yang pernah memohon untuk jadi tunanganmu? Tidak ada!” bentak Putri, membuat wajah tampan Lionel seperti dihantam sesuatu. Gadis itu lantas berusaha untuk bangun. “Kirimkan tagihan rumah sakitnya! Aku akan mencicilnya meski harus melakukannya seumur hidupku!”
“Hei, mau kemana? Tidak, aku… aku tidak serius! Tidur saja lagi!” Lionel berusaha mengembalikannya ke atas ranjang tapi Putri memberontak.
“Biarkan aku pergi! Aku mau pulang ke Jepang!”
“Oh, mau menemui Suzaku Amamiya yang sangat kau andalkan itu?”
Putri membelalakkan matanya, “Apa kau memantau percakapanku?”
Lionel menyeringai, “Aku tidak tahu kau amnesia atau apa, tapi apa kau tahu siapa aku? Aku ini Lionel Uchida, Putri Cakradiningrat! Aku bukan lelaki pinggir jalan yang bisa kau perlakukan seenaknya!”
Gelegar suara Lionel membuat Putri sadar bahwa bisa jadi dia sedang menjatuhkan diri ke dalam sebuah jurang yang terlalu dalam.
“Selama ini aku sudah cukup bersabar dengan segala tingkah manjamu yang kasar itu karena menganggap bahwa itu adalah akibat dari ketidaksopanan adikku, tapi sudah cukup!” Lionel menyambung lagi. “Aku tidak akan menoleransi lagi semua tingkah polahmu yang seperti ini!”
“Kalau begitu, biarkan aku pergi sekarang!” Putri berkata dengan cukup berani di tengah intimidasi dari sang milyuner muda, yang sebenarnya bisa saja menghancurkannya dengan sangat mudah. “Anggaplah kita tak pernah bertemu dan jangan pernah ganggu kehidupanku lagi! Semua biaya yang sudah kau keluarkan untukku akan kukembalikan secara utuh meski harus dicicil! Tak peduli berapa lama, selama aku masih hidup, maka akan terus kubayar semampuku!”
Lionel kembali menyeringai mendengar pernyataan itu tapi matanya terlihat sedikit berbeda, seperti ada kesenduan di sana.
“Apa kau tahu ada berapa banyak wanita di dunia ini yang bermimpi bisa berada di posisimu sekarang?”
“Pilihlah salah satu dari mereka, kalau begitu, kenapa harus aku? Maaf kalau bukan termasuk fangirl-mu.”
Lionel tertawa masam dan Putri memanfaatkan kelengahan sesaat itu untuk menyelinap pergi.
“Kau mau kemana?!” Lionel langsung memegangi pergelangan tangannya. “Apa kau tahu jalanan New York seperti apa? Sendirian dan tidak punya uang, dalam kondisi begini lagi, kau adalah sasaran empuk para penjahat di luaran sana!”
“Lebih baik aku mati daripada hidup terhina seperti ini!”
Lionel terhenyak dan Putri kembali berusaha melepaskan diri untuk kabur, tapi ternyata tak mudah karena ia dikungkung oleh kedua lengan berotot yang sangat kokoh.
“Putri, jangan! Setidaknya tunggu sampai sembuh dulu! Put…”
Pintu kamar terbuka, menampilkan seorang pria oriental kharismatik dengan setelan jas abu-abu dan dasi hitam. Rambutnya tersisir dengan sangat rapi meski sudah mulai beruban. Melihat sosok itu, Lionel sontak memaksa Putri untuk masuk ke dalam pelukannya lalu mengelus-elus kepalanya.
“Kau mau kemana, Sayang? Sudah terlalu malam untuk jalan-jalan di taman. Besok saja, ya,” sebelum Putri bisa bereaksi, ia buru-buru menambahkan, “Selamat datang, Ayah.”
*******
“Kak Suzaku!”
Jasmine berlari ke dalam pelukan kekasihnya dengan gembira di sebuah gang yang sempit di kota Tokyo. Ia mengenakan dress bermodel gothic berwarna hitam dan merah.
“Aku senang sekali Kakak menghubungiku siang ini! Ponsel rahasia dari Kak Lionel ini benar-benar sangat berguna, bukan? Begitu juga dengan kartu kreditnya! Sekarang aku bisa membeli apa saja sesuka hatiku, kapanpun, dimanapun! Sudah pilih apartemen yang bagus? Yang manapun akan kuberikan! Bagaimana dengan tawaran kerja dari Kenji, maksudku Tuan Takahashi? Apa ada yang cocok dengan Kakak?” Jasmine terus menyerocos panjang lebar namun Suzaku yang masih menggunakan pakaian kerjanya di kafe malah terlihat sedikit gelisah.
“Begini, Jasmine… aku…”
“Ya?” senyum Jasmine sedikit memudar melihat Suzaku tampak tak sebahagia itu bertemu dengannya.
“Boleh aku… pinjam uang? Agak banyak, sih…”
“Boleh, tentu saja! Berapapun akan kuberikan!” Jasmine langsung mengiyakan sambil memegangi kedua tangannya, bahkan kemudian ia mengeluarkan sebuah black card dari sakunya. “Bagaimana kalau kartu kredit ini Kakak saja yang pegang? Aku akan beritahu cara menggunakannya! Ini kartu kredit dari Kak Lionel, nyaris tak ada barang apapun di dunia ini yang tidak bisa dibelinya!”
“Tidak… Tidak… Aku tidak butuh yang seperti itu! Aku cuma butuh secukupnya untuk sekedar biaya transportasi dan akomodasi di luar negeri…”
“Luar negeri? Kakak mau kemana? Apa ada pelatihan lagi?” kejar Jasmine, tahu bahwa Suzaku sangat bersemangat untuk mengembangkan dirinya dengan berbagai workshop, seminar, dan yang sejenisnya.
“Bukan! Ini tentang Kak Putri…”
“Apa?!” wajah cantik Jasmine berubah jadi mengkerut marah. “Kenapa lagi dengan dia?! Belum cukup dia jadi tunangan Kak Lionel dalam semalam?!”
“Apa?! Tunangan Kak Lionel?!” Suzaku sampai berteriak kaget. “Tap… Tapi…”
“Apa Kakak mau ke New York untuk menghadiri pesta pertunangan mereka? Apa dia mengundang Kakak secara privat? Sayang Kak Lionel belum mengundangku… Mungkin sebentar lagi? Dunia ini memang sudah gila!” cerocos Jasmine sambil bersedekap. “Gadis itu benar-benar something else! Tak ada satupun perempuan yang bisa membuat kakakku yang rupawan itu bertekuk lutut, termasuk Nikita Anderson yang mantan model majalah dewasa itu, yang jadi kekasihnya selama lima tahun lamanya! Sementara gadis kampung yang bukan siapa-siapa seperti dia malah membikin kakakku melamarnya hanya dalam hitungan hari! Aku heran, cara seperti apa yang dia gunakan sampai bisa mempengaruhi kakakku yang sangat cerdas itu? Kak Suzaku?”
Namun Suzaku tampak agak linglung dan berkata dengan nada getir, “Tidak… dia juga… belum mengundangku… Aku hanya… khawatir… karena… Sudahlah…”
“Kak Suzaku?” Jasmine mengamati Suzaku dengan seksama. “Tunggu… Tunggu… Kenapa Kakak jadi begini setelah mendengar berita pertunangan mereka? Apa jangan-jangan sebenarnya kalian dulu pernah berhubungan lebih dari…”
“Tidak, tentu tidak!” Suzaku segera menyangkalnya, sehingga Jasmine tersenyum lega.
“Syukurlah, karena Kakak terlihat sangat perhatian sekali pada…”
“Soal tawaran pinjaman itu,” wajah Suzaku tampak mengeras dengan nada setengah datar. “Aku tetap menginginkannya.”
*******
“Kau baik-baik saja?”
“Kondisi saya sudah cukup baik, Tuan Uchida,” Putri menjawab dengan bahasa Jepang yang paling sopan yang ia ketahui. Lionel duduk di samping tempat tidurnya dengan sebelah tangan melingkari pinggangnya.
“Aku tidak menyangka akan mendengar kabar seperti ini dari anak laki-lakiku satu-satunya,” Kensuke Uchida melirik Lionel. “Padahal dia dulu sudah memperkenalkan beberapa perempuan pada keluarga kami namun belum ada satupun yang sampai pada jenjang lamaran. Ashley Black… Nikita Anderson… “
Putri sedikit terkejut mendengar nama yang terakhir.
Nikita Anderson?
“Kau belum pernah datang ke rumah menemui kami. Apa kalian bermaksud kawin lari?” Tuan Uchida lantas terkekeh, diikuti tawa keduanya sebagai bentuk kesopanan. Ia lalu melirik jari manis di kedua tangan Putri. “Dimana cincinmu? Anakku melamarmu dengan pantas, bukan?”
“Putri sedang sakit, Ayah, karenanya ia terpaksa harus melepas cincinnya. Jangan khawatir, aku sudah membelikannya sebuah cincin yang pantas bagi pewaris keluarga Uchida.”
“Baguslah kalau begitu. Ibunya anak ini tidak begitu senang, tapi kau sepertinya adalah wanita yang baik dan sopan,” Tuan Uchida tersenyum pada gadis yang ia kira adalah calon menantunya. Lionel mengelus kepala Putri dan merapatkan tubuh mereka. Putri berusaha keras bersikap seolah gestur itu adalah normal. “Aku ingin segera bertemu dengan ayahmu. Bisa kan kau mengaturnya?”
Pernyataan itu membuat senyum Putri membeku. Lionel segera menjawab dengan sedikit kagok, “Ayah, keluarga Putri juga memiliki perusahaan besar seperti kita, dan ayahnya sangat sibuk. Kita harus merencanakan pertemuan itu secara matang terlebih dahulu apalagi mereka tinggal di negara lain.”
“Begitukah? Bukankah kalian ingin segera menikah?”
“Seb… Sebenarnya…”
“Ya, tentu kami akan segera menikah secepatnya!” sambar Lionel terlampau antusias.
“Pulanglah ke Jepang, kalian berdua. Untuk apa tinggal di sini kalau sudah serius ingin membangun keluarga? Siapkanlah pernikahan kalian kalau begitu…”
“Apa Ayah merestui kami?” mata Lionel tampak berbinar dengan suara penuh harapan.
“Kenapa tidak? Sudah saatnya kau menikah, bukan? Ayah tidak akan memaksakan siapapun. Terserah kau saja siapa pengantinnya. Ayah hanya ingin cepat menimang cucu…”
Putri menelan ludah, “Ta… Tapi kami baru tiba di New York dan…”
Namun Lionel menyenggol rusuknya sebagai tanda untuk tetap diam.
“Kami akan pulang ke Jepang dan segera melangsungkan pernikahan sesuai permintaan Ayah.”
Putri membelalak diam-diam pada Lionel namun yang bersangkutan pura-pura tidak melihatnya.
“Baguslah. Aku harus bilang apa lagi? Selamat, kalau begitu,” Tuan Uchida beranjak dari kursinya dan Putri hendak ikut bangun, namun ia segera menghalangi perempuan muda itu, “Tidak, kau tetap di situ saja. Jangan lelahkan dirimu. Ingat, masih ada persiapan pernikahan yang sangat merepotkan di Jepang nanti. Biar anakku saja yang mengantarku keluar. Ayo, Lionel! Ayah ingin bicara empat mata denganmu!”
“Baik, Ayah,” lalu Lionel menoleh ke arah Putri sambil mengelus kepalanya. “Sayang, aku pergi dulu sebentar. Kalau butuh apa-apa, Kenji ada di depan pintu.”
Putri menggeram dalam hati karena sadar maknanya adalah dia akan berada dalam pengawasan sepanjang waktu. Namun ia memaksakan senyum saat Tuan Uchida menoleh padanya untuk yang terakhir kali.
Setelah kedua lelaki powerful itu pergi, Putri segera meraih ponselnya dan melihat ada lima panggilan telepon dari Suzaku yang tidak sempat diangkatnya saat tengah meladeni Lionel dan ayahnya selama beberapa jam. Ia pun memencet tombol untuk memanggil ulang dan sudah berkhayal akan segera mendengar suara Suzaku yang menenangkan untuk meredakan hari-harinya yang kelam belakangan ini. Tapi ternyata…
“Lho, kenapa malah di-reject?”
*******
“Lionel Uchida!”
Lelaki jangkung yang sedang mengenakan sweater hitam dan celana jeans abu-abu itu menoleh saat ia baru saja hendak kembali ke kamar Putri usai mengantar ayahnya pulang.
“Nikita?”
Ya, mantan kekasihnya, Nikita Anderson, yang juga adalah saudara kembar Nicholas Anderson, telah ada di depannya. Ia mengenakan setelan kerja profesional berupa blazer dan rok berwarna krem dengan kemeja putih dan sepatu hak tinggi berwarna cokelat. Tas keemasan dengan merk favoritnya sedang ia tenteng dengan penuh percaya diri, karena harganya yang tak murah. Sungguh penampilan yang mencitrakan seorang wanita karir yang sukses. Meskipun begitu…
“Kenapa kau ada di sini?” Lionel menanyainya dengan cukup curiga karena Nicholas dan dirinya kini sedang tidak dalam hubungan yang baik, terlebih setelah ia mengumumkan pertunangannya dengan Putri.
“Aku hanya ingin mendengarnya langsung dari mulutmu tentang masalah itu,” Nikita berkata dengan raut tak enak.
“Masalah apa?”
“Pertunanganmu dengan Putri Cakradiningrat…”
Lionel mendesah, “Ya, ada apa dengan itu?”
“Kau tidak serius, kan? Aku sudah membaca profilnya. Bagaimana kalau dia memanfaatkanmu, Lionel?” cetus Nikita dengan raut wajah khawatir. “Dia bisa saja hanya mencari suami yang kaya dengan segala taktik dan strateginya. Dia bisa saja berakting selama ini. Kalian baru kenal beberapa saat dan sudah mau menikah? Apa kau tidak pernah membaca tentang tingginya angka kriminalitas akhir-akhir ini? Aku hanya tak mau kau sampai terjebak dalam skenario seorang gold-digger…”
“Putri bukan gold-digger!” sanggah Lionel cukup tegas. “Tolong hargai calon istriku!”
“Kita sudah berkencan lebih dari lima tahun sebelum kau memutuskanku karena ingin bersama dengan gadis dari Jerman itu. Siapa namanya…?” Lionel mendengus jadi Nikita melanjutkan. “Selama lima tahun itu, aku bahkan sudah mengunjungi rumahmu hampir setiap hari. Bercanda dengan ayahmu dan memasak dengan ibumu… Adikmu bahkan sudah menganggapku sebagai kakak perempuannya. Aku selalu menunggu lamaran darimu tapi itu tidak pernah terjadi. Perempuan itu, yang aku tidak tahu dimana keistimewaannya, hanya dalam seminggu sudah bisa membuatmu ingin menikahinya! Aku tidak merasa adil dengan hal ini!”
“Lalu maumu apa? Kembali padaku? Kau masih mencintai aku?”
Nikita seperti hendak mengiyakan namun kata-katanya tertahan di tenggorokannya.
“Nikita, sudah lebih dari tiga tahun sejak aku mengakhiri hubungan kita. Maaf, tapi aku sudah tidak memiliki perasaan apapun lagi padamu…”
“Dan perempuan itu…?! Kau jatuh cinta padanya hanya dalam seminggu sampai langsung ingin menikahinya…?!” Nikita nyaris berteriak sampai beberapa orang menoleh ke arah mereka. Lionel segera membawanya ke tempat yang lebih sepi.
“Aku tidak harus menjelaskan apapun padamu! Siapapun yang ingin kunikahi juga bukan urusanmu! Terima kasih untuk nasehatnya, tapi kau belum lupa siapa aku, kan? Aku ini Lionel Uchida! Kau pikir berapa banyak gold-digger yang kutemui seumur hidupku? Aku bisa mendeteksi mereka bahkan sambil menutup mata!” desis Lionel jengah. “Saranku, kembalilah pada kehidupanmu yang sempurna itu dan temukan laki-laki lain yang mencintaimu dan bisa membahagiakanmu! Aku dan Putri akan segera menikah, jadi jangan berharap lagi. Sekarang pergilah!”
Lionel sudah berbalik karena ingin pergi tapi Nikita rupanya belum selesai dengannya, “Kau bukan hanya mengecewakanku tapi juga Nicholas dan itu berarti konfrontasi terhadap seluruh keluarga Anderson! Kau tahu kami siapa, Lionel! Kau tahu apa yang bisa kami lakukan! Kalau kau tidak berhenti dari kegilaan ini, akan banyak pihak yang akan terluka!”
“Kau berani mengancamku?” Lionel berbalik dengan kemurkaan yang tersirat. “Kau juga tahu siapa aku! Kau pun tahu apa yang biasanya terjadi pada lawan-lawanku!”