Ayra duduk di meja makan dengan tatapan kosong, mengaduk buburnya dalam diam. Kedua adiknya menatapnya dengan heran, tidak biasanya ia bersikap seperti ini. Ayra masih saja mengaduk buburnya, mengulang kembali adegan yang dilaluinya beberapa waktu yang lalu. Ayra masih teringat dengan El, saat mereka berteduh bersama di tengah guyuran hujan. Dan yang membuat Ayra merasa malu adalah dengan santainya ia berhambur dalam pelukan El. Ayra mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa ia melakukan hal itu tanpa ia sadari? Apalagi dengan El? Ayra menghela napas panjang, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, ia merasakan wajahnya memanas.
"Kenapa lagi ini ya Allah, apa aku sakit karena kehujanan tadi pagi," batin Ayra mengalihkan pandangannya pada jendela, melihat langit yang tampak cerah.
"Kak, kau kenapa?" tanya Galih penasaran melihat kakaknya yang bersikap aneh.
"Kenapa? Aku gak papa kok, emang ada yang aneh?"
"Aneh kali pun, kau gak selera makan kaya gitu padahal kan bubur ayam makanan kesukaan kau, terus bengong sendiri entah mikirin apa dan tiba-tiba wajahnya ditutupin gitu. Kak, kau kesambet? tanya Galih di akhir ucapannya, ia khawatir jika kakaknya kesurupan seperti tetangganya kemarin yang tiba-tiba kesurupan dan membuat berantakan rumah bahkan membuat keributan di sekitar kompleks, mengganggu ketenangan masyarakat.
"Enak aja kesambet! Kakak cuma gak selera makan, mungkin karena tadi pagi kehujanan dan bawaannya pengen tidur aja sekarang. Gak pengen makan," jawab Ayra dengan alasan yang dibuat-buat.
Galih menatap kakaknya dengan curiga, ia memicingkan matanya, mencoba menyelidik apakah Ayra berbohong atau tidak.
"Ketahuan bohongnya, kakak gak mungkin menolak bubur ayam karena kan bubur ayam makanan favorit kakak. Lagipula, kakak itu gak bisa bohong, mukanya yang meyakinkan," jelas Galih yang membuat Ayra diam tak dapat berkutik lagi karena semua ucapan Galih memang benar adanya.
"Gak, kakak gak bohong kok. Udah ah kakak mau ke kamar aja," ucap Ayra bangkit dari tempat duduknya.
"Kak, bantuin Naura ngerjain PR," sahut Naura menarik lengan Ayra.
"Ra, ini kan masih pagi jadi kakak bantuin Naura nya nanti aja ya, agak siangan dikit, kakak mau istirahat dulu dan kakak juga banyak tugas yang harus diselesaikan. Setelah itu kakak janji akan bantuin Naura mengerjakan PR," jelas Ayra mengelus puncak kepala Naura.
Ayra berjalan meninggalkan meja makan, ia benar-benar kacau, El sudah cukup membuatnya merasa aneh ditambah Galih yang menyadari dirinya yang bersikap tidak biasa.
Bruk!
"Awwww....," Ayra meringis saat dirinya menabrak lemari.
"Hahahaha...kalau jalan matanya dipake atuh kak. Masa lemari segede gaban kaya gitu gak keliatan?" ejek Galih senang melihat kakaknya menderita.
"Adek durhaka ya gini, kakaknya kesakitan malah dianya ketawa. Naura juga, gak boleh ya ketawa kaya gitu diatas penderitaan orang lain apalagi orang itu adalah kakak, nanti kakak kutuk jadi batu baru tau rasa!" cetus Ayra ngasal, ia benar-benar malu, ingin rasanya ia menghilang dari muka bumi.