Angin berembus menjatuhkan dedaunan, menyapa insan dengan sentuhan lembut. Ayra dan El duduk di bukit sembari menikmati angin sepoi yang menerpa diri. Ayra mengedarkan pandangan, bukit ini sangat cocok dijadikan sebagai tempat merenung dan pereda stress dikala masalah datang. Ayra mengingat kejadian beberapa waktu lalu, tidak seharusnya ia mengucapkan kata-kata tidak sopan seperti itu pada Abahnya. Ayra mengerjap beberapa kali, ia ingin meminta maaf pada Abahnya karena telah berkata tidak sopan tapi egonya menolak keras akan hal itu, egonya menuntut Ayra untuk membiarkan hal itu karena keputusannya sudah benar karena jika tidak diberitahu maka Abahnya tidak akan sadar akan apa yang dilakukannya.
El melihat Ayra untuk kesekian kalinya, ia ingin bertanya apakah Ayra memiliki masalah tapi El mengurungkan niatnya, takut jika Ayra merasa terganggu.
"Apa?" seru Ayra tidak senang pada El yang melihatnya.
"Gak papa," balas El singkat mengalihkan pandangan.
"Hmm....," Ayra memeluk kedua kakinya erat.
"Ada masalah?" tanya El memberanikan diri.
"Namanya juga manusia kak, pasti memiliki masalah," jawab Ayra membuat El menghela napas kasar, ia sendiri tahu bahwa setiap individu memiliki masalah sendiri, ia tidak terlalu bodoh untuk mengetahui hal itu.
"Aku juga tau Ray, tapi masalahnya apa? Gak mau cerita? Siapa tahu aku bisa bantu."
"Hah...." Ayra menghela napas panjang sebelum bercerita.
"Jadi gini kak, aku bersikap tidak sopan sama Abah tepat di hari kak El mengirim pesan tidak dapat membantuku belajar untuk beberapa saat. Aku mengungkapkan semua unek-unekku pada Abah yang sudah lama tidak pulang. Aku kecewa sama Abah yang bahkan tidak mendapat izin cuti bahkan disaat aku sedang sakit. Jadi ya gitu, aku benar-benar kecewa dan sedih karena aku berharap bahwa kita sekeluarga akan liburan bersama, aku dengan semangat membantu Mak di butik, katanya Mak mau bujuk Abah untuk pulang tapi tidak berhasil. Pada akhirnya aku sakit karena kelelahan. Aku sudah memikirkan ini terus, aku ingin meminta maaf tapi sebagian perasaanku menolak untuk melakukan itu, beranggapan bahwa yang aku lakukan benar. Menurut kakak, jika minta maaf sekarang apakah terlambat? Dan apakah sikapku itu seperti anak kecil?" tanya Ayra di akhir ceritanya, meminta pendapat El.
"Gimana ya, menurutku belum terlambat untuk meminta maaf, lebih tepatnya tidak ada kata terlambat untuk meminta maaf pada orangtua, Abahmu pasti mengerti kenapa kamu bersikap demikian dan dia pasti akan memaafkanmu. Untuk sikapmu apakah kekanakan apa tidak, entahlah aku juga tidak bisa menjawabnya. Wajar sih kamu bersikap demikian apalagi kamu punya adik kan?"
"Iya kak, aku juga bilang sama Abah kasihan Naura yang masih kecil, dia jarang sekali bertemu dengan Abah bahkan Naura sudah lupa bagaimana rupa Abah jika tidak melihat foto keluarga. Naura juga sudah lelah menunggu Abah pulang, dia ingin kita berlima makan bersama dalam satu meja, namun harapannya tak kunjung terkabul. Aku dan Galih cukup mengerti dengan pekerjaan Abah, tapi Naura kan masih belum paham sama sekali. Aku hanya kesal jika mengingat hal itu, Mak juga akhir-akhir ini sibuk di butik karena banyak pesanan baju, tapi Alhamdulillah, itu pertanda butik makin laris, makin banyak rezeki. Aku cuma tidak suka aja gitu kak di saat kami, Naura membutuhkan sosok figur orang tua terutama Abah, malah Abah tidak ada di sana," jelas Ayra tertunduk lesu.
"Caramu tidak sepenuhnya salah, tapi yang salah adalah perkataanmu yang tidak sopan. Aku yakin pasti Abahmu ingin sekali kembali berkumpul bersama kalian, tapi mau bagaimana keadaan memaksanya untuk tinggal, tidak dapat pulang untuk sementara waktu. Setelah ini, minta maaf ya sama Abah, kalau perlu sekarang," ucap El menepuk pundak Ayra.