Hujan dan Kenangan

Kaia Sari
Chapter #16

Mengenang Masa Lalu

Tiara melambaikan tangan pada Ayra dan Prasasti. Hari ini mereka akan menghabiskan waktu bersama, mengenang masa lalu, kata Prasasti. Mereka berdua akan mendatangi tempat mereka bermain dahulu. Ayra sebenarnya berat untuk pergi bersama Prasasti tapi Tiara bersikeras agar Ayra ikut bersamanya. Ayra duduk anteng di kursi penumpang tanpa banyak bicara kecuali saat Prasasti mengajaknya bicara. 

"Mai, gimana sama rumah pohon kita?" tanya Prasasti di tengah-tengah perjalanan. 

"Udah hancur," jawab Ayra seadanya. 

"Kesana yuk?" 

"Buat apa? Rumah pohonnya udah hancur loh."

"Ya gak papa, kalau pun gak ada rumah pohon masih ada sungai atau yang lainnya kan? Aku ingin melihat bagaimana keadaan tempat itu setelah tujuh tahun aku tinggal."

Prasasti melajukan motornya dengan kecepatan sedang menuju tempat yang dimaksud. Tempat dimana mereka sering bermain dahulu, di sana ada sungai, rumah pohon yang sengaja mereka buat dengan bantuan orang tua dan ada rumah Teletubbies yang berbentuk bundar. Prasasti memarkirkan motornya di samping motor-motor lain yang terparkir di pinggir jalan. Prasasti dan Ayra harus berjalan kaki karena tempat yang mereka tuju sulit dilewati kendaraan yang ada malah merepotkan, lebih baik jalan kaki menerobos pepohonan dan rerumputan. 

"Terlihat tidak terawat," seru Prasasti melihat rumah pohon yang sudah tertutupi lumut.

"Iya, kayu-kayunya juga sudah lapuk, makanya aku bilang kalau sudah hancur."

"Kamu tidak pernah berkunjung kemari?"

"Dulu sih lumayan sering tapi sekarang-sekarang ini gak pernah lagi, sibuk sama urusan sekolah dan lain-lain," jelas Ayra yang mendapat anggukan mengerti dari Prasasti. 

Prasasti melangkahkan kakinya mendekati rumah pohon, Ayra yang melihatnya membiarkan begitu saja karena Prasasti ingin mengenang masa lalu. Waktu yang dia dan Prasasti habiskan di rumah pohon cukup banyak wajar jika Prasasti ingin mengenangnya lagi. Ayra melihat Prasasti dari kejauhan, seketika Ayra membelalakkan mata saat Prasasti melangkahkan kakinya menaiki satu anak tangga.

"Woyy.... Prasa! Kau ngapain? Jangan aneh-aneh!" teriak Ayra berlari mendekat. 

"Aku hanya ingin melihat dari dekat," jawab Prasasti santai. 

"Gak! Ngapain coba? Dibilangin rumah pohonnya udah lapuk, masih juga mau naik! Terakhir kali aku naik kesana dua tahun yang lalu, aku hampir jatuh dari rumah pohon tau gak! Alhamdulillah aku bisa selamat. Coba bayangkan kalau waktu itu aku benar-benar jatuh, bisa-bisa aku luka-luka atau bahkan gegar otak."

"Wahh....bahaya ya. Kejadian itu dua tahun yang lalu? Udah pasti sekarang tidak bisa ditempati lagi."

"Aku bilang juga apa, rumah pohonnya udah hancur! Jangankan ditempati, membayangkan untuk naik kesana aja udah gak bisa, kayu-kayunya udah keropos termakan waktu."

"Sudah tujuh tahun ya, sepertinya baru kemarin kita bermain di sini dan sekarang rumah pohonnya sudah hancur tapi kenangan di rumah pohon dan tempat ini tidak akan pernah hancur," terang Prasasti yang di setujui Ayra. 

Lihat selengkapnya