"Kak pelan-pelan, jangan buru-buru gitu napa," komentar Ayra mencoba menyamakan langkah kakinya mengikuti El.
El hanya diam tanpa kata, ia masih saja berjalan tanpa memperdulikan Ayra yang kesusahan mengikutinya.
"Lepas Kak, aku susah mengikuti langkah Kakak yang lebar," cetus Ayra lagi, El langsung melepaskan cengkraman tangannya.
"Isshh....Kak El kenapa sih? Sakit tau! Cengkeramannya kuat banget!" tambah Ayra memegangi pergelangan tangannya yang sedikit merah.
"Yang tadi siapa?" tanya El tanpa memperdulikan komentar kekesalan Ayra.
"Prasasti? Dia teman masa kecil aku Kak. Udah lama gak ketemu karena dia pindah ke luar kota dan sekarang kita ketemu lagi."
"Aku hanya tanya dia siapa kenapa malah dijelasin ini itu?"
"Kakak kenapa sih? Aneh! Gak kaya biasanya. Apa jangan-jangan kak El cemburu?" tanya Ayra menunjuk tepat di depan wajah El.
"Kalau iya emang kenapa?"
Perkataan El sukses membuat Ayra salah tingkah. Ayra bergeming, mendadak membatu. Ayra merasakan pipinya memanas serta detak jantung yang bergemuruh, suaranya bahkan lebih keras dari kendaraan yang beberapa detik lalu melewati mereka.
"Udah ah Kak jangan bercanda mulu, pulang yuk. Makin lama anginnya makin dingin," ajak Ayra pada El.
"Siapa yang becanda sih Ray," gumam El samar-samar dapat didengar Ayra namun Ayra pura-pura tidak mendengarnya. Ia tidak tahu harus menganggapi seperti apa jika dihadapkan dengan hal-hal begini.
****
Ayra berbaring di tempat tidurnya dengan kompres yang menempel di dahi. Ayra terpaksa tidak masuk sekolah karena hari ini ia demam. Yap, Ayra demam karena kemarin, saat hujan-hujanan dengan El. Ayra mengamati langit-langit kamarnya dalam hening, ia masih teringat dengan kata-kata El yang mengatakan kalau dia cemburu dengan Prasasti. Ayra tidak ingin menanggapi hal itu serius karena ia tahu jika El sering bercanda. Namun di lain sisi Ayra ingin menganggap kata-kata itu serius bukan hanya candaan seperti yang El bilang kemarin tapi Ayra takut jika ekspektasinya tidak sesuai realita. Ayra kini sadar bahwa dirinya telah menyukai El sejak lama. Kata-kata Aretha bukan hanya omong kosong melainkan fakta bahwa Ayra benar-benar menyukai El. Ayra memejamkan mata, berharap jika ia terlelap sakitnya akan segera sembuh.
"Ayraaa.....," panggilan seseorang dari balik pintu utama membuat Ayra menggerutu. Bagaimana tidak, Ayra baru memejamkan matanya sejenak, ia berharap Galih lekas membukakan pintu pada orang yang memanggil namanya.
Beberapa saat kemudian, tidak terdengar suara seseorang yang memanggilnya. Ayra dapat tidur dengan tenang, pikirnya. Sampai saat gebrakan pintu membuat Ayra bangkit dari posisi tidurannya.
"Ayra.....kau kenapa bisa sakit?" Aretha berhambur masuk menghampiri Ayra.
"Aduhh.... Re, jangan kencang-kencang napa suaranya," cetus Ayra menutup telinga.
"Kau kenapa Ay? Gak biasanya kau sakit kaya gini."