Hahahaha....
Suara gelak tawa kian menggema. Ayra merasa terharu dan bahagia melihat keluarganya berkumpul kembali termasuk Abahnya. Ayra menyantap sop buahnya dengan lahap, ia benar-benar bahagia melihat keluarganya yang berkumpul bersama ditambah ada El dan keluarganya juga.
"Meskipun hanya di halaman rumah, tapi rasa kebersamaannya tetap terasa ya," Karina angkat suara.
"Iya, di tambah Abahnya Ayra juga pulang jadi tambah seru dan rame," tambah Tiara menimpali.
El menatap Ayra untuk kesekian kalinya. Si empunya badan tampak risih saat El menatapnya, bukan hanya sekali dua kali tapi entah yang keberapa kalinya sampai Ayra tak dapat menghitungnya lagi.
"Kak, kenapa dari tadi ngeliatin mulu. Ada sesuatu di wajahku?" Ayra berbisik pada El yang ada di sampingnya.
"Gak ada kok," jawab El singkat.
"Terus kenapa?"
"Ya gak papa. Aku cuma mau melihat kamu, gak boleh?"
"Boleh sih, tapi gak usah melihatnya kaya gitu juga kali kak. Dari tadi dilihatin mulu, aku jadi merasa gak nyaman."
"Ahemm...jangan pacaran mulu. Di sini banyak orang loh, tempat umum ini." Dani menyahut saat Ayra dan El sibuk sendiri, berbisik-bisik entah apa.
"Siapa yang pacaran sih Bah? Kita cuma mengobrol," balas Ayra malu karena ia tidak menyangka bahwa Abahnya akan bersikap biasa saja saat putri sulungnya sudah mengenal kata cinta.
"Kalian kan memang pacaran, terus kenapa bersikap malu-malu kaya gitu? Mak rasa kalian itu sangat cocok. Gimana kalau kalian nikah setelah Ayra lulus? Atau minimal tunangan?" Ungkapan Tiara membuat Ayra tersedak seketika, ia tidak berharap kata-kata itu akan meluncur secepat ini.
"Iya benar, Bunda juga setuju," sahut Kirana.
"Bukan ide yang buruk," timpal Damar singkat.
"Gimana? Kalian setuju?" tanya Tiara menatap Ayra dan El.
"Nikah? Tunangan? Ayra masih sekolah Mak, lagipula Ayra mau kuliah terus kerja, jadi orang sukses baru nikah," jawab Ayra yakin.