Tap!
El menarik lengan Ayra dengan tenaga yang tersisa.
"Jangan, a...ku su...dah tidak a...da ha...rapan." Penyataan El sukses membuat Ayra semakin deras meluncurkan buliran bening dari kedua sudut matanya
"Jangan na... ngis a...ku gak su...ka. Ah i..ya, a...ku a...da hadiah spe...sial," El berseru lirih dengan darah yang terus meluncur dari surut bibirnya dan kepala belakangnya yang mengotori kebaya Ayra.
"I...ni." El menyerahkan kotak kecil bergambar batik dan sebuah boneka. Ia mengisyaratkan Ayra agar membuka kotak kecil tersebut.
"Simpan ba...ik ba...ik. Aku ha...nya mem...beri...kan ge...lang bi...asa yang bah...kan bu...kan e..mas, ha...nya pe...rak yang mung...kin ti...dak se...ratus per...sen asli. Sa...tu lagi, ka...mu suka bo...neka ra...kun kan? Aku keli...ling men...carinya ke...sana ke...mari, ma...af ka...rena membuat...mu menunggu la...ma. A...walnya i...ngin mem...beri sebuket bu...nga. Na...mun bunga a...kan la...yu kan?" El tesenyum di akhir ucapannya. Ayra masih tidak dapat membendung air matanya yang semakin lama semakin deras berjatuhan bersamaan dengan rintik air hujan.
Ayra, Aretha dan Raka segera membawa El yang kini kesadarannya telah hilang. Ia terus berdoa, berharap agar El baik-baik saja.
****
El segera dibawa ke ruang gawat darurat. Ayra berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD. Lantai rumah sakit menjadi basah karenanya. Ayra tidak peduli kala petugas kebersihan memperingatkannya agar berganti pakaian.
"Ay, ganti baju dulu yuk, aku ada bawa baju ganti," ajak Aretha merangkul pundak Ayra.
Ayra menggeleng, ia tidak bisa tenang kala mendapati El yang masih dalam penanganan dokter.
"Sedih boleh tapi jangan sampai menyiksa diri sendiri. Jika El tahu, dia pasti akan sedih melihatmu yang seperti ini. Ayra, pergi dengan Aretha ya, ganti pakaianmu yang basah itu," cetus Raka lembut. Ayra akhinya luluh juga. Ia mengikuti Aretha yang membawanya ke kamar mandi.
Tiga puluh menit telah berlalu namun dokter belum juga menunjukkan tanda-tanda keluar dari ruang UGD. Ayra terlihat pucat, bibirnya kering dan matanya bengkak. Aretha menatap sedih sahabatnya itu.
Tulilut!
"Assalamualaikum Aretha," sapa seseorang dari seberang telepon.
"Wa'alaikumussalam Bu," jawab Aretha seadanya. Ia sedikit menjauh dari Ayra dan memberi isyarat pada Raka agar menjaganya yang dibalas anggukan mengerti darinya.
"Re, kamu tahu Ayra dimana? Sedari tadi belum pulang?" Tiara bertanya khawatir. Ia tidak ingin kejadian dengan Prasasti kapan hari itu terulang lagi.
"Iya Bu, Ayra ada bersama Aretha sekarang."
"Syukurlah, kalian merayakan kelulusan? Ya sudah, pulangnya jangan terlalu malam ya," pesan Tiara yang ingin menutup sambungan teleponnya yang dengan cepat dicegah Aretha.
"Tunggu Bu, Aretha dan Ayra tidak sedang merayakan kelulusan. Sekarang kita berada di rumah sakit."
"Rumah sakit? Ayra terluka atau kamu yang terluka Re?" Khawatir Tiara.
"Enggak Bu, kita baik-baik saja. Yang sedang membutuhkan pertolongan adalah El, dia mengalami kecelakaan."