Hujan masih terus mengguyur membasahi bumi, malam yg semakin larut membuat udara bertambah dingin. Di dalam sebuah rumah yg cukup besar seorang pria sedang merekatkan selimut di atas sebuah sofa, di depannya tersaji sebuah coklat panas yg masih mengepulkan asap. Dari arah dapur datang seorang gadis dengan membawa dua buah mie cup dengan aroma yg menggugah selera.
"Ini milik mu Evan! " Ucap gadis itu meletakan mie cup yg tadi dia bawa. Lalu duduk di samping pria yg tadi ia panggil Evan.
"Iya, terima kasih, Rania. " Ucap Evan sambil menggosokan kedua tangannya.
"Kau mengigil Evan. " Ucap Rania yg melihat tubuh Evan bergetar pelan.
"Ya, aku tak biasa keluar di tengah cuaca dingin. Apalagi pada malam hari. " Jelas Evan.
"Begitu kah? Maaf aku tak tau hal itu." Ucap Rania merasa bersalah.
"Tidak apa, bukan salahmu. Aku selalu mencoba biasa saja tapi tubuhku tak bisa diajak kerja sama. " Ucap Evan menjelaskan kondisinya pada Rania. "Kau tinggal sendiri di rumah sebesar ini? " Tanya Evan lagi.
"Ya, ibu ku terlalu sibuk bekerja." Gumam Rania pelan, raut wajahnya berubah jadi murung.
"Ayahmu? " Tanya Evan.
"Aku tidak tau dimana Ayahku. " Ucap Rania sambil menyalakan tv yg tersedia diruangan itu. Evan mengerutkan dahi nya tak mengerti.
"Aku hanya tinggal dengan ibuku sejak aku masih kecil, dan ibu tidak pernah bercerita tentang Ayah. Setiap kali aku bertanya Ibu selalu mengalihkannya dan pergi begitu saja. " Ucap Rania, dirinya berusaha agar terlihat baik baik saja.
"Maaf, bukan maksud ku... "
"Tidak masalah Evan, aku sudah terbiasa dengan hidup seperti ini. " Rania tersenyum, meyakinkan Evan bahwa diri nya baik baik saja. Tapi Evan tau dari sorot matanya gadis itu tampak sedih dan kesepian.
"Mulai sekarang aku akan menemani mu. Berjanjilah agar tidak bersedih lagi. " Ucap Evan memegang kedua tangan Rania untuk menguatkannya. Rania kaget melihat tangannya di pegang Evan seperti itu, tapi dirinya merasa lebih tenang ada Evan disampingnya.
"Terima kasih, kau datang dan membuat semuanya lebih mudah. " Ucap Rania.
"Minumlah dulu." Rania memberikan coklat hangat yg tergeletak di atas meja. Mengubah posisi duduk mereka yg tadi berhadapan. Jadi menghadap tv yg tertempel di dinding.
"Kalau dirimu bagaimana? " Tanya Rania lagi.
"Ya tidak jauh beda dengan mu, Ayahku sudah meninggal 10tahun yg lalu, dan ibu ku menikah lagi kemudian ikut suami nya dan meninggal kan ku di rumah warisan dari Ayah." Ucap Evan tanpa memalingkan pandangannya dari tv. Rania terkejut mendengarnya. Ternyata dirinya tidak sendirian.
"Bagaimana bisa? " Tanya Rania wajahnya mendadak menjadi serius.
"Waktu itu, umur ku sekitar 6tahun. Aku menunggu Ayahku menjemputku disekolah tapi sudah 6jam menunggu Ayah ku tak datang juga. Saat itu turun hujan yg deras, akhirnya aku memberanikan diri untuk pulang jalan kaki. Tapi saat aku sampai dirumah, keadaan dirumah ramai, banyak orang asing yg tidak ku kenal dan disaat itu aku melihat ibu ku sedang menangis sejadi jadinya di depan jasad seseorang, yg adalah Ayah ku sendiri. Ayah ku meninggal saat sedang ingin menolong seseorang di tengah hujan badai. Tapi naas, Ayahku tertimpa pohon besar dan meninggal di tempat. Sejak saat itu aku membenci mereka. " Ucap Evan menceritakan kisah hidup nya yg selama ini ia kubur dalam dalam. Pandangannya mengarah pada hujan di luar jendela lalu terdiam cukup lama. Rania mematung, tak bisa mengatakan sepatah kata apapun. Rasa iba melihat Evan muncul di hati Rania. Tak menyangka hidup pria dihadapannya semenyedihkan itu.
"Jangan pandang aku menyedihkan seperti itu." Ucap Evan, Rania yg tadi mematung membenarkan posisi duduknya.
"Maaf jadi mengungkit masa lalu mu." Ucap Rania merasa tidak enak pada Evan.