HUJAN DEWI BATARI

Call Me W
Chapter #29

MEMECAH BELAH 2

Sementara itu, jauh menuju ke arah pesisir selatan, sesosok lelaki kerdil tampak berlari dalam keremangan hutan, melewati pepohonan dan semak belukar. Meskipun gerakan maupun langkah berlarinya jauh lebih pendek dibanding lelaki normal pada umumnya atau bahkan anak-anak berumur enam tahun. Namun kelincahan dan kewaspadaannya patut untuk diperhitungkan.

Lelaki kerdil itu masih terus berlari dengan busur di tangan dan sebuah wadah berisi belasan anak panah di punggung. Sampai akhirnya dia melihat cahaya seperti kobaran api tak jauh di depannya. Dia pun segera bersembunyi di balik sebatang pohon yang besar, sembari mengatur napas sebelum menentukan gerakan selanjutnya.

Kobaran api itu berasal dari sebuah api unggun yang dikelilingi oleh tenda-tenda berwarna putih bergaris kuning. Pada setiap tenda berdiri dua orang prajurit penjaga dan masih ada lagi yang berdiri di sekeliling area perkemahan menghadap ke arah hutan. Ada juga yang bertugas hilir mudik di setiap garis pembatas perkemahan.

Lelaki kerdil itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling area perkemahan. Dia berusaha mempelajari setiap titik yang bisa memungkinkannya masuk tanpa ketahuan. Tapi itu dirasanya sangat tidak mungkin. Selain area perkemahan itu dijaga ketat, dia juga tidak mungkin dengan secara tiba-tiba muncul dan menyapa mereka semua dengan ucapan salam selamat petang. Perkemahan itu bukan milik dari sebuah pasukan biasa. Begitu juga dengannya. Dia juga bukan lelaki kerdil biasa yang secara tak sengaja tersesat dalam hutan.

Lelaki kerdil itu pun kembali mengamati sekelilingnya. Di depan sana, dekat dengan api unggun, ada sebuah tenda yang ukurannya jauh lebih besar dengan atap terbentang menyerupai serambi di depannya. Di serambi tenda itu, terlihat beberapa orang sedang berbincang-bincang sambil menunjuk-nunjuk sesuatu di atas meja. Pastilah itu sebuah peta. Selain itu, tenda itu pastilah didiami oleh orang-orang penting atau pemimpin dari pasukan yang berkemah itu.

Lelaki kerdil itu mengangguk-angguk saat membenarkan pemikirannya sendiri dalam hati. Ya, dia harus segera bergegas sebelum ada yang mengetahui keberadaannya di balik pohon ini. 

Lelaki kerdil itu beralih mengamati sebuah pohon yang berada tak tauh di depannya. Pohon itu sangat besar dengan dahan-dahan lebat. Bisa menyembunyikan tubuh kerdilnya, seandainya dia naik ke atasnya. Selain itu, jarak pohon itu dengan pohon yang ada di dekat tenda besar itu tidak begitu jauh. Lelaki kerdil itu pun mengangguk-angguk lagi. Kemudian dengan gerakan perlahan tapi pasti, lelaki itu cepat-cepat menuju ke sana dan menaiki batang pohon yang dimaksudnya tadi. Gerakannya lincah tanpa banyak menimbulkan guncangan pada dahan pohon.

Kini dia sudah berada di ketinggian yang diinginkannya. Namun, begitu dia hendak menarik busurnya dan bersiap membidik, busur itu pun segera diturunkannya lagi. Pada ketinggian ini dan ditambah dengan rentangan tali busurnya yang jauh lebih pendek, anak panahnya tidak akan menancap tepat di batang pohon dekat tenda besar yang diinginkannya. Apalagi ada beban menggantung pada anak panah yang akan dilesatkannya itu. Ya, lelaki kerdil itu harus berpikir ulang. Jika tidak mau lesatan anak panahnya tidak tepat sasaran atau malah salah sasaran.

Beban itu sendiri merupakan sebuah gulungan surat berisikan pesan penting. Pesan itu sendiri harus segera sampai di tangan yang tepat atau pada seseorang yang ciri-cirinya sudah digambarkan oleh penyuruhnya sebelum pergi tadi. Dan seseorang yang sesuai dengan ciri-ciri itu sedang berada di serambi tenda besar. Lelaki kerdil itu pun kembali merentangkan busurnya. Dan ....

Tap!

Anak panahnya tepat mengenai kepala babi yang sedang dipanggang dekat api unggun. Membuat salah seorang prajurit yang hendak memotong dagingnya terjengkang karena merasa terkejut. Kericuhan pun segera merebak di sekitar api unggun.

“Menyebar!” seru salah seorang di antara mereka segera memberi aba-aba. Tidak butuh waktu lama, setidaknya limabelas orang prajurit tampak berlarian menuju ke pepohonan.

“Ada apa ini?” tanya seseorang berperawakan tinggi, besar dan berkumis tebal. Segera ke luar dari serambi tendanya begitu terdengar kericuhan dan melihat gerakan mendadak dari beberapa prajuritnya.

“Ada seseorang yang mengawasi kita dan memanah salah satu prajurit, Paduka. Tapi untungnya tidak kena,” lapor seseorang yang tadi memberikan aba-aba.

Lelaki bertubuh besar itu mengerutkan keningnya. “Mana anak panah itu?”

“Tepat seperti yang saya duga, Paduka,” kata seseorang yang lain lagi. Menunjukkan anak panah yang diminta lelaki bertubuh besar dan berkumis tebal itu.

“Apa itu, Abyasa?”

“Seseorang itu tidak bermaksud menyakiti. Dia hanya bermaksud mengirim surat ini kepada pihak kita, Paduka,” kata seseorang yang dipanggil Abyasa itu seraya melepaskan surat yang terikat di anak panah dan menyerahkannya. Kemudian beralih memandang ke wajah lelaki pemberi aba-aba tadi.

Lihat selengkapnya