Orang-orang bilang kemoterapi itu mengerikan dan menyakitkan. Konon, efeknya bisa melemahkan sel yang sehat. Hal ini membuat aku dan suami merasa khawatir dan cemas dalam menyambut kemo pertama. Sempat terpikir mencoba alternatif herbal namun ada pengalaman tetangga yang memakai herbal bukannya sembuh malah tambah parah. Oleh karena itu dengan bismillah kami menempuh jalur medis.
Malam ini aku menemani Mas Faqih untuk kemo perdananya. Sementara itu, Salman ditinggal di kontrakan bersama ibuku. Hanya ibu satu-satunya keluarga intiku yang tersisa karena Bapak dan Kakakku telah meninggal dunia. Rasanya sedih sekali ketika aku akhirnya hamil tapi Bapak dan Kakakku malah sudah tidak ada. Terlebih Bapak meninggal dunia sangat mendadak tanpa ada sakit terlebih dahulu. Beliau meninggal dunia sesaat setelah pulang shalat Isya di masjid. Air mataku menetes mengingat betapa Bapakku sangat ingin sekali menggendong cucu. Bahkan sebelum beliau pergi ke rahmatullah beliau bertanya pada Ibu, "Kenapa anak kita belum hamil ya?" Keinginan memiliki cucu itu terpendam hingga bapak menemui ajalnya. Belum sempat aku menyembuhkan luka karena ditinggal Bapak, tidak sampai dua bulan kemudian Kakakku, saudara perempuan satu-satunya menyusul Bapak ke pangkuan Allah. Rasanya dunia hancur ketika ditinggal dua orang keluarga inti sekaligus. Namun, Allah Maha Adil, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Dia memberikanku penghiburan dengan menitipkan janin di rahimku setelah bertahun-tahun aku menikah. Namun, penghiburan itu kemudian diuji lagi dengan kehadiran penyakit kanker kelenjar getah bening yang kini bersarang di tubuh suamiku dan kini kami tengah bersiap menghadapi kemo ke satu.
Sebelumnya aku tak pernah tahu kemo itu bagaimana dan seperti apa, kini aku akan menyaksikan sendiri kemoterapi untuk suamiku. Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan cara memasukkan cairan obat ke dalam tubuh melalui infus. Ada empat jenis obat yang diberikan untuk jenis kanker yang suamiku idap. Setiap obat tersebut sangat berbahaya jika terkena kulit manusia secara langsung. Oleh sebab itu perawat sangat hati-hati sekali dalam membuka dan memasangnya. Mereka bahkan menggunakan baju dan kaca mata khusus jika hendak melakukan tindakan kemo ini. Oh iya, aku yang berstatus ibu menyusui juga sebenarnya tak boleh mendampingi pasien yang sedang kemo karena khawatir terpapar efek negatif dari obat tersebut. Seorang perawat yang merupakan kepala ruangan memanggilku secara khusus dan memberitahu tentang hal ini. Oleh sebab itu kemo ke dua dan seterusnya aku tak lagi bisa menemani Mas Faqih.
Tepat pukul 19.00 perawat datang. Beliau terlihat memakai baju khusus dan telah membawa peralatan untuk kemo.
"Selamat, malam Pak, Bu sudah siap ya?" "Insya allah," ujar kami pasrah.
Perawat yang memakai baju khusus itu terlihat begitu serius ketika memasukan obat.
Aku memperhatikan dengan seksama. Obat pertama dimasukkan lalu menunggu sekitar satu jam obat dimasukkan lagi begitu seterusnya hingga keempat obat kemo dimasukkan.