*Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.*
Hakbo (panggilan ayah), sedang membetulkan jam dinding yang didapatnya dari kota, hadiah khusus dari keluarga Aklo (panggilan kakek) Jemal. Sebenarnya beliau bukanlah saudara sedarah kami, tapi keluarga kami dan keluarga Aklo Jemal sudah mengikat janji selama 5 generasi. Tidak ada kekerabatan dan kedekatan melebihi keluargaku dan keluarga Aklo Jemal, keluarga mereka selalu mendapat tempat duduk paling istimewa apabila ada acara keluarga, kecil maupun besar. Beberapa keluarga sedarah kami bahkan sudah 2 generasi tidak saling bicara, karena perlakuan istimewa yang diberikan kepada keluarga Aklo Jemal.
Aklo Uhsan adalah Aklo kandungku yang merupakan keturunan anak laki-laki pertama di keluarga Hakbo-ku. Di adat istiadat kami, anak laki-laki pertama adalah utama, sehingga apabila ada keputusan apapun, anak laki-laki di keluarga aku lah yang akan memutuskan. Bisa dibayangkan, bagaimana murkanya saudara sedarah kami, saat keluarga Aklo Jemal ikut dimintai pendapat.
"Ingat, dia bukan saudara sedarah dengan kita, tidak ada hak dia disini ...!"
"Dendek (adik) Amal, ingatlah, bahwa keluarga Raja Baro pernah menyelamatkan keluarga kita. Apakah kita akan menjadi orang-orang yang tidak tahu berterima kasih? apakah kita akan menjadi orang-orang yang tidak taat kepada leluhur?" Aklo Amal termasuk orang yang disegani di keluarga besar kami, tapi dia bukan keturunan anak laki-laki pertama Raja Kalang di generasi Aklo, sehingga tidak mempunyai kekuatan suara di dalam acara-acara keluarga. Kata suma (nenek), saat itu wajah Aklo Amal langsung memerah, dia merasa sangat dipermalukan oleh Aklo-ku. Suasana sempat hening cukup lama, hanya terdengar tangisan bayi dan gurauan anak-anak kecil yang tidak mengerti keadaan. Perlahan-lahan Aklo Amal berdiri tegak, wajahnya menoleh ke arah keluarga Aklo Jemal.
"Lagipula, siapa yang memberikan gelar raja ke keluarga mereka? Mereka tidak sedarah dengan kita, ingat itu. Kalau orang luar lebih kau dengar dari saudara sedarahmu, akupun bisa berlaku seperti ini. Kukibaskan debu di kakiku, di rumahmu." Semua tampak terkejut dengan ucapan Aklo Amal. kata-kata itu adalah pepatah di kampungku, yang menyatakan putusnya tali kekerabatan dan hanya bisa disambung kembali setelah 2 generasi, melalui pesta besar-besaran dan dihadiri oleh seluruh keluarga kedua belah pihak. Kalimat itu tidak bisa diucapkan sembarangan, kalimat itu sangat dalam artinya.
Satu persatu, keluarga Aklo Amal meninggalkan rumah Aklo-ku tapi masih ada keluarga lain yang tinggal, yang tidak melawan dengan keputusan aklo-ku. Tidak lama acara langsung berakhir, karena masing-masing sedih dengan peristiwa yang barusan terjadi. Itulah cerita yang sudah puluhan kali aku dengar dari sumaku.
"Mengapa Suma tidak mendamaikan kedua Aklo?"
"Tidak semudah itu, walaupun mereka sudah lama tidak bermusuhan lagi, tapi perdamaian baru bisa diadakan setelah 2 generasi. Oleh sebab itu, tidak boleh sembarangan mengucapkan kalimat seperti itu."