Umak terdengar memanggil namaku dari arah dapur. Aku sulit untuk mengabaikan panggilan beliau, sehingga langsung melangkahkan kaki ke dapur, tanpa meneruskan kalimatku.
"Sayuran belum kamu cuci, Liata?" Boani berjalan mendekati Umak. Terdengar mesin berbunyi dengan keras dan aku yakin, Hakbo dan saudara-saudara lelakiku sudah pergi dari rumah.
"Biar Boani saja yang bantu Umak ... mungkin Liata sedang melamunkan impiannya ..." Boani tersenyum mengejek.
"Dia kakakmu, jangan panggil nama!" Senyum Boani seketika menghilang dari wajahnya. Dihentakkan kakinya dan pergi menuju kamarnya.
"Umak, mungkin saja Hakbo bisa berubah pikiran ..." Aku berusaha mengungkit kembali tentang sekolah kepada Umak.
"Andaikan Hakbo berubah pikiran, bagaimana dengan keluarga Aklo-mu dan juga Aklo yang lain? Hakbo bisa terkena masalah, kamu mau?" Aku menggeleng pelan. Umak tersenyum dan membelai kepalaku.
"Ingat tugas besar yang Suma berikan kepadamu?" Aku kembali mengangguk. Aku mulai membantu Umak membersihkan sayur dan buah-buahan.
"Apakah semua keluarga Aklo akan mendengar perkataanku? aku tidak punya keahlian apa-apa." Umak memasukan nasi ke dalam Ceting lalu mulai menggoreng ikan. Hakbo dan saudara lelakiku sudah makan terlebih dahulu, karena mereka harus segera berangkat ke sekolah.