Menarik cerita ke belakang sedikit....
Aklo Uhsan memiliki 4 saudara kandung dan demikian urutan keluarga mereka, Ponit-Delin-Uhsan-Amal dan Xavir. Dahkli Labuh merupakan anak dari Aklo Amal dan salah satu keturunan Aklo Amal yang sangat tidak menyukai keberadaan keluarga Aklo Jemal. Perasaan tidak suka yang kadang dirasa berlebihan, secara tidak langsung diturunkan kepada anaknya Lindung. Setiap ada kesempatan, Lindung akan berusaha mengganggu siapa saja keluarga dari Aklo Jemal yang dia temui. Merasa dirinya adalah keturunan murni, dia selalu berfikir kalau dirinya akan tetap selamat dari masalah yang dia lakukan. Saat semua saudara dan sepupunya pergi ke sekolah, dia menolak dengan keras untuk belajar dan lebih suka pergi ke sana ke mari tidak jelas arahnya. Lindung berteman dengan pemuda-pemuda yang sering membuat onar di desa. Pemuda-pemuda itu sudah sering dipanggil, dinasehati dan dihukum secara adat, tapi tetap tidak berubah. Bahkan keluarga mereka sudah menyerah melihat peringai pemuda-pemuda itu. Dahkli Labuh seolah menutup mata dengan yang terjadi pada putranya semata wayang. Anak yang lain adalah perempuan dan mereka sangat baik serta sopan, berbeda jauh dengan saudara laki-lakinya. Kadang Dahkli Labuh mengeluh dengan peringai anak lelakinya, tapi ada saat-saat dia merasa senang saat anak laki-lakinya mengungkit-ungkit tentang keturunan murni. Itu saja kebanggaan Dahkli Labuh di tengah kondisi hidupnya yang sulit dan bisnisnya yang sering gagal. Dia sering marah karena menganggap, Leluhur membangun desa ini untuk keturunan murni, bukan keturunan orang lain.
Menurut kabar dari warga desa, Dahkli Labuh sering kedatangan tamu dari kota, katanya dia memiliki bisnis baru. Rumahnya dijual dan keluarganya akan pindah ke rumah keluarga yang lain untuk sementara. Setelah bisnisnya mendapatkan untung yang banyak, Dahkli Labuh sudah mengatakan kepada orang-orang di desa, kalau dirinya ingin pindah ke kota. Beberapa orang di desa sudah menasehati agar berhati-hati berbisnis dengan orang kota, bahkan sampai menjual rumah dan beberapa tanahnya. Kemarahannya dengan kehidupan di desa, membuat Dahkli Labuh tidak mendengarkan siapapun, bahkan istrinya. Apa yang ditakuti oleh istri Dahkli Labuh benar-benar terjadi, orang-orang dari kota sudah menipu Dahkli Labuh. Istri dari saudara yang ditempati rumahnya, oleh keluarga Dahkli Labuh, kasihan dengan istri Dahkli Labuh yang tampak tertekan. Istrinya sangat baik dan juga ramah, tapi sikap suami dan anak lelakinya benar-benar menjengkelkan. Bahkan Lindung sering menjahili dan menipu keluarga yang menampungnya sementara.
“Labuh, kapan kamu pindah dari rumahku? rumahku kecil dan tidak bisa menampung orang terlalu banyak. Cucuku juga akan segera lahir dan anak perempuanku akan membawa cucuku pindah ke sini.” Pemilik rumah sudah tidak sungkan-sungkan lagi bicara ke pokok permasalahan. Sambil berbicara dengan lembut, sebenarnya dia menahan rasa marah karena sudah ditipu oleh keponakan dan teman-temannya yang kurang ajar.
“Aku masih mencari orang-orang yang dari kota itu, untuk meminta kembali uangku. Sabarlah kak…” Pemilik rumah mulai kesal dan memberikan ultimatum.
“Waktumu hanya 1 minggu. Jangan sampai aku mengusirmu, Labuh.”
Warga desa berkumpul serta berbisik-bisik saat Dahkli Labuh diusir oleh saudara perempuannya. Menurut kabar, Dahkli Labuh mencari Hakbonya dan meminta agar keluarganya tinggal dengan Hakbonya sementara waktu. Suara saudara perempuan Dahkli Labuh terdengar sampai beberapa meter.
“Warisan sudah dibagi oleh Hakbo sesuai permintaanmu, Labuh. Bahkan Hakbo belum meninggalpun, sudah kamu minta harta dan tanahnya. Ada rasa malumu sedikit? Sudah berkeluarga kau Labuh, urus keluargamu. Jangan luntang-lantung minta tolong orang lain. Kamu pikir, kita semua harus selalu menolongmu? Jangan lagi kau injak rumahku, kalau tujuanmu hanya uang. Jangan lagi kau ganggu Hakbo, dengan urusanmu. Sudah tua Hakbo kita!” Dahkli Labuh duduk cukup lama di depan warung yang ada di dekat rumah saudara perempuannya. Tidak ditanggapi pertanyaan warga desa yang sedang duduk-duduk disana. Tiba-tiba dia berdiri dan berjalan menuju rumah Dahkli Sema.
“Labuh, ada apa kamu datang kesini. Tumben sekali.” Mereka duduk di depan rumah Dahkli Sema. Salah seorang pekerja kaget melihat Dahkli Labuh yang tidak pernah datang ke rumah Dahkli Sema, tiba-tiba sudah ada di rumah itu. Pekerja itu mencari posisi untuk mendengarkan percakapan mereka.
“Aku mau minta tolong padamu, Sema. Kemarin aku sempat berbisnis dengan orang-orang dari kota…”
“Ya…aku sempat dengar hal itu…lalu?” Dahkli Labuh menarik nafas panjang.