Hujan di Tanah Utara

Irvinia Margaretha Nauli
Chapter #12

12. Pengadilan di Balai Desa

"Tidak ada yang bisa menyentuh anakku. Siapa yang berani, akan mati di tanganku." Dahkli Labuh memeluk anaknya yang sedang menangis, sambil mengarahkan goloknya. Aklo yang berdiri di luar balai desa tampak bingung, tidak bisa berbuat apa-apa. Aku melihat ke arah Dahkli Sema dan berharap beliau melakukan sesuatu. Beliau tampak berbisik-bisik dengan Umaknya, sampai akhirnya kulihat Suma Gora mengangguk dan Dahkli Sema berdiri. Orang-orang dari kota sudah berhasil membekuk Dahkli Labuh dan akan membawa Lindung pergi.

"Tunggu sebentar, tenang sebentar." Semua mata memandang ke arah Dahkli Sema.

"Saya ingin bertanya kepada Lindung, apa ini perbuatanmu?" Lindung menggeleng.

"Bukan saya...bukan saya... saya difitnah..." Wajah Dahkli Sema berubah geram.

"Difitnah? itu Dahkli-mu sendiri, untuk apa memfitnah kamu?" Lindung berlutut dan memohon.

"Saya difitnah, tolong...saya difitnah. Dahkli Sona pelaku-nya..." Wajah Dahkli Sema tampak marah.

"Anak kecil kurang ajar, seperti apa Hakbo-mu mendidikmu. Kamu laki-laki, akui kesalahanmu dengan jantan!" Lindung terus menangis dan menempelkan wajahnya ke lantai.

"Tolong saya...tolong saya, saya difitnah." Dahkli Sema tampak berjalan ke arah Umaknya dan mengambil sesuatu dari tas istrinya. Aku ingat, tadi ada seseorang di rumah Suma Gora yang memberikan baju yang setengah terbakar kepada Dahkli Sema. Beliau berjalan mendekati Dahkli Labuh.

"Ini baju siapa, Labuh?" Dahkli Labuh memegang baju itu dengan ragu-ragu.

"Aku temukan ini di perkebunan. Kamu pasti tahu ini milik siapa kan?" Dahkli Labuh diam saja sambil menggenggam erat baju yang diberikan kepadanya. Wajahnya tampak tegang tapi tidak ada kata yang keluar dari mulutnya.

Aku tidak bisa melihat lagi apa yang terjadi karena tertutup oleh kerumuman orang. Kuputuskan untuk berjalan memutar, mendekati posisi dimana Dahkli Sema berdiri. Ada jendela yang terbuka di sana dan aku berdiri pas di dekat jendela itu. Aku melihat Dahkli Sema semakin mendekati Dahkli Labuh dan kudengar apa yang dibisikan Dahkli Sema kepada Dahkli Labuh.

"Begini cara kau mengajarkan anak? dia sudah membunuh 3 orang, mau jadi apa dia nanti saat dewasa?" Kulihat Dahkli Labuh menunduk dan airmata mengalir di pipinya, wajahnya sudah tidak tegang lagi tapi terlihat sangat sedih.

"Dia mengaku dan kita selesaikan secara adat." Dahkli Labuh tampak terkejut.

"Benarkah Sema?" Airmata Dahkli Labuh semakin mengalir deras. Setelah beberapa tahun kemudian, aku baru mengerti makna dari ucapan Dahkli Sema. Apabila di desa kami terjadi sebuah kesalahan yang sangat fatal, pelaku bisa mengajukan penyelesaian secara adat, yang artinya pelaku bisa lepas dari hukuman dan dimaafkan. Biasanya korban menolak permintaan itu, tapi saat itu Dahkli Sema sendiri yang meminta.

Lihat selengkapnya