Aku dan Hakbo meninggalkan desa setelah acara adat selesai. Lindung akan menyusul ke asrama sekolah setelah mengunjungi keluarga korban dan meminta maaf secara khusus.
"Umak tidak ikut, Hakbo?" Aku sedih melihat Umak yang melambaikan tangannya di depan rumah. Aku dan Hakbo naik kendaraan yang sudah dimodifikasi oleh Hakbo. Tempat duduknya masih tidak nyaman dan atapnya masih sering terbuka tiba-tiba.
"Umak menjaga adikmu. Sulman belum bisa untuk diajak pergi jauh." Dahkli Sema berkata kepada Hakbo untuk bertemu dengan orang kepercayaan beliau.
"Kamu senang, Liata?" Aku menoleh ke arah Hakbo dan tersenyum lebar. Tiba-tiba saja hujan turun saat kami meninggalkan desa.
--
Umurku 9 tahun saat menatap Gedung sekolah untuk pertama kalinya, menjulang nyata di hadapanku. Seorang lelaki yang lebih tinggi dari Hakbo-ku menyambut kami dengan sikap kaku.
"Liata namamu bukan?" Aku mengangguk.
"Kamu bisa mulai bekerja 2 hari lagi."
"Bekerja?' Hakbo tampak ragu-ragu bertanya.
"Sema sudah menjelaskan semuanya kepadaku, tapi sayangnya ini adalah sekolah khusus untuk anak laki-laki. Ini adalah sekolah terbaik, tapi bukan untuk perempuan..." Lelaki itu mempersilahkan kami masuk.
"Aku katakan kepada kepala sekolah, kalau kita akan mempekerjakan seorang pekerja muda lagi, tapi tenang saja, karena kamu masih kecil, hanya bekerja setengah hari. Liata akan tinggal dengan anak perempuanku, namanya Selena. Nah, itu dia Selena." Seorang gadis menyambut kami dengan senyum lebarnya. Dia lebih ceria dari Hakbo-nya.
"Aku katakan kepada kepala sekolah, kalau Selena butuh rekan kerja yang seumuran, beliau setuju." Pria itu berusaha menjelaskan maksudnya kepada Hakbo. Hakbo hanya mengangguk-angguk.
"Sebenarnya ini hanya cara kepala sekolah agar anakku bisa sekolah di tempat ini, sayangnya anakku adalah perempuan dan kepala sekolah tidak ingin terjadi keributan. Tempat ini adalah sekolah untuk anak-anak orang kaya dan terpandang."
"Nah, ini kamarmu Liata, kalian akan berbagi kamar." Selena menggandeng tanganku dan menunjukan lemari untuk menyimpan barang-barang.
"Aku anak tunggal. Aku senang bisa punya teman disini." Selena menunjuk tempat tidur yang tertata dengan rapi.
"Ini kasurmu, seprainya lucu kan?" Aku tersenyum dan mengangguk ke Selena.
"Lucu sekali, ini gambar bebek ya..." Aku mengelus gambar bebek di atas seprai berwarna biru.
"Aku harap anda tidak keberatan, Liata bekerja di tempat ini. Semoga tidak ada salah paham." Aku melirik hakbo yang sedang tersenyum sambil menjabat tangan Hakbo Selena.