Hujan di Tanah Utara

Irvinia Margaretha Nauli
Chapter #16

16. Cerita Pak Kepala Sekolah - menjadi guru

Di suatu sore, aku dan Selena duduk di taman sekolah. Masih ada beberapa anak lelaki yang berolahraga basket. Apabila bosan belajar di kamar, kami suka duduk-duduk di taman sekolah yang sejuk dan rindang. Kadang kami suka ketiduran di bangku taman itu. Suatu hari, aku dan Selena sedang membicarakan soal-soal Latihan yang mulai sulit, saat tiba-tiba kepala sekolah lewat di depan kami.

“Selamat sore, Bapak Kepala Sekolah…” Kepala sekolah menghentikan langkahnya.

“Kalian sedang duduk-duduk disini, tempat ini memang paling enak untuk duduk-duduk.” Pak kepala sekolah ikut duduk dekat dengan kami.

“Bapak kepala sekolah belum pulang?” Tanya Selena.

“Baru selesai rapat guru, Hakbo-mu tidak bilang?” Selena menepuk jidatnya.

“O iya, saya lupa…” Sambil tertawa.

“Bapak punya cerita untuk kalian, mau dengar?” Aku dan Selena mengangguk berkali-kali. Pak kepala sekolah suka bercerita. Ceritanya selalu menarik dan terkenang di hati kami berdua.

“Cerita ini adalah tentang berdirinya sekolah ini.” Aku dan Selena saling berpandangan dengan rasa dan ekspresi bersemangat.

Sekitar 8 tahun yang lalu, ada 2 orang guru yang sudah bersahabat sejak kecil. Sejak kecil impian mereka adalah menjadi guru bersama-sama, mengajar di tempat yang sama dan tinggal di rumah yang sama. Setiap sekolah tempat dimana mereka mengajar, kondisinya selalu menyedihkan dan banyak sekali kekurangan. Saat mereka sedang duduk-duduk sore di depan kamarnya, mereka senang menceritakan mimpi mereka kelak dan apa yang akan mereka lakukan untuk memajukan Pendidikan dan fasilitas sekolah-sekolah dimana saja. Keadaan tidak banyak berubah, sampai suatu hari mereka bertemu dengan teman mereka.

“Gloman, sedang apa kamu disini?” Pria yang disapa Gloman tampak kaget dan menurunkan barang yang dipikulnya.

“Dila, Lara, kalian tinggal disini? Sudah lama saya cari-cari di kampung, tapi tidak ada yang tahu kemana kalian pergi.” Dila dan Lara saling berpandangan.

“Kamu kan tahu rumah kami, kenapa tidak bertanya kepada Umak?” Gloman tertawa.

“Aku belum sempat mampir ke rumah, jadi hanya bertanya kepada teman-teman kita saja. Bekerja apa kalian disini?” Dila dan Lara mengajak Gloman duduk di depan rumah mereka.

“Kami menjadi guru, di SD depan sana.”

“Woah, jadi guru kalian? hebat sekali, Sudah dari kecil kalian mau jadi guru kan?” Mereka berdua mengangguk bersama-sama.

“Apa kabar Umakmu, Gloman?” Gloman mendadak sedih.

Lihat selengkapnya