Dila keluar dari ruang kelas, menuju ruang rapat. Hari ini para guru dan kepala sekolah akan berkumpul untuk membahas kurikulum pelajaran. Lara sedang cuti dan Kembali ke desa, dia sudah mulai menjalankan rencana dari Gloman.
“Baik, rapat kita mulai. Dimana Ibu Lara?” Semua saling berpandangan.
“Sedang cuti kepala sekolah.” Wajah Kepala sekolah langsung berubah tidak senang.
“Bukankah sudah jauh-jauh hari kita rencanakan rapat ini? Ini rapat penting, sangat penting terkait dengan pekerjaan kita.” Dila masih menunggu kesempatan yang tepat untuk bicara. Kepala sekolah adalah seorang yang sangat tegas dan tidak bisa menyembunyikan apa yang dia rasakan. Beliau juga tidak pernah melupakan kesalahan seseorang.
“Mungkin, Ibu guru Lara tidak terlalu suka dengan pekerjaannya.” Fliaka, salah satu guru yang ingin sekali menendang Dila dan Lara keluar dari sekolah ini. Keluarganya adalah sahabat dekat keluarga Fundah. Dulu dia berharap kalau keluarga Fundah yang akan mengajar di tempat ini, siapa sangka ternyata Lara dan Dila yang berhasil lolos ujian.
“Saya tidak suka dengan perilaku seperti itu, Ibu Lara masih masa percobaan di tempat ini.” Dila mendehem dengan pelan, membuat kepala sekolah menoleh kepadanya.
“Ibu Dila, anda tahu kenapa Ibu Lara cuti hari ini?” Dila berusaha menunjukkan wajah tulus.
“Itu karena kepercayaan adat istiadat kami.” Kepala Sekolah tampak bertanya-tanya.
“Adat istiadat? acara apa?” Kepala sekolah tampak semakin penasaran, saat dilihatnya Dila masih terdiam.
“Silahkan Ibu Dila, ceritakan apa yang terjadi?” Dila berdehem beberapa kali.
“Sebenarnya saya malu untuk menceritakan hal ini, tapi demi meluruskan masalah yang sebenarnya dan agar tidak ada salah paham, saya akan ceritakan.” Semua mata menatap Dila.