Agen yang mendekati Rinpo bernama Parap dan diberi kode oleh Gloman sebagai agen 01. Saat agen itu bertemu dengan Dila, Lara ataupun Gloman, mereka tidak boleh berkomunikasi ataupun terlihat saling mengenal. Mereka harus sebisa mungkin saling menghindar, agar tidak menimbulkan kecurigaan siapapun. Agen 01 mulai membuka tempat berjualan kecil-kecilan di depan rumah sewaannya. Hari pertama, seorang lelaki besar datang dan mengawasi kegiatan yang dilakukan agen 01. Setelah 1 minggu, lelaki itu tidak datang lagi ke tempat agen 01. Agen 01 meminta Rinpo membantunya berjualan di depan rumah dan setiap malam, 3 sampai 5 orang akan datang dan pura-pura membuat sebuah rapat rahasia di dalam kamar. Mereka biarkan Rinpo menguping dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan, untuk ditanam dipikiran Rinpo. Kadang-kadang agen 01 meninggalkan Rinpo dengan dagangannya, untuk mengumpulkan orang-orang yang dituakan di desa secara diam-diam. Orang-orang yang dituakan itu disebut Duska. Agen tersebut tidak secara terang-terangan menceritakan maksudnya, hanya sedikit memancing kalau ada orang di kota yang membutuhkan hasil panen dengan jumlah banyak dan bersedia membeli dengan harga bagus. Duska selama ini merasa tidak puas dengan hasil yang didapatkan oleh warga desa, dari hasil penjualan panen mereka ke keluarga Fundah. Walau seolah-olah keluarga Fundah membuat sebuah lelang dan mendatangkan beberapa orang dari kota, tetap saja itu hanya tipu daya sandiwara mereka, untuk membeli hasil panen dengan menekan harga sedemikian rupa.
“Sebenarnya ini adalah jalur distribusi gabungan. Bos saya yang tinggal di kota, hanya akan menerima hasil panen dari desa. Mengenai pengangkutan barang, proses pengecekan dan lain sebagainya, tetap dipegang oleh warga desa dan ini adalah gabungan usaha dari warga desa lainnya.”
“Warga desa lainnya?” Agen itu mengangguk.
“Kami akan mengumpulkan hasil panen dari warga desa lainnya. Bukankah hasil panen setiap desa berbeda-beda, jadi tidak akan ada persaingan disini.” Mereka mengangguk setuju.
“Mengapa bos bapak tidak membeli langsung kepada keluarga Fundah? mereka yang biasa menguasai proses jual beli itu.” Salah seorang Duska bertanya. Agen tersebut tersenyum.
“Di dalam dunia bisnis pasti ada persaingan. Keluarga Fundah sudah memiliki bisnis dengan orang berbeda di kota dan mereka adalah saingan bos kami. Lagipula, bos saya kurang suka dengan cara berbisnis dengan sistem monopoli seperti ini. Kita harus tetap memberdayakan warga desa untuk memperbaiki taraf kehidupan di tempat ini dan kesenjangan antara kaya-miskin tidak terlalu besar. Bos kami juga akan membuat perjanjian dengan setiap desa yang mau bekerja sama dan bisa memenuhi kuota yang diminta, dengan mendirikan sebuah sekolah di desa-desa tersebut.”
“Bagaimana kami tahu kalau bos bapak tidak akan ingkar janji?” Agen itu kembali tersenyum.
“Kita akan membuat perjanjian di kantor polisi kota.” Semua yang mendengar, berseru karena terkejut.
“Ada satu hal lagi…setiap kelebihan kuota yang bisa diberikan, kami sediakan tempat untuk berjualan di tempat kami, di kota. Silahkan warga desa menjual langsung dan menentukan sendiri harga jualnya, tapi mereka harus membayar sewa tempat.”
“Apakah mahal sewa tempatnya?”
“0.5 persen dari hasil penjualan perhari. Kalau memang dirasa mahal, banyak tempat sewa untuk berjualan di kota, kalian bisa pilih sendiri.”
“Kami boleh menjual langsung kepada pelanggan di kota?” Mereka tampak terkejut.